PART 9

5.9K 417 23
                                    

Happy reading gaessss 😘

Jangan lupa komen ya hihihi

***

Buntut dari permasalahan Indira dengan salah satu pengunjung membuat Indira mendapatkan teguran keras. Apalagi permasalahannya belum selesai dan Indira langsung pergi bersama Gibran. Indira bahkan terancam akan dipecat jika melakukan kesalahan lagi.

Tapi tidak masalah, selama ia masih diizinkan untuk bekerja di sana, Indira tidak merasa keberatan. Masih bisa bekerja saja dirinya sudah sangat bersyukur. Sangat sulit mendapatkan pekerjaan yang bisa menyesuaikan dengan jadwal Indira apalagi gaji yang ia dapatkan juga lumayan. Bisa ia gunakan untuk menyicil utangnya kepada Gibran.

"In, aku duluan ya"

Indira yang masih rebahan tentu merasa heran dengan Citra yang sudah siap keluar di pagi hari. Terlebih lagi hari ini adalah weekend. Indira juga tau kalau Citra tidak ada jadwal bimbingan atau apapun itu yang menyangkut perkuliahan.

"Mau ke mana?"

"Mau jalan"

"Kamu ada pacar?" Dahi Indira mengerut. Jarang sekali Citra keluar untuk jalan-jalan tanpa dirinya. Citra memang punya teman selain dirinya, tapi mereka jarang bertemu.

Citra tersenyum malu. "Bukan pacar"

"Cowok atau cewek?" Indira berusaha mengorek informasi.

"Cowok. Eh, udah ah aku mau keluar. Bye"

Indira hanya geleng-geleng kepala. Citra ini termasuk perempuan polos. Meskipun sudah pernah pacaran sebelumnya, tapi gaya pacarannya tidak seperti anak jaman sekarang. Citra dan mantan pacarnya yang rajin pangkal pandai itu selalu menghabiskan waktunya untuk belajar. Jarang-jarang mereka menghabiskan waktu untuk menonton ataupun jalan-jalan ke tempat nongkrong anak muda. Kalaupun mereka keluar bersama, mereka pasti mengunjungi toko buku. Tapi apapun itu, Indira mendoakan yang terbaik untuk Citra.

Indira melihat jam di handphonenya, masih ada beberapa jam sebelum menemui Gandhi. Dua hari yang lalu Gandhi meminta Indira untuk bimbingan di rumahnya saja, karena hanya itu waktu yang kosong. Gandhi juga akan ke luar kota selama beberapa hari jadi Indira harus memanfaatkan waktu yang ada untuk bimbingan.

Tepat pukul tiga sore, Indira berangkat ke rumah Gandhi. Indira sudah pernah ke sana sebelumnya jadi ia tidak perlu lagi bertanya alamat. Hanya memakan waktu lima belas menit untuk sampai di rumah Gandhi.

Rumah minimalis yang tampak polos. Tidak ada pot-pot bunga, hanya beberapa pohon masih kecil yang tidak membutuhkan perawatan khusus. Mungkin rumah lajang memang seperti ini. Beda sekali dengan rumah-rumah yang sudah ada perempuan di dalamnya, dikelilingi tanaman hias dan bunga berbagai jenis.

Gerbang rumah Gandhi terbuka sehingga Indira tidak perlu menekan bel. Pintu rumah pria itu juga terbuka satu. Dan saat Indira akan mengetuk pintu rumah Gandhi, ia dibuat melongo dengan apa yang dilihatnya.

Tepat di ruang tamu, terdapat dua orang pria dan wanita. Wanita itu duduk di lantai bersandar ke sofa, dan sang pria duduk tepat di belakang wanita itu. Tapi bukan itu yang membuat Indira melongo, melainkan apa yang mereka lakukan. Kepala wanita itu mendongak dan sang pria menunduk menciumnya dengan sangat menggebu. Indira tahu betul siapa wanita itu.

Indira jadi merasa malu sendiri melihat adegan dewasa di depannya. Karena tidak ingin mengganggu, Indira memilih untuk duduk di kursi yang ada di teras. Wajah Indira memerah membayangkan apa yang dua orang itu lakukan. Ia jadi teringat ciumannya dengan Gibran. Lebih panas dan bergairah.

Indira menggelengkan kepalanya  berapa kali. Sambil mengatur napas, Indira menunggu beberapa menit untuk kembali mengetuk pintu. Setelah dirasa cukup, Indira kembali bangkit.

I Love You Mas G!Where stories live. Discover now