Bagian tiga puluh sembilan [Finish]

488 44 11
                                    

Selamat membaca💜
.
.
.
.
.

"Aku tadi bertemu Namra."

"Di jalan?"

Seonmi melirik sekilas sebelum meneruskan kegiatannya melepas jaket tebal selutut berwarna cokelat terang yang ia kenakan. Satu-persatu anting yang menggantung di telinganya juga ia copot lalu ia simpan ke dalam sebuah kotak kecil berisikan segala macam perhiasan.

"Aku sempat berpikir mau belanja sendirian saja. Jadi mampir sebentar ke minimarket. Aku bertemu dengannya di sana. Dia sedang hamil besar."

"Terus? Kau sudah belanja?"

Lagi. Sebelum menjawab ketus, "Tidak! Itu akan membuatmu malas berakhir tidak mandi seharian penuh. Mandi cepat, dan antarkan aku belanja!" Seonmi kembali melirik Jimin melalui pantulan cermin dengan ekor matanya.

Ada hal kecil yang mengganjal dap benak perempuan itu. Tentu ia tidak menceritakan pertemuannya dengan Namra tanpa alasan. Adalah apa yang dipikirkan Jimin jika ia membahas tentang kehamilan? Jujur saja Seonmi merasa tidak enak pada suaminya perihal menghempaskan jauh-jauh keinginan Jimin untuk punya anak lagi.

Apa ia terlalu kejam?

Tidak. Jimin jauh lebih kejam jika terus memaksanya hamil. Akan tetapi saat pria itu mengubah raut wajah dari kilatan amarah menjadi wajah dengan penuh rasa bersalah juga berhasil membuat Seonmi sungkan.

"Kau tidak bertanya kabar Namra?"

"Untuk apa?" tanya Jimin kembali.

"Barangkali kau ingin bertemu."

"Kau ingin aku bertemu dengannya?" tanya Jimin lagi.

"Apa kau pernah bertemu dengannya sejak kembali beraktivitas seperti biasa?"

"Pernah."

Seonmi membalikkan badannya menghadap Jimin yang tengah menelentangkan tubuh di tengah ranjang. Sebelah alisnya terangkat.

"Berapa kali?" tanya Seonmi penuh selidik.

Mendengar nada bicara Seonmi yang sedikit sarkas, sedetik kemudian Jimin mengubah posisinya menjadi tengkurap. Menumpukan dagunya di atas guling, lalu memandangi Seonmi dengan mata bulat penuh binar.

"Kita tidak jadi belanja?"

"Kau belum menjawabku, Jimin!"

"Apa kau ingin kita bersantai saja di rumah dan berpelukan di bawah selimut ini sepanjang hari? Kau tidak lapar?"

"Kau bertemu Namra berdua saja?"

"Oh ... baiklah. Sepertinya kau tidak lapar."

Jimin bangkit dari tidurnya, turun dari ranjang dan menghampiri Seonmi yang masih bertahan dengan wajah masam.

"Tapi berbeda denganku. Aku lapar sekali sampai ingin memakanmu, kau tahu?"

Pria itu menunduk setelah berhasil menangkup kedua pipi sang istri. Menyambar belah bibir merah yang ... jujur saja, sudah membangunkannya dari tadi pagi.

Jimin bergerak terburu-buru. Seonmi sempat menancapkan kuku-kukunya di atas lengan kekar Jimin sebab merasa belum cukup siap. Pria Kang itu tidak memberikan jeda sama sekali. Bunyi kecipak dari mulut keduanya tak dapat dihentikan. Seonmi sampai mendongak dan tengkuknya merasa nyeri sekali sebab pergerakan Jimin yang sangat rakus.

"Emhhh, Jim ... in! Aku tidak bisa bernapas!"

Jimin melepaskan kinerja mulutnya dalam mulut Seonmi kemudian menarik wajah ke atas. Saliva mereka menciptakan seutas benang panjang sebelum akhirnya terputus. Oh ... istrinya itu terlihat sangat lezat bagai semangka merah yang nampak merekah segar. Menatapnya sayu seolah minta digagahi kasar. Setidaknya itulah yang ada dalam pandangan Jimin saat ini.

(Un)Forgotten Wedding [M]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang