10. SEKOLAH

645 106 33
                                    

Hai guys, hihi....

Happy reading dan tetap bahagia ya walau nggak ada kebahagiaan...

****

Dor!

Ketika mereka keluar dari rumah dan hendak menyusul TTM yang konon katanya nyasar ke kuburan, sebuah bom kertas meledak tepat di atas kepala mereka semua. Tentu saja mereka langsung kaget dan refleks menutup telinga karena tidak menyangka jikalau mereka akan di kerjai seperti ini.

"KEJUTAN!!!" sorak TTM secara serempak.

"Hahaha, kaget ya?" gelak tawa Blaze pun terdengar dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Rencana mereka benar-benar sukses. 

"Ekspresi kalian mirip sama Kak Hali deh waktu di kagetin sama balon, kan Kak Upan? Kak Blaze?" gumam Thorn yang juga terkekeh melihat reaksi mereka berenam. 

"Ya ampun, kukira ada orang yang ngelempar granat kesini. Hampir aja refleks nonjok," ucap Gentar menimpali. 

"Jadi, kalian bohong?" Supra yang merasa sebagai korban kejahilan mereka bertiga pun akhirnya menyela, melemparkan tatapan kesal. Supra sangat tidak suka jika dibohongi. 

"Kita nggak bohong kok, memang tadi beneran nyasar ke kuburan cuma pada akhirnya kita bisa nemuin alamat rumah kalian. Tadi nanya ke ojek di pangkalan depan gang," jawab Taufan. 

"Oalah, ya sudah Kak Upan, Kak Blaze, Kak Thorn, silakan masuk dan beristirahat dulu di sini. Kalian pasti lelah kan waktu di perjalanan, anggap saja rumah sendiri dan maaf kalau di rumah belum ada makanan apa-apa. Glacier nggak tahu kalau kalian bakal mampir ke sini." 

"Ah santai, Glacier. Kak Upan, aku, dan Thorn ini bisa makan apa saja kok. Kebetulan sekali kalau kita ini termasuk omnivora, jadi makan apa saja tidak masalah sih buat kami. Kami sudah terbiasa makan sederhana." 

"Kak Hali, Kak Gempa, Kak Ice, dan Kak Solar nggak ikut mampir bareng kalian kah?" Sopan yang penasaran karena hanya trio perusuh saja yang mampir pun pada akhirnya memutuskan untuk bertanya. 

Taufan yang mendaratkan pantatnya di atas sofa pun membuang napas lelah, matanya menerawang jauh pada langit-langit rumah. "Kebetulan sekali mereka punya jadwal kegiatan di sekolah lain. Tujuan kami datang kemari kan karena mewakili sekolah Pulau Rintis untuk memperkenalkan nya ke sekolah kalian."

Blaze yang meneladani sikap Taufan pun mengangguk membenarkan, "kalian semua akan melanjutkan sekolah di Pulau Rintis kan? Kalau kalian bersekolah di sana, kalian bisa numpang hidup di rumah kami." 

"Haah, pasti akan sangat menyenangkan kalau kita bisa tinggal bersama." Thorn pun ikut menyambung ke dalam percakapan. 

Mereka berenam saling tatap, bingung akan menjawab apa. Pada akhirnya, mereka pun hanya bisa diam dan membungkam mulut mereka. 

Glacier bangkit, "aku akan membuat minuman. Kak Upan, Kak Blaze, dan Kak Thorn suka minuman apa?" 

"Ck, sudah di bilangin kalau kita ini omnivora, Glacier. Tapi, aku lebih suka jus jeruk sih, hehe." Di iringi oleh cengiran tak berdosa, Blaze yang menjawab. 

"Dih, ngelunjak." Cibir Frost Fire setengah julid. 

"Seadanya aja, Glac. Air putih juga nggak papa kok, tapi kalau aku bisa request sih mending es teh aja biar seger." 

"Thorn juga mau dong." 

"Haha, okey, Kak. Tunggu sebentar ya? Glacier buatin dulu," Glacier pun pamit undur diri. Pergi memasuki ruangan dapur yang ada di bagian belakang rumah. 

Setelah Glacier pergi, mendadak ruang tamu itu terasa lengang sekali. Mereka berlima memutuskan untuk diam, memikirkan sesuatu. Merasa ada yang tidak beres dengan tabiat yang di perlihatkan oleh Adik sepupunya, TTM pun saling beradu pandangan. Sepertinya suasana hati mereka sedang tidak baik-baik saja. 

Taufan berdeham seraya mencoba untuk mengusir kecanggungan yang terasa di antara mereka semua, tatapan Taufan secara bergantian terarah pada mereka semua. "Kalian lagi ada masalah kah? Tumben diem-dieman." 

"Hawa-hawanya lagi pada galau nih," Blaze menimpali. 

"Bukan galau sih sebenarnya, Kak. Lagi pula bukan masalah yang cukup serius sih," ungkap Gentar seadanya. Walau ekspresi yang di tampilkan di sekitar wajahnya sangat berbanding terbalik dengan apa yang dia ucapkan. 

"Ah masa? Beneran bukan masalah yang serius? Kalau ada Kak Hali di sini, pasti kalian langsung di maki sama dia. Kak Hali pasti bilang, nggak usah bohong. Dilihat dari mungka kalian aja udah keliatan masalahnya apa, masih aja bohong. Kalau ada masalah itu cerita, bukannya malah di pendem kayak harta karun karatan." Taufan pun berkata menggunakan intonasi suara yang sering di gunakan oleh Halilintar kalau sedang mengomel.

"Buset dah, nggak mungkin Kak Hali ngomong begitu, Kak Upan. Jahat amat." 

"Dih, itu mah masih mending, Gen. Biasanya Kak Hali mah lebih parah kalau terlanjur jengkel," ucap Blaze menambahkan. 

"Iya, Kak Hali kalau marah itu jahat mulutnya. Thorn juga sering di marahin sama Kak Hali."

"Tapi kalau ke Sori, Kak Hali baik kok."

"Dia baik karena kalian baru beberapa kali ketemu kan sama dia? Coba kalau tiap hari, beh emosinya langsung keliatan. Percaya deh sama kita yang sudah menjadi saksi bisu atas kekejaman Kak Hali dalam membanting adik-adiknya yang comel ini."

"Nah, sejuta." Sorak Blaze.

"Jadi, kalian ini lagi punya masalah apa?"

"Kita cuma lagi bingung mau nerusin ke mana sehabis lulus SMP, Kak. Kalau aku sih sebenarnya sudah memutuskan, tapi yang lainnya masih bingung katanya." Karena yang lainnya tak kunjung menjelaskan, Supra pun akhirnya angkat suara dalam mewakili perasaan mereka semua.

Taufan ber-oh ria ketika mendengar itu, perkara yang selalu menjadi pertanyaan ketika seseorang ingin melanjutkan kehidupan selepas lulus dari sekolah. Dia juga sempat merasakan hal yang sama sih sebelum memutuskan untuk mengikuti jejak sang Kakak.

"Oalah, masalah itu ya? Kalau bingung, kenapa nggak nyoba buat sekolah di desa? Mungkin, kalian membutuhkan suasana yang baru untuk melepaskan kejenuhan setelah menetap bertahun-tahun di kota."

"Nggak bisa Kak Upan, Ayah waktu itu pernah bilang kalau kita harus menetap di sini. Lagipula, Ayah nggak terlalu suka sama pedesaan." Sopan yang merasa tak setuju dengan pendapat itu akhirnya menyela.

Blaze mengernyit tak mengerti, "kenapa Om Thunder nggak suka pedesaan?"

"Nggak tahu juga sih, Ayah nggak pernah bilang tentang alasannya. Kan, Kak Frost?"

"Hm, betul tuh. Sebenarnya, kita juga ingin sekolah bareng di Pulau Rintis tapi Ayah nggak pernah ngizinin."

"Ya sudah kalau Om Thunder nggak ngebolehin kalian sekolah di Pulau Rintis, di Kota Hilir kan juga masih banyak sekolah populer lainnya. Kenapa kalian nggak memilih sekolah yang paling terkenal? Biasanya nih ya, sekolah terkenal itu bisa di jadikan referensi ketika kita kesulitan dalam memilih sekolah. Yang penting sih, kalian suka sama sekolah itu aja dan sesuai dengan hati nurani kalian."

Mendengar usulan yang di berikan oleh Taufan, Blaze, dan Thorn membuatkan mereka berlima sedikit merenung akan keraguan yang mengelilingi hati mereka.

Menggunakan hati nurani ya?

.
.
.

TBC.....

Hayoooo, disini ada yang masih bingung mau ngelanjutin sekolah di mana? Atau setelah lulus, mau jadi apa?

Inget kalimat ini baik-baik, apapun keputusan kalian dalam memilih sesuatu, itu adalah yang terbaik. Kalian cuma perlu yakin kalau jalan yang kalian pilih itu yang sesuai dengan apa yang hati kalian mau. Jadi, jangan bingung ya dalam memutuskan. Apalagi semua itu menyangkut tentang masa depan, jangan main-main dan tetap yakin!

DUA KEPRIBADIAN [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang