Pagi Ngenes

64 5 0
                                    

🐳

Langit bersendawa setelah memakan bubur buatan dokter Rani. Ia mengulum senyum kecil ketika dokter cantik itu datang menghampirinya dengan membawa beberapa buah pisang. Tentu saja itu buah kesukaan Langit.

Dokter Rani mengambil mangkok kosong yang ada di atas nakas, lalu menggantinya dengan wadah pisang yang ia bawa. Terlihat jelas wajah Langit yang antusias saat melihat pisang ada di depannya.

"Pinter banget sih ngabisin buburnya." Puji dokter Rani seraya mengelus surai hitam milik Langit.

Namun hal itu tak mendapat reaksi apapun dari pria itu. Atensinya begitu fokus pada buah pisang yang ada di sana. Dan hal itu pun, sama sekali tak luput dari pandangan dokter Rani.

"Mau pisang?" Tanya wanita cantik itu.

Langit mengangguk, ia membuka tangannya seakan menyuruh dokter Rani memberikan pisang itu di telapak tangannya yang terbuka.

"Satu," Langit bergumam kecil. "Langit mau,"

Dengan senang hati dokter Rani mengambilkannya untuk Langit, menaruh di tangannya yang terbuka. Langit tersenyum lebar, dengan perlahan ia membuka kulit pisang itu lalu memberikannya kepada dokter Rani.

"Suka?" Tanya dokter Rani.

Langit mengangguk. "Alfi,"

"Hah?" Heran dokter Rani. "Maksud dokter pisangnya, Langit." Lanjutnya dengan kekehan di akhir.

Langit terdiam, ia mencerna apa maksud dari kalimat yang dokter Rani ucapkan. Hingga seperkian detik berikutnya, Langit kembali bicara. "Langit suka pisang Alfi."

Dokter Rani tertawa, ia tau maksud dari kalimat yang Langit ucapkan. "Langit suka pisang dan Alfi."

Langit ekolalia disela-sela ia mengunyah pisangnya. "Langit suka pisang dan Alfi."

Tak ada percakapan berarti antara keduanya, Langit sibuk memakan pisang yang ada di sana. Sementara dokter Rani hanya diam menyaksikan tingkah Langit yang sesekali terlihat lucu.

Hari ini dokter cantik itu tak pergi ke rumah sakit, ia mengambil cuti untuk menemani Langit. Setelah kejadian kemarin, dokter Rani kasihan dengan Alfi. Gadis itu pasti tengah mengurus masalahnya sendiri, tak enak jika terus meminta bantuan dia saat ia sendiri sedang ada masalah. Pikir dokter Rani.

🐳🐳🐳

Ivan sangat kesal. Sejak semalam, Alfi sama sekali tidak mengangkat atau membalas pesan darinya. Bahkan pagi ini, ia diusir mentah-mentah dari rumah gadis itu. Jika saja ada Dharma dan Marissa di sana, mungkin akan ada yang membela.

Sebuah ide terlintas di kepala Ivan. Pria itu merogoh ponsel dari saku celananya berniat menelpon Dharma, hanya pria paru baya itulah yang menjadi harapan terakhir untuknya agar hubungannya dengan Alfi bisa membaik lagi.

"Assalamualaikum ... Om." Sapa Ivan saat telponnya sudah tersambung.

"Waalaikummussalam, iya gimana Van? Tumben banget kamu nelpon," Jawab Dharma ramah.

Ivan tersenyum senang, sepertinya Alfi belum mengadukan kejadian kemarin. "Om sekarang dimana?"

"Biasa, di kantor. Emang kenapa?"

"Ivan mau bicara," Jujurnya.

"Soal apa? Alfi?" Tebak Dharma.

Ivan mengangguk seraya berkata. "Iya Om."

Hening, Dharma tak langsung menyahut. "Hubungan kalian baik-baik aja, kan?"

Suara Ivan dibuat serak, seolah ia habis menangis berniat mencari simpati. "Kita putus Om."

Kisah Dari Langit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang