11. | Semuanya Jelas |

15 2 0
                                    

"Totalnya jadi tiga belas ribu, Kak."

Kevia mengangsurkan selembar uang sepuluh ribu dan lima ribuan. "Ini, ya, uangnya. Kembaliannya buat kamu aja."

"Serius? Makasih banyak, Kak." Nania menerima uang dari Kevia dengan senyum lebar menghiasi bibirnya.

Kevia mengangguk sambil ikut tersenyum pada gadis penjaga koperasi tersebut. "Sama-sama. Duluan, ya, Nan."

"Oke, Kak."

Setelahnya, Kevia beranