19 || Permintaan Terakhir

50 9 0
                                    

Ibu Peri itu terkejut. Ia mengatupkan mulutnya dengan kedua tangan dan memandangku tidak percaya. Mungkin, mungkin ya, aku adalah orang pertama sepanjang ia bekerja yang berharap demikian. Aku adalah anomali karena meminta hal-hal di luar nalar.

Namun, karena ia-Ibu Peri-adalah seseorang yang bekerja dengan profesional, maka apapun permintaannya (seperti katanya pada kali pertama kami bertemu) akan dikabulkan. Termasuk permintaan yang satu ini.

Aku berharap ingatanku dihapus. Ingatan soal Aldo, Nadin, dan semua kebencian mendalam yang kurasakan ... aku berharap mereka semua lenyap saja. Karena kupikir, akan lebih baik ketika aku melupakannya. Dan ketika ia juga melupakanku. Aku mengharapkan dua hal tersebut agar tidak ada satupun dari kami yang tetap terhubung. Aku mau putus baik-baik. Dan kurasa, ini satu-satunya cara putus dengan baik itu ada, bukankah begitu?

Tanpa rasa sakit, tanpa rasa dendam, dan semua akan berjalan begitu saja seperti semestinya. Semua akan baik-baik saja. Aku akan mengejar mimpiku sendiri, dan kubiarkan ia mengejar Nadin semaunya.

Tidak banyak yang bisa kita lakukan jika ia saja sudah tidak mau melihatmu lagi. Aku tidak bisa berbuat apapun ketika Aldo saja sudah tidak menganggapku ada.

Makanya, ini akan menjadi keputusan terbaik dari permasalahan kami. Jika saling lupa adalah jalan keluar, maka aku akan membuatnya demikian.

"Kamu yakin?" Ibu Peri itu sudah mengambil tongkat mungilnya hanya dengan sebuah jentikan jari. Kini, ia bertanya kembali sebelum tongkatnya benar-benar diayunkan.

Aku memandang tongkat sihir itu sembari mengukuhkan hati. Semua akan baik-baik saja, Viana. Ini akan jauh lebih baik.

"Yakin," jawabku teguh prinsip.

Jadi selanjutnya, tongkat itu terayun ke arahku dibarengi suara gemericik lonceng kecil.

"Permintaanmu akan terkabul begitu kamu bangun dari tidur," kata Ibu Peri itu sembari membentuk senyum hangat yang jarang ditunjukkan. "Selamat tinggal Viana, itu pilihan yang baik."

Aku membalas senyumnya, berusaha menahan air mata agar tidak mengalir di pipi.

Ya, ini harus menjadi akhir yang baik. []

To the People I Hate ✓Where stories live. Discover now