XXIII

6.4K 696 58
                                    

NINA dan Jeri kena sidang Clarissa. Nina dilarang menginjakkan kakinya di apartemen Clarissa selama sebulan. Sedangkan Jeri terus mendapat ocehan dari Nina sebab kini gadis itu diblokir sementara dari area apartemen Clarissa. Marco pun kena getahnya. Dia dipaksa pulang tak jadi menginap. Marahnya Clarissa ternyata terbawa sampai kantor.

Yoga cuma mau pinjam pensil diomelinnya bermenit-menit katanya pakai punya sendiri, trauma dia kepunyaannya dipakai orang lain. Banyak yang tak berani mengajak bicara Clarissa kalau sedang mode maung. Usut punya usut ternyata mood buruknya disebabkan juga karena menstruasi. 

"Jangan diganggu Bang, hari pertama dapet kayanya. Galak banget mode senggol bacok." Bisik Yoga pada Candra yang tampak akan mengajak Clarissa berbicara. Candra menghela nafas.

"Ke lo doang kali Yog." Yoga berdecak.

"Gak percaya lagi, ya silahkan dicoba sendiri deh." 

Candra nekat membawa tumpukan berkas ke meja kerja gadis itu. Suara ketikan keras di atas keyboard bahkan beberapa kali mengundang tatapan heran dari divisi lain, 

"Clar." Panggil Candra. Clarissa tak menoleh, matanya masih fokus menatap layar laptopnya.

"Kenapa?" Candra meneguk ludahnya kasar.

"Ini tolong bantu kirim quotationnya ya. Mbak Rini lagi sakit, urgent semua Clar." Clarissa menatap tumpukan berkas yang sudah diletakkan di atas mejanya. Ia mendengus sebal.

"Lain kali kasihnya satu satu kek Bang, ini banyak amat masa iya ini helpdesk baru?" Candra meringis.

"Ini helpdesk lama juga sih Clar tapi baru full approved tadi pagi. Maaf deh gak gini lagi Clar." Gadis itu menatap Candra sinis.

"Gak gratis." 

"Siap soto mie depan BCA ya?" Clarissa mengangguk. Gadis itu menandatangani berkas itu yang dibawa Candra lalu kembali fokus menatap layar laptopnya tak terganggu pada suara apapun termasuk derit pintu kantor yang cukup berisik. Namun suara panggilan seorang pekerja kebersihan memecah fokusnya kembali.

"Mbak Clarissa." Clarissa menghentikan ketikannya lalu menoleh.

"Iya kenapa Mas?" Lelaki itu meringis saat wajah jutek Clarissa tampak tak bersahabat sekali.

"Ada paket buat Mbak, saya tadi diminta untuk kasih ke mbak langsung." Gadis itu mengerutkan keningnya saat sebuah buket bunga matahari dan sekotak coklat diletakkan di atas mejanya.

"Saya gak beli tuh Mas, dari siapa?"

"Wah kurang tahu mbak, coba dicek aja mungkin ada kartu ucapannya. Saya keluar dulu ya mbak." Clarissa mengangguk.

"Makasih ya mas." 

Gadis itu mengerutkan keningnya menatap buket bunga matahari dalam pelukannya, sebuah kertas putih yang diselipkan diantara kelopak bunga itu alihkan perhatian Clarissa. 

"Babe, sorry if I did wrong. Don't be mad at me, please? I love you. -Your M" 

Clarissa tersenyum tipis, ia melirik ke arah Marco yang tampak sibuk berbicara dengan rekan meetingnya. Gadis itu mencium bunga matahari itu lalu memotretnya beberapa kali untuk dikirimkan ke Marco.

"I love you too hun." Clarissa terkekeh, ah apakah ini efek dari hormon. Dia yang biasanya ingin membunuh Marco malah jadi clingy begini. Sasa sampai melirik liriknya penasaran pada siapa foto itu dikirimkan. Kalau tahu mungkin gadis itu akan kaget.

"Kak, lo tuh sebenernya lagi dapet apa ngambek ke pacar sih?" Clarissa menoleh, senyumannya mengembang. Berkat coklat dan bunga matahari itu moodnya membaik.

A Night To RememberWhere stories live. Discover now