ROL | Rendang, Sumbang dan Bimbang

528 86 4
                                    

Lezat pakai banget loh!

Asli, rasa rendang buatan Tante Joshia benar-benar enak. Tekstur daging nya lembut plus bumbu rempah-rempah nya medok banget. Gema tidak jadi menyalahkan Lingkar karena mengajaknya main ke rumah di jam kerja. Apalagi Tante Joshia sangat ramah.

"Gema, ayo tambah lagi rendangnya. Tante ngambek loh kalau nggak habis."

"Mama nggak usah khawatir. Jangankan rendang beberapa potong, nasi sebakul aja Gema sanggup habisin!" celetuk Lingkar yang baru saja kembali setelah mengambil cola dari kulkas.

Joshia tertawa disusul Tama, sang suami.

Melihat Gema agak cemberut karena malu, Lingkar langsung menyeletuk,"Bercanda, Jangan ngambek!"

"Lingkar itu anaknya humoris kok, Gem. Jadi jangan di ambil hati."

"Nggak kok, Tante. Aku juga bercanda."

Obrolan ringan namun hangat itu berlanjut hingga Joshia menghidangkan makanan penutup berupa puding kelapa, lagi-lagi Gema harus mengatakan kalau masakan dari Mama Lingkar tidak pernah gagal, puding kelapa ini mirip buatan Mama Gema. Legit dan bikin ketagihan.

"Wah, Opa ketinggalan nih!"

Semua orang mengalihkan perhatian nya ke ruang tengah disusul bunyi sendok yang jatuh. Pelaku yang menjatuhkannya adalah Lingkar. Semua orang terperangah melihat Opa datang dengan seorang perempuan yang Gema taksir umurnya tidak jauh beda dari Opa.

"Opa?" Joshia yang awalnya kaget langsung menyambut mertuanya dengan hangat, dia langsung mengambilkan minum dan lainnya. Joshia mendadak sibuk.

Sedangkan Tama  dan Lingkar, ayah dan anak itu tampak tidak suka dengan kedatangan perempuan itu. Gema bisa melihat wajah Lingkar yang sedang menahan emosi.

"Bu Reni mau makan puding kelapa? Kalau iya, biar saya ambilkan." Joshia menawarkan.

Melihat Joshia yang nampak akrab, Lingkar tidak terima. Laki-laki itu mencolek lengan Gema lantas bersiap memundurkan kursinya dan segera berdiri.

"Duduk, Bumi!"

"Maaf Opa, Bumi udah di tunggu karyawan di kantor. Sebentar lagi istirahat jam makan siang habis, jadi Bumi sama Gema harus balik." Kalimat itu di ucapkan dengan intonasi bicara yang amat datar.

Tidak hanya Bumi rupanya yang ingin segera pergi dari ruang makan, Sang Ayah-Tama pun mulai tidak kerasan. Apalagi saat Ayahnya membawa perempuan lain. Sampai kapanpun dia tidak terima kalau Ibunya hendak di lupakan.

"Jangan ada yang meninggalkan meja makan. Duduk dulu, apa kalian tidak tahu sopan santun?"

"Joshi, sebenarnya ada apa ini? Kenapa suami dan anakmu menjadi dingin dan kelihatan tidak menyukai ku disini?" Opa bertanya kepada menantunya.

"Ayah jangan pura-pura tidak tahu. Kami semua kecewa sama Opa."

"Kecewa? Apa yang kamu bicarakan, Tama?"

"Opa mau izin nikah lagi, kan?!" tembak Lingkar dalam sekali tarikan nafas. Hal itu membuat Bu Reni terbatuk karena potongan puding yang lolos begitu saja ke tenggorokannya.

Tidak hanya Bu Reni, Joshia pun kaget hingga piring yang sedang di pegang nya jatuh ke lantai dan membuat suasana semakin mencekam.

"Siapa yang mau nikah?!"

"Opa kan, sama Ibu ini?"

Gema tidak tahu harus mendeskripsikan suasana di meja makan ini seperti apa. Lingkar dan Ayahnya nampak di selimuti emosi namun beda dengan Joshia yang bersiap untuk memuntahkan tawanya.

"Waktu itu Opa cerita sama Bumi, kalau Opa bakal nikah lagi. Hal itu bakal Opa batalin kalau Bumi berhasil bawa pacar dan kenalin ke Opa. Tapi apa? Sampai sekarang pun Opa nggak ada tindakan. Pokoknya Bumi nggak setuju Opa nikah lagi, apapun itu alasannya."

"Hahaha hahaha," Akhirnya tawa yang sedari tadi Joshia tahan berhasil di keluarkan juga.

"Kok Mama malah ketawa sih?"

"Ya habisnya kamu ngaco banget sih. Kata siapa kamu kalau Opa mau nikah lagi? Orang Opa itu...," Joshia kembali tertawa dan membuat Rimba dan Lingkar makin berang.

"Disini nggak ada yang mau nikah kecuali kamu kalau mau. Makanya kalau ada orang tua ngomong jangan keburu tarik urat. Belum selesai ngomong udah di potong!"

"Terus Ibu ini siapa?"

"Bu Reni ini temen Oma kamu waktu SMA, sebenarnya awalnya itu Opa pengen jodohin kamu sama cucunya Bu Reni. Kebetulan seumuran sama kamu, tapi Opa lihat kamu udah bahagia sama Gema. Ya akhirnya Opa batalkan rencananya."

Suasana yang semula memanas dan sedikit membuat Gema merinding mendadak berubah menjadi ramai karena gelegar tawa. Kalau di ibaratkan dengan benda persis seperti kaset jadul butut yang sekali rusak bunyinya...., kriettttt tetetet teeettt alias sumbang.

                                              ***

"Hahahaha," Gema tertawa hingga pipinya terasa sakit, tentu saja Lingkar merasa malu,"lo malu-maluin deh, Ling."

Di rooftop kafe Gema, Lingkar memilih bolos kantor. Apalagi setelah kejadian memalukan tadi. Pipi Lingkar pun masih memerah mendengar candaan Gema.

"Diem, Gema."

Tawa Gema surut. Terpaan angin menerbangkan anak rambutnya, tiba-tiba dia tersadar. Bukankah setelah ini, hubungan pura-pura mereka akan berakhir?

"Oh ya berarti perjanjian kita berakhir dong?" Topik ini membuat suasana agak canggung.

"Maksudnya?"

Gema meneguk avogatto miliknya. Tenggorokannya mendadak kering.

"Yah, sesuai perjanjian kan? Kalau kita berhasil selesaikan masalah opa, we're end up."

"Sorry? " Lingkar tidak suka saat Gema membahas masalah ini. Karena tanpa dia sadari, dia mulai nyaman bersama Gema.

Gema menggeser kursi duduknya hingga menghadap ke depan. Hamparan bangunan, jalan raya dan beberapa gedung pencakar langit menjadi fokusnya. Dia melirik Lingkar yang tepat duduk di sampingnya, pria itu tampak gelisah dan bimbang.

"Kita kembali ke rutinitas masing-masing, like before, when we didn't know each other ."

"Nggak bisa gitu dong..., Ah sorry maksud gue, kenapa harus begitu? Kita kan bisa temanan. As a friend, its not bad !"

"As a friend ? Oke, teman!" Gema menawarkan pinky promise kepada Lingkar yang langsung di sambut dengan semangat.

Tetap saja, Lingkar merasa tidak rela? Dia bahkan diam-diam bertanya kepada dirinya sendiri, what's wrong with me? I felt a weird feeling now.

"Ge?"

"Iya?"

"Menurut gue, teman yang baik itu adalah temen yang mau membantu temannya. Jadi lo mau nggak bantuin gue lagi?"

"Bantuin apa?"

Lingkar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia sedikit sungkan untuk mengatakan keinginannya. Takut kalau Gema menolaknya.

"Bantuin apa, Ling? Jangan sungkan-sungkan, kalau gue bisa gue pasti bantu kok."

Lingkar malah meringis. Please, dia benar-benar gugup sekarang.

"Minggu depan kan perusahaan gue bakal safari ke Bali dan sesuai janji gue sama lo waktu itu, ya...,you should remember it  kan?"

"Are you joke me?"

"Nope! Aku serius."

"Waaah~" Gema tidak bisa menyembunyikan perasaan senangnya. Finally, dia bisa berlibur.

"Terus-terus, gue mesti bantuin lo ngapain?"

"Jadi pacar pura-pura gue lagi ya? Setidaknya selama di Bali, gue masih punya pacar."

Hah?

Roar Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang