Bab 4 - Bukan Bocah

653 51 3
                                    

Panggilan teleponku yang kesepuluh akhirnya dijawab. Aku menarik napas, berusaha mencari-cari sisa sabar.

"Kamu di mana?" tanyaku pada lelaki di seberang sana.

"Dengan Vista."

"Dengar. Ini udah sebulan dari terakhir aku ngaku kalau kita pacaran. Dan ayah curiga karena kita enggak pernah kencan."

"Lalu?"

Aku mendelik ke arah ponsel. Suara apa itu tadi? Elard sedang melakukan apa? Kenapa suara napasnya begitu? Mirip orang terengah-engah. 

"Kamu lagi ngapain, Om?"

Kali ini telingaku mendengar suara orang mendesah. Sial. Kuakhiri sambungan itu sepihak.

Gila. Siang bolong begini, dia malah bercinta. Eh, lumrah, sih. Kan ini weekend.

Menunggu setengah jam, aku kembali menghubungi Elard. "Kita harus pergi malam ini," kataku langsung ke inti.

"Saya gak bisa. Saya sedang bersama Vista."

"Harus. Kalau enggak, Ayah bakal makin curiga. Enggak perlu repot. Kamu nanti jemput aku, bilang kita mau ke bioskop. Antar aku ke sana, nanti aku telepon pas mau pulang."

Dia terdengar menghela napas. "Oke," putus lelaki itu pada akhirnya.

"Jemput aku sekarang." Kuputus sambungan.

Duduk bersandar di kepala ranjang, aku termenung. Mendadak penasaran dengan hubungan Elard dengan Vista.

Kalau Elard memang mencintai Vista, kalau hubungan mereka sudah sejauh ini--bisa tidur bersama kapan saja-- lalu apa alasan lelaki itu tak segera menikah? Mempublikasikan hubungan mereka saja, Elard tidak.

Kan aku bingung. Walau tahu ini bukan urusanku. Namun, tetap saja. Penasaran. Kepo.

Menelan rasa penasaran itu, aku bangkit. Saatnya berangkat kencan. Pura-pura kencan.

***

Beres dari toilet, aku yang menyusul Elard ke tempat parkir bioskop menemukan pria itu sedang bercumbu dengan Vista. Lagi.

Seingatku, di dalam tadi mereka sudah melakukannya.

Sengaja tak melihat ke arah mereka, aku menghampiri dengan langkah ragu. Aku berjalan dengan posisi  membelangkangi mereka.

"Setelah ini kalian ke mana?" tanyaku saat merasa tak ada lagi suara desahan atau lumatan.

"Pulang," sahut Elard.

Mengusap tangkuk, aku membuat pengantar dengan permintaan maaf. "Kalau aku pulang sekarang, Ayah pasti banyak tanya. Jadi, ka--"

"Kamu bicara dengan siapa, Bocah? Sopan sedikit."

Teguran Elard membuatku akhirnya berbalik. Kulempar tatapan sungkan pada Vista. Perempuan membalas dengan senyum canggung.

"Aku janji enggak akan ganggu. Aku cuma perlu berada di tempat yang sama dengan Elard, sampai jam sebelas."

Awalnya tak yakin permintaanku akan disetujui, ternyata Elard mengangguk. Kami pun berangkat menuju apartemen pria itu.

Aku duduk di belakang, sedangkan Vista di samping Elard. Dalam perjalanan, beberapa kali aku mendapati tangan Elard mengelus paha Vista yang hari itu mengenakan celana super pendek.

Jadi, begini gaya pacaran om-om satu ini?

Ada lampu merah, Elard bergeser ke arah Vista dan mereka berciuman. Ada kemacetan, tiba-tiba saja kulihat Vista berpindah duduk ke pangkuan Elard.

I Love You, Om Pacar! Where stories live. Discover now