16°

9.8K 462 0
                                    

Dalam sehari, mungkin Samuel bisa menghabiskan dua bungkus rokok. Katanya, itu belum di level tertinggi. Dulu lebih parah dari ini. Bisa lebih dari tiga bungkus lebih dalam sehari.

Sebenarnya lelah menghadapi kebiasaan Samuel yang kurang baik. Ralat, tidak baik. Tapi Aya berusaha membuat lelaki itu menjadi lebih baik lagi.

Aya membuang seluruh puntung rokok di asbak ke tempat sampah, lalu membersihkan meja yang berada di balkon menggunakan kanebo dan cairan pembersih.

"Ay, gue mau ke basecamp," pamit Samuel, yang berdiri di belakang Aya.

Tanpa menoleh, ia menganggukkan kepala samar. "Eh, Kak. Tapi Rian udah selesai masa skors-nya, kan??"

Lelaki itu melangkah masuk ke dalam lagi, dan membiarkan Aya bertanya-tanya tentang Rian.

Mood-nya sedang kurang bagus. Apalagi mendengar nama lelaki lain dari mulut Aya.

Beberapa hari setelah kejadian Aya dihukum oleh Pak Hendra, beberapa temannya iri padanya.

Sebab, Aya sangat dekat dengan anak kesayangan guru di SMA Tunas Bangsa.
Memang Aya merasa sangat beruntung memiliki Samuel.

Di lain sisi, ia juga bertanya-tanya jika Samuel kuliah di luar negeri meninggalkannya sendirian di sini, dan harus bertarung melawan seluruh sikap guru di SMA Tunas Bangsa sendirian juga?

Membayangkannya saja membuat Aya menggeleng kepala tidak sanggup.

Ia kembali fokus pada pekerjaannya. Besok adalah hari Rabu. Di mana ia akan mengikuti kegiatan tambahan setelah sekolah. Yaitu melukis bersama Rian dan beberapa temannya.

Rian belum ada kabar sampai saat ini. Mungkin lelaki itu masih canggung untuk memberi kabar lebih dulu pada Aya akibat ulahnya yang mengakibatkan sampai di skors.

•••••

"Woii! Fokus brayy!" Dio menggebrak meja, membuat Rian, Davin, dan Samuel menoleh bersamaan.

Rian memukul kepala Dio yang berhasil membuatnya jantungan. "Sam, lo mending pisahin, nih, monyet."

Davin berdecak. "Lo berdua brisik banget satt!"

Samuel berdeham, membuat ketiga lelaki itu kembali fokus pada soalnya.

"Sepuluh menit lagi gue ke sini harus udah selesai," ucap Samuel, lalu membuka pintu keluar.

Ia mendudukkan tubuhnya di kursi depan rumah sederhana yang dipakai menjadi tempat mengajarnya. Mungkin ... rumah ini akan kosong jika ia kuliah nanti.

Samuel merogoh saku, mengambil dompet yang jika dibuka, langsung menampilkan foto Mama dan Papanya. Di samping terdapat foto bersama ... Vania.

Ia langsung mengambil foto kecil itu, lalu mengusapnya pelan di bagian wajah Vania.

Berat sekali rasanya untuk melenyapkan seluruh kenangan bersama Vania.

Perempuan yang menjadi jalinan kasih cinta pertamanya sejak menduduki bangku SMP, sampai hampir lulus SMA.

Dering ponselnya berbunyi. Menampilkan nama Aya di sana. "Hm, ada apa?"

"Kamu lagi sibuk gak, Kak?"

"Mau nitip apa?"

Samuel sampai hafal jika Aya bertanya seperti itu. Yang ditanya justru meringis kecil, sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

MOST WANTED [END] Where stories live. Discover now