1

53 9 1
                                    

“Ucapan ‘Halo’ di saat pertama kali bertemu mungkin saja akan berubah menjadi ucapan ‘aku cinta padamu’ di saat berikutnya.”

Apartemennya masih berantakan, dia belum sempat merapikan pakaian dan beberapa barang pribadi yang baru dibelinya, sebuah televisi dan dispenser kecil. Untunglah apartemen ini sudah menyediakan perabotan dasar seperti tempat tidur, sofa, dan dapur. Xiao Zhan  memutar bola matanya ketika menatap dapur itu. Dia mungkin butuh berkunjung ke supermarket terdekat, mengisi bahan makanan di kulkas dan
membeli beberapa peralatan memasak.

Tubuhnya lelah setelah perjalanan yang panjang dan dilanjutkan dengan mengurus surat-surat kontrak apartemennya, Kesha, editornya yang kebetulan tinggal di kota ini sudah berbaik hati membantu mencarikan apartemen yang siap pakai untuknya. Ya, Xiao Zhan memang berangkat ke sini karena usul dari Kesha. Selain sebagai editornya, Kesha adalah sahabatnya, meskipun mereka kebanyakan berkorespondensi melalui email semata. Jadi, begitu Xiao Zhan menceritakan pengkhianatan Zee dan rasa sakitnya, Keisha mengusulkan agar Zhan pindah sementara ke kotanya sampai hatinya tenang.

Dia hanya berpamitan kepada kedua orangtuanya, dan tidak mengatakan kepergiannya kepada siapapun. Tetapi lambat laun Zee pasti akan mengetahuinya juga. Zhan mendesah pahit. Sekarang ingatannya akan Zee dipenuhi rasa muak dan sakit hati. Ah ya ampun. Lelaki. Zhan tidak akan pernah percaya lagi kepada lelaki. Mereka semua adalah mahluk lemah yang tidak tahan godaan.

Ponselnya berkedip-kedip dan Zha  mengernyit, dia mengangkatnya ketika melihat nama Kesha tertera di layarnya.

“Halo?”
“Aku sudah sampai rumah dan baru teringat.” Kesha berkata, “Naskah bab tujuhmu sudah selesai dikoreksi. Ada beberapa catatan kecil di sana, mungkin kau ingin melihatnya.

“Aku akan melihatnya nanti.” Gumam Zhan lemah. Ia menyandarkan tubuhnya di sofa, “Saat ini aku lelah sekali.”

“Istirahatlah dulu. Kau tidak akan bisa menyelesaikan tulisanmu kalau kau sakit.”

“Kenapa kau memikirkan tulisanku? Bukan aku?” Zhan tersenyum

“Karena sudah mendekati deadline dan kau baru sampai di bab tujuh, Zhan. Novelmu banyak ditunggu-tunggu oleh penggemarmu, penerbit sudah mengejarku untuk kepastian penyelesaian novelmu.” Kesha tergelak, “Tetapi bukan berarti
aku tidak mempedulikanmu, sebagai sahabat aku mencemaskanmu. Jangan banyak pikiran ya. Lepaskan semuanya dan biarkan hatimu tenang.”

Mata Zha  berkaca-kaca. Menyadari bahwa hatinya sama sekali tidak tenang, “Terima kasih Kesha.” Gumamnya serak sebelum menutup pembicaraan.

Matanya nyalang menatap langit-langit kamar. Mencoba melupakan rasa yang menyesakkan dada. Dia tidak akan bisa tidur malam ini, sambil menghela napas panjang, Zhan meraih
jaketnya dan melangkah keluar dari apartemennya.

⧫⧫⧫

Setelah berjalan tanpa tujuan di sekitar kompleks apartemennya yang cukup ramai karena terletak di area pusat perbelanjaan, Zhan begitu saja memasuki cafe itu. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tetapi suasana tetap saja ramai.

Cafe itu terletak di pinggir jalan, di area yang dipadati pejalan kaki yang lalu lalang. Suasananya sangat sejuk dan menyenangkan, karena dipenuhi oleh tanaman hijau yang ditata dengan indahnya, dengan dinding-dinding dari kaca yang memantulkan lampu jalan. Cafe itu buka duapuluh empat jam.

Dan Zhan langsung menemukan tempat yang cocok untuk duduk dan menulis. Dia duduk di sebuah sudut yang nyaman dan membuka buku menu yang ada di meja. Suasana cafe cukup
ramai meskipun sudah malam, seakan-akan kehidupan terus berjalan di dalam sini.
Pada saat yang sama seorang pelayan, pria setengah baya mendekatinya dan tersenyum ramah kepadanya,

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 24, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

You Have Got Me From Hello! Where stories live. Discover now