Bagian tiga puluh enam

464 71 36
                                    

Selamat membaca💜
.
.
.
.
.

Udah baca sejauh ini tapi belum follow?
Hiks, jahadeu🤧

Btw, part ini ada anu-nya. Jadi boleh sekali untuk baper😌

"Tidak, Hajoon. Jangan katakan itu, kau bukan haram. Kau anaknya Ibu yang berharga."

Hajoon menggeleng kecewa. "Tapi dia bilang pada manajer Han bahwa kami hanya dua orang berbeda yang mirip karena riasan Horang Nuna, Bu ...." Seonmi terbelalak. Melotot tidak percaya ke arah Jimin dengan kilat amarah.

"Kau mengatakan itu, Jimin?"

Jimin kebingungan. Berkedip berkali-kali sebab merasa gugup, lalu mengulum bibirnya ke dalam mulut. Pria itu menyesalinya, sungguh! Jimin sama sekali tidak berniat menyembunyikan Hajoon. Sudah cukup Jimin menderita bertahun-tahun karena kehilangan Hajoon. Tidak lagi! Hanya saja ...

"Kenapa diam? Jadi benar?"

"B—bukan itu maksudku, Seonmi-ssi! Aku ... aku—"

"Kau memanggilku formal lagi?"

"Hei, kalian salah paham. Aku mengatakan itu karena terpaksa. Aku tidak malu mempunyai kalian, hanya saja .... Kupikir waktunya belum tepat." Jimin meremas surainya yang basah kuat-kuat. Tidak tahukah Seonmi perjuangan seorang Jimin untuk mempertahankan kewarasan saat mereka pergi meninggalkannya?

"Katakan padaku, di mana letak kesalahpahamannya? Sial! kau lelet sekali menjadi seorang ayah."

"Sekarang ayo ikut papa ke dalam, semua orang sudah tahu. Kau adalah anak papa satu-satunya, hm?"

Hajoon yang sebelumnya sesenggukan dalam pelukan sang ibu lantas terdiam. Beringsut pelan mengeluarkan wajahnya dari dalam sana, lalu menegakkan tubuh. Memandang Jimin yang tengah merentangkan tangannya lebar-lebar sembari dengan binar harapan. Melihat sang anak yang ragu-ragu, Jimin membenarkan pernyataannya dengan mengangguk tegas sebagai isyarat.

Sedetik kemudian Hajoon berhambur dalam pelukan Jimin. Wajahnya yang sempat basah karena air mata kini justru kembali dibasahi oleh rambut Jimin. Namun pria kecil itu tetap tersenyum bahagia. Tidak ada yang lebih ia inginkan daripada pengakuan.

Hajoon sudah memberikan banyak kode. Fakta bahwa Jimin terlalu tidak peka membuat bocah itu dibakar api kekesalan. Seharusnya Jimin langsung saja membawa Hajoon ke Seoul. Langsung menikahi ibunya dan memigrasikan marganya dengan marga Jimin. Tidak perlu bertele-tele.

"Aku ingin panggil 'ayah' saja."

Jimin mengangguk samar. "Panggil sesukamu. Papa, Ayah, Daddy ..., aku menyukainya. Kau adalah anakku."

"Kenapa lama sekali?" Pelukan mereka terurai, Jimin menatap lekat-lekat ke dalam mata bulat Hajoon dengan penuh sesal. Atmosfer hangat menyelimuti ketiganya. Abai akan tatapan beberapa orang yang menyaksikan drama keluarga tersebut, Jimin mengusap lembut pipi Hajoon untuk menghilangkan bulir air asin yanh membasahi pipi gembil tersebut.

"Maaf ... ayah minta maaf," lirihnya serak.

Seonmi yang masih duduk di bangku depan mereka ini turut terharu. Banyak sekali pikiran buruk yang bersemayam di kepalanya sedari tadi. Bagaimana jika Jimin kembali memepermainkannya? Bagaimana jika Hajoon tidak akan pernah memaafkan Jimin? Bagaimana jika kebahagiaan agung yang dari beberapa hari lalu ia bayangkan hanya ilusi semata?

Namun kini ia lega. Jimin memang jodohnya. Jimin memang belahan jiwanya. Sekarang Seonmi merasa sangat aman dan nyaman.

"Ganti bajumu, ayah ingin mengajakmu ke suatu tempat."

(Un)Forgotten Wedding [M]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang