Senja Di Ujung Waktu

1 0 0
                                    

***

"Mau sampai kapan kamu tidur terus? Cepat bangun! Gak mau sholat apa?"

Gedoran pintu yang tiap bunyinya semakin kencang menusuk telinga Senja. Bunyi suara itu pun sangat tidak sopan melewati pendengarannya. Sungguh pagi yang panjang.

"Apa sih, Mak? Iya aku sholat, udah bangun ini," ucap Senja sembari mengucek mata. Lalu membuka pintu. "Awas Mak, aku mau ambil wudu." Ia keluar meninggalkan Mamak.

Selepas sholat shubuh sudah Senja tunaikan, segera ia menghampiri motor dan menghidupkannya. Mereka harus segera ke pasar, supaya tidak ketinggalan membeli ayam. Oh iya, Senja sekarang ikut mamaknya membuka usaha. Usaha yang sudah berjalan selama dua tahun ini. Tetapi orang malah menganggapnya pengangguran. Padahal, Senja juga sedang bekerja. Membuka usaha tempat makan.

"Adit! Adit! Kamu gak sekolah kah?"

Teriakan itu menginterupsinya, pasti itu teriakan Uwak Erni. Memanggil Adit buat sekolah. Uwak yang selalu mengantar Adit dan sudah menjadi aktivitasnya memanggil Adit.

"Belum keluar ya Wak?" tanya Senja.

"Belum."

Mamak mendekat dan mampir ke rumah Adit. "Dit, Uwak udah manggil nih." Kemudian Mamak menghampiri Uwak Erni.

"Nenek gak ke sini lagi?" kata Mamak.

"Gak, sakit hati Nenek sama anaknya. Lagian itu bukan salah Nenek, dasar anaknya aja yang kurang ajar sama orang tuanya," jelas Uwak Erni sambil memandangku. "Oh iya Ja, Uwak ada omongan dari Satria buatmu. Tapi nanti aja, gak enak ada Mamakmu," tambahnya.

Senja mengernyit, tumben sekali Uwak Erni mau bicara dengannya. Mana mamak gak dibolehin buat tahu.

Jalan besar ramai, mobil dan motor sibuk berlalu-lalang. Berebut siapa yang harus duluan melaju. Senja fokus mengendarai motornya. Takut salah-salah bisa oleng dan mereka terjatuh. Karena ini terlalu mengerikan.

"Ja, kalo cowoknya jomblo trus kerja di perusahaan. Gak apa tuh Ja, jadiin aja."

Konsentrasi Senja seketika pecah, karena hal yang dikatakan Mamak. Otaknya mencerna omongan itu dan, "Apaan? Siapa yang mau nikah? Aku tuh masih mau sendiri, loh," cetus Senja.

"Ya, gak apa tapi kan kalo cowoknya jomblo gak apa."

Ia menggeleng cepat. "Oh ini, maksud omongan Uwak Erni. Aku belum mau nikah. Kenapa juga sibuk menjodoh-jodohkan orang? Anaknya aja yang dijodohin, jangan aku!"

"Tapi kan Ja?"

"Apa lagi sih Mak? Senja ada orang yang disukain. Kalo Mamak mau, Mamak aja yang nikah lagi. Gak harus Senja!" jerit Senja pada Mamak. Dan ajaibnya percakapan itu terhenti.

Mereka berkendara dalam diam dan sudah kembali lagi ke rumah. Senja dengan segera meninggalkan Mamak. Mengadu pada adiknya, Rina.

"Parah Rin! Aku mau dijodohkan sama Uwak Erni! Gila aja!"

Rina menganga, "Serius kamu?"

"iya, dua rius malah. Lagian hobi bener ngejodohin orang. Waktu itu kamu kan? Sama duda juga anak satu," gerutu Senja.

Rina mengangguk. "Iya woy! Tapi gak aku hiraukan. Aku gak mau ketemu Uwak itu lagi. Anaknya ada kan? Nah, anaknya aja yang dijodohin! Jangan kita."

"Salsa masih kecil," sambung Mamak.

Senja mendelik, "Dih!"

"Kalo anaknya masih kecil, ya jangan jodohin anak orang lain!" Suara Rina meninggi. Ia masih tidak terima dengan perjodohan yang dilakukan Uwak Erni.

Rinai حيث تعيش القصص. اكتشف الآن