°ᥒ᥆ᥒᥲ-1

34 17 20
                                    

Tandai typoᐖ

┈┈┈┈․°ᥒ᥆ᥒᥲᥣᥱᥒ𝗍ᥱrᥲ°․┈┈┈┈

Pagi dengan hujan yang mengguyur bumi, tak ada sedikitpun tanda-tanda hujan akan berhenti.

"Mas, mau bareng Bunda?"

Seorang cowok dengan seragam yang sudah rapi tengah duduk di teras sembari memakai sepatunya, ia menoleh pada sang Bunda yang bersiap-siap berangkat bersama adik perempuannya.

Ia tersenyum dan menggeleng perlahan, "Mas bareng temen, Bunda berangkat sama adek aja. "

"Temen yang mana, Mas?" adiknya bergeser dari belakang sang Bunda agar terlihat ketika bertanya.

"Yang mana aja, temen Mas banyak!"

"Iya, ta-"

"Nanti kalau butuh jemputan kabarin Bunda, ya!"

Cowok itu mengangguk, bersyukur Bundanya menghentikan pertanyaan adik perempuannya yang akan terus mengusut tuntas hingga pertanyaan di tempurungnya habis.

Setelah Bundanya berangkat, ia juga menyampirkan tas punggungnya dan bersiap berangkat. Berjalan kaki hingga keluar dari komplek perumahan sederhana itu, "Butuh tumpangan, Sa?"

Cowok itu segera menoleh ke sumber suara yang cukup ia kenal, "Emang lo nggak bareng Alfi?"

"Kagak, Alfi keknya ijin nggak masuk. Kemaren kehujanan, pagi ini demam ringan. "

"Oke, deh. Gue nebeng!"

Keduanya segera meluncur membelah jalanan padat, dan tak berselang lama sampai di sekolah dengan keadaan sedikit basah akibat hujan yang berangsur menjadi gerimis kecil yang bertahan lama.

"Rhexa! Kasa!"

Tiga temannya terlihat menyambut di parkiran, Rhexa dan Kasa saling tukar pandang sekali lalu melangkah bersama menghampiri ketiga teman mereka.

"Pagi pacar!" sapaan centil Kasa layangkan pada seorang gadis yang terlihat diam mengamati keadaan.

"Pagi!" sapaan itu terbalas ditambah jeweran dan senyuman manis yang terkesan horror.

"Kenapa nggak pake mantel?"

"Eh, aku kira kamu nggak masuk. Katanya tadi demam ringan, kalau pus-"

"Bukan berarti kamu bisa seenaknya kalau aku nggak masuk, dasar Kasa!"

"Iya maap! Ampun nyai!" pekik Kasa sembari menahan ringisan dan tangan kekasihnya.

Rhexa dan kedua temannya hanya bisa tertawa memandang tingkah dua sejolin itu, "Kata! Rhexa! Ayo masuk ke kelas! Ajarin gue materi kemaren, dong. "

Dua cowok yang tersisa itu segera memberikan seluruh atensinya pada gadis setinggi 150cm dengan tubuh yang cukup berisi, "Re! Lo tinggal pahami step by step, doang!" tutur Kata.

Cowok berkacamata itu nampak begitu manis dimata Ire, "Susah!" ucapnya lesu.

Rhexa terkekeh pelan saat melihat tingkah mereka, "Udah! Masuk duluan sana. Ta, ajarin gih!"

Kata melemparkan tatapan sebalnya, namun tak urung melakukan apa yang Rhexa ucapkan. Setelah dua orang itu pergi lebih dulu, Rhexa menghampiri Kasa dan Alfi.

"Kalian ini, tengkar terus. Pada dapet kabar kepulangan kak Aksa, nggak?" tanya Rhexa setelah mengomentari kelakuan sejolin itu.

"Oh, iya. Program pertukaran pelajar selama 3 bulan itu udah hampir selesai, ya?"

Pletak!

"Unfaedah banget yang keluar dari mulut kamu!"

"Ya, maap!"

