17 | END

30.2K 1.9K 587
                                    

Vote!

.

.

.

"Janji," jawab Bima.

"Kamu mau memelukku?" tanya Yudis setelah itu. "Kamu sudah berjanji kamu adalah milikku, Bi ... peluk aku!"

Bima mengalah dan menarik tubuh Yudis ke dalam pelukan meski gamang.

"Sekarang kamu benar milikku, yah? Tidak ada lagi Azam. Kau kekasihku, dan lindungi aku dari Yuan," ucap Yudis yang sekarang meringsak masuk ke pelukan Bima dan mengusakan wajah ke dada bidang pria tinggi besar itu dengan mereka masih duduk di sofa sepeti tadi.

Bima menelan ludah, lalu dia mengangguk.

Yudis mendongak. "Bima," panggilnya.

Bima merunduk membuat wajah mereka berdua dekat sekali dengan hembusan napas yang saling menyapu wajah satu sama lain.

Yudis menarik krah kemeja Bima dan melumat bibirnya. "Jadilah milikku, dan benar-benar milikku," ucapnya lagi setelah melepas lumatan. "Sekarang balas ciumanku," Sekali lagi Yudis mengecup. "Balas, Bima Anggara Putra ...!" Paksanya dengan nada lembut dan manja.

Bima memejamkan mata, lalu benar membalas ciuman itu. Yudis naik ke pangkuan dan Bima melingkarkan lengan ke pinggang.

Kecupan lembut, basah dan saling terbalas seperti kemarin malam saat hujan.

Yudis semakin erat memeluk tengkuk Bima, pun Bima yang terus mengelus random punggung Yudis dan sesekali meremas pinggang.

Decak dan napas berat dari keduanya mulai terdengar mendominasi ruang, hingga tiba-tiba pintu terbuka dan Azam masuk ke sana.

"Azam?" Bima menghentikan ciuman mereka sepihak dan langsung menurunkan Yudis dari pangkuan.

Bibir Azam terbuka dan terkatup tak bisa mencerna kenyataan apa yang dia lihat barusan, hingga tiba-tiba mulutnya mengeluarkan darah segar detik Yudis menusuk uluh hatinya dengan pisau obsidian gantungan kunci mobil miliknya, lalu memutarnya pelan ke kanan dan ke kiri menimbulkan suara robekan dan remas daging yang begitu renyah.

Bima menjatuhkan rahangnya tepat saat tubuh Azam juga jatuh ambruk ke lantai sesat setelah Yudis mencabut pisaunya.

Yudis terkekeh sumbang, lalu menoleh ke arah Bima. "Aku sudah katakan tidak ada lagi Azam, Bima ... kamu sudah berjanji padaku,"

"ANDA GILA!" bentak Bima kalap.

"Sudah aku katakan aku gila, dan kamu sudah berjanji akan tetap bersamaku bagaimana pun aku, Bima!"

"Anda orang gila!" Putih mata Bima memerah, dia baru saja melihat kekasihnya dibunuh di depan mata dan sang pembunuh adalah pria yang baru saja menaikkan libidonya, sungguh sangat bajingan.

"Kamu sudah berjanji, Bi," Yudis mengacungkan pisaunya ke arah Bima dengan menitikan air mata. "AKU ULANGI KAMU SUDAH BERJANJI!!" bentaknya kalap dengan air mata yang semakin mengucur deras. Tapi sedetik kemudian dia malah tertawa. "Kamu milikku, kamu di bawah kendaliku," Yudis maju dua langkah dengan tetap mengacungkan pisunya. "Sekarang bereskan ini dan ayo kita pulang ke rumahku, kuperkenalka kamu pada Wang Yuan-ku,"

.

.

Dengan wajah basah dan merah padam Bima menyetir mobilnya dan juga ujung pisau Yudis yang kini menyentuh kulit leher, salah satu pisau tertajam di dunia dengan bahan batu obsidian dari bawah laut itu sedikit menggores kulit.

Yudis Wira Bratajaya benar orang gila, bukan hanya sebutan, tapi dia memang mengidap penyakit mental.

Hingga cukup jauh dan lama mereka sampai di tempat tujuan, di rumah besar kediaman boss besar Yudis Wira Bratajaya setelah seorang penjaga gerbang membukakan pintu untuk mereka.

Yudis meniup peluit yang memang juga salah satu gantungan kunci mobilnya, hingga Alpha dan Debora berlari mendekat ke mobil mereka.

"Bawa koper itu ke dalam, Bim ...!" perintah Yudis lembut pada Bima setelah menujuk koper yang berisi mayat Azam di jok belakang dengan dagu.

Yudis turun dan langsung disambut kedua anjing ke kesayangannya dengan mengonggongi koper tadi.

"Tenang, Alpha, Debora ... itu hanya Tuan manis Azam Sigit Narendra," ucap Yudis dengan menggaruk puncak kepala salah satu dari mereka.

Yudis mengkode agar Bima masuk ke dalam rumah dengan Alpha serta Debora di belakang mereka.

Yudis sampai di ruang tengah, menelan ludah lalu dengan ragu dia melangkahkan kaki ke dapur.

Ada Yuan di sana, nampak dadanya kembang kempis serta pisau dapur di tangan yang ia genggam erat hingga terlihat otot-otot di tangan ramping putih halusnya mencuat.

Sekali lagi Yudis menelan ludah. "Kita akhiri ini, Wang Yuan...."

"Bajingan!!" umpat Yuan dengan air mata mengalir. Sedetik kemudian dia berlari dengan mengangkat pisaunya siap menerjang.

Tapi

"BERHENTILAH DI SITU, WANG YUAN!" raung Yudis kalap.

Dan Yuan benar menghentikan langkah kakinya seketika, meski dada masih kembang kempis dan air mata mengalir di sana.

"Aku membawa kekasih baruku, namanya Bima Anggara Putra. Kita sudah berakhir dan kamu harus tau itu." Lalu Yudis menarik lengan Bima yang sekarang nampak bingung dan linglung.

"Kamu bilang kamu mencintaiku?" Suara Yuan serak menangis, terdengar pilu sekali, dan itu mencibit hati Yudis yang memang dulu sangat mencintainya.

"Kamu bilang kanu mencintaku, Yud ...," Yuan mengelap wajah basahnya, meski air mata tetap terus deras mengalir dari mata merah sembabnya.

Sakit sekali Yudis melihat itu. "SADARLAH!! SADARLAH, YUDIS!!" Yudis ikut menangis frustasi dengan mengusak wajahnya kasar.

Bima semakin bingung di sini dengan Bos-nya yang terus berteriak-teriak sendiri begini.

Hingga Yudis menarik napas dalam dan mengelap wajahnya sendiri pelan. Dia mendesah lega. "Bimaa ...," panggil Yudis dengan suara yang terdengar lebih lembut ke pada Bima, seolah tadi baru saja tidak terjadi apa-apa.

Bima semakin bingung dibuatnya.

Yudis berjalan semakin masuk ke dapur, lalu membuka chiller penyimpan daging, menyingkirkan sedikit tubuh kaku Yuan agar tubuh Azam juga muat di dalam sana. "Tolong angkat Azam kemari," printahnya dengan tersenyum manis tanpa beban meski matanya masih memerah.

Bima menelan ludah, tapi dia tetap menarik koper berisi mayat Azam, mengeluarkannya dari sana dan mengangkat tubuh kecil itu untuk di masukan ke dalam chiller bersebelahan dengan mayat pria manis lain yang Bima yakin itu adalah Wang Yuan.

"Jadi sampai di mana tadi kita, Bim?" Yudis mengalungkan lagi lengannya ke tengkuk Bima.

Sekali lagi Bima menelan ludah, lalu menoleh ke arah Yudis patah-patah-


___part ini dipotong untuk kepentingan penerbitan___



10 Oktober 2022
Dae_Mahanta
Saya ulang tahun hari ini.

BABY BOSS YUDISWhere stories live. Discover now