Bab 01. Namanya Adam

92 10 8
                                    

Disclaimer:

-Cerita ini hanya fiktif belaka. Bagi kalian yang ingin mengoreksi, komen dan kritik tentang tokoh bentuk kalimat, tanda baca, sangat dipersilakan untuk menyampaikannya di kolom komentar dengan bahasa yang santun.

- Jangan menjadi silent reader.

-Vote dan Comment dari kalian sangatlah berarti untuk author, jadi jangan lupa dan malas, ya!

Happy Reading ....

Aku tidak pernah menyangka bahwa perasaan yang kubawa dari masa sekolah menengah pertama masih setia di dalam relung hatiku sampai saat ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku tidak pernah menyangka bahwa perasaan yang kubawa dari masa sekolah menengah pertama masih setia di dalam relung hatiku sampai saat ini. Perasaan yang aku pikir hanya sementara, tapi ternyata malah menggiringku ke level tertinggi mencintai.

Aku memang tidak pernah sekalipun mengungkapkan isi hati kepada sang belahan jiwa. Bagiku, melihat ia tetap hidup bahagia rasanya sudah cukup. Sangat klise memang, tapi begitulah kenyataannya. Cinta bisa mengalahkan segala logika. Hal itu terbukti karena saat ini aku masih melihatnya dengan gelak tawa yang menghiasi wajah indah itu. Apa yang lebih menyenangkan daripada melihat senyum seorang yang sangat dicintai?

Hatiku berdegup tidak karuan di kala kami berpapasan. Harum semerbak tubuhnya selalu saja membuatku lupa bahwa saat ini aku masih hidup di alam dunia. Aku mengira bahwa dia adalah salah satu dari banyaknya penduduk surga yang diturunkan Tuhan ke bumi. Dialah salah satu keturunan manusia pertama yang tersebar di seluruh penjuru dunia, dan betapa beruntungnya aku karena dia ada di sekitarku sejak bertahun-tahun lalu. Namanya Adam Ali Alfarizy atau akrab dipanggil Adam.

Enam tahun berlalu sejak kami saling mengenal. Hanya sebatas teman, tidak lebih. Adam lebih memilih bermain dengan teman lelakinya, karena memang itu yang dilakukan kebanyakan lelaki. Seperti sekarang ini, lelaki itu tengah asik mengobrol sembari menampilkan gelak tawa yang berhasil membuat degup jantungku semakin bertalu-talu.

"Kalau bukan gue yang lihat lo senyum-senyum sendiri, lo udah dibilang orang gila kali, Tha." Seseorang yang baru saja tiba di sisi kananku langsung berceloteh. Itu adalah Dian, teman akrabku selama beberapa semester ini.

Dian mengikuti arah pandangku ke arah kumpulan beberapa pemuda yang sedang berbincang-bincang. Dia sudah mengetahui apa objek yang aku lihat saat ini.

"Adam itu memang ganteng, kok. Wajar aja kalau lo sampai suka segininya," ucap Dian memberikan pendapat. Ya, memang harus akui bahwa ketampanan Adam tidak bisa dipungkiri. Pria itu memiliki struktur rahang yang sangat tegas, mata tajam seperti elang, serta tubuh yang proporsional. Tidak heran jika banyak dari kalangan wanita yang menaruh perasaan kepadanya, termasuk aku.

"Tapi, Tha, lo merasa, nggak, sih, kalau Adam itu kayak menyimpan sesuatu?" Pertanyaan yang Dian lontarkan sukses membuat aku mengerutkan dahi. Sejauh ini aku tidak pernah berpikir ke arah sana. Aku mengenal Adam sebagai pribadi yang suka menampilkan tawa di hadapan orang-orang yang dikenalnya.

Menjadi Dia (Lengkap)Where stories live. Discover now