"Belom ada kabar, paling ngabarin kalau kurang seminggu, Rhes. "

Rhexa mengangguk pelan.

"Ca! Jangan lari!"

"Lelet!"

"Hah? Lele?"

"Lelet!"

"Kalo lo jatoh gue ketawain!"

"Bodoamat!"

"Ca!"

"Buruan!"

Kegaduhan yang diciptakan dua orang itu berhasil menyita atensi Rhexa dan kedua temannya, tentu saja karena mereka dilewati begitu saja.

"Mereka siapa?" tanya Alfi.

"Anak baru, baru masuk minggu lalu. "

Alfi menatap Kasa yang masih terfokus pada dua orang anak baru itu, "Si cewek lumayan juga, ya?" celetuknya.

"Dia bertingkah seolah cuma berdua. "

Rhesa mengangguki ucapan Kasa, sedang Alfi jadi menatap mereka yang mulai menghilang.

"Mereka home schooling selama 3 tahun, gue nggak sengaja baca dokumen yang isinya data mereka. "

"Apa lagi yang lo baca?" tanya Alfi.

"Nggak ada, cuma itu. Gue menghargai privasi mereka," setelah mengatakan itu Rhexa berjalan lebih dulu ke kelasnya meninggalkan Kasa dan Alfi.

"Jangan terlalu cepat menilai, Alfi. "

┈┈┈┈․°ᥒ᥆ᥒᥲᥣᥱᥒ𝗍ᥱrᥲ°․┈┈┈┈

Seorang cowok memandang papan dengan wajah masam. Padahal dosen tengah menerangkan materi yang cukup ia sukai, "Yan! Fokus!"

Pletak!

Sebuah penghapus melayang dan tepat mengenai kepala si empunya, "Kenapa lo? Nggak enak badan?"

Cowok itu menggeleng sebagai jawaban dari pertanyaan temannya, "Lah terus? Tumben lo nggak fokus?"

"Nggak tahu, perasaan gue nggak enak. "

"Lo mikirin apa bro?"

Cowok itu menggeleng pelan, pikirannya tertuju pada seseorang yang entah sedang apa di lain tempat. Tak berselang lama dosen pergi setelah memberi tugas, "Lo lagi berantem sama cewek lo?"

Cowok itu menggeleng pelan, "Lo punya cewek?"

"Hah?"

"Lo punya cewek, Ndra?" kali ini temannya memperjelas pertanyaannya.

"Iandra punya cewek? Masak? Calon mantan ke berapa, nih?" teman di belakangnya tiba-tiba nimbrung.

"Lo pikir gue masih SMP?" protes Iandra.

Teman-temannya tertawa pelan, siapa yang tak kenal sosok Iandra. Cowok playboy kelas kakap yang sudah punya lusinan mantan sejak masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, doyan cewek, doyan berantem pulak.

"Kali aja, Hahaha!"

Tawa mereka kembali menggema.

"Tapi kalaupun punya, gue jarang tahu lo berantem tuh. Ampe dispam, ditelfonin, divc berkali-kali. "

"Emang musti begitu?"

"Ya kagak, sih. Cuman rada beda sama mantan lo yang senior, mereka kan hampir tiap hari berantem sama lo. Tapi itu dulu, sih. "

Iandra terkekeh pelan, "Berantem tuh ada aja tiap hari, mana ada damainya. Paling nggak sebulan sekali ada aja berantemnya," kedua teman Iandra melongo.

"Bisa gitu kek terjadwal?"

"Kok bisa damai sebulan bro?"

Iandra hanya tersenyum simpul, "Sama-sama sibuk, gue sibuk kuliah terus dia sibuk sekolah. "

"Emang sekolah sesibuk itu?"

"Dia beda. " putus Iandra.

┈┈┈┈․°ᥒ᥆ᥒᥲᥣᥱᥒ𝗍ᥱrᥲ°․┈┈┈┈

11042423.46-01052423.07

TBCᐖ

Nona Lentera [Hiatus]Where stories live. Discover now