Part 22: Denial

205 46 9
                                    




Kenneth mulai merasa tidak nyaman dengan keberadaan Sion yang selalu mengikutinya kemanapun seperti seekor anak anjing. Sion sangat jelas menampakkan ketertarikan yang aneh pada Kenneth. Tapi Kenneth masih beranggapan bahwa Sion hanya orang yang suka mencari perhatian. Sehinggan Kenneth tetap membiarkan Sion membantu di fasilitas kesehatan, meskipun terkadang Kenneth merasa kesal ketika melihat Sion sedang menatapnya sembari tersenyum.

"Kenapa perbanmu kotor begitu?", Kenneth bertanya sembari memperhatikan perban di lengan Sion yang penuh dengan coretan tinta bolpoin.

"Ini tanda tangan anak-anak. Katanya supaya lengan saya cepat sembuh. Apa dokter juga ingin tanda tangan?"

"Mana ada tanda tangan bisa mempercepat penyembuhan?"

Sion terkekeh. "Saya juga berpikir begitu, dok. Lagipula saya tidak ingin lengan saya cepat sembuh."

Kenneth hanya melirik pada Sion. Ia sudah mengantisipasi pasti Sion akan mengatakan hal aneh lagi.

"Kalau lengan saya sembuh, nanti saya tidak bisa melihat dokter Kenneth lagi."

"Ew.", Kenneth menampakkan ekspresi jijik ketika mendengar ucapan Sion.

"Saya bersedia sakit terus asal dirawat oleh dokter.", ujar Sion menggoda sang dokter lagi. Kali ini Sion mendekatkan dirinya pada Kenneth. Sang dokter bergeser menjauhkan dirinya dari Sion. Beberapa hari terakhir Kenneth terus-menerus digoda oleh seorang pria. Ia bingung harus bagaimana menanggapi reaksi orang-orang di sekitarnya yang melihat itu.

"Kalau begitu aku tidak akan merawatmu lagi.", ujar Kenneth sembari berjalan menjauh dari Sion. Tentunya Sion berjalan mengikuti sang dokter sembari memohon agar Kenneth tidak marah padanya. Sion tidak benar-benar merasa takut Kenneth marah padanya. Anehnya Sion malah merasa Kenneth yang marah dan mengomel padanya nampak menggemaskan. Sehingga Sion semakin suka menggodanya.

Menyebalkan. Itulah yang ada dalam pikiran Kenneth tentang Sion. Tapi ia tidak dapat mengusir Sion pergi dari fasilitas kesehatan karena rekan-rekannya merasa keberadaan Sion cukup membantu mereka. Sion selalu cekatan mengambilkan barang-barang yang dibutuhkan oleh tenaga medis, apalagi Sion cukup mengerti peralatan medis dengan baik.

Ketika sedang mengamati Sion yang tengah berlalu-lalang membantu tenaga medis yang meminta bantuannya, tiba-tiba seseorang berteriak memanggil Kenneth.

Seorang pasien mengalami gagal jantung. Kenneth berlari ke arah pasien itu— seorang prajurit yang berada dalam kondisi kritis pasca terkena ledakan bom musuh.

Tidak ada tanda pasien itu masih bernafas. Denyut jantungnya berhenti. Kenneth mulai menekan bagian dada pasien. Hal itu terus Kenneth lakukan sembari berteriak, "dokter John!! JOHN!! JOHN!! Kumohon...." Kenneth masih tak berhenti melakukan RJP.

"Dokter Kenneth. Sudah dokter.", ujar seorang dokter yang lain. Tetapi Kenneth masih enggan berhenti.

John adalah sahabat dekat Kenneth dari ketika mereka masih menempuh pendidikan untuk menjadi seorang dokter militer. John terkena ledakan bom karena kebetulan ia bertugas di lokasi pengeboman sebagai tim medis yang siaga.

Ketika dibawa ke basecamp, John sudah dalam keadaan sekarat. Kenneth melakukan operasi darurat untuk menyelamatkan John, tetapi pria itu masih tak sadarkan diri. Kenneth mengingat segala kenangan mereka yang bersusah payah bersama untuk menjadi dokter.

"John!! Please...", panggil Kenneth.

Sion hanya dapat melihat ketika Kenneth begitu putus asa ingin menyelamatkan John. Ada tangisan tertahan nampak di raut wajah Kenneth. Sion merasa kesal, seharusnya ia tidak merasa seperti itu pada orang yang sedang sekarat. Tapi Sion dapat melihat perasaan Kenneth untuk John dan itu membuatnya kesal.

Under His WingsWhere stories live. Discover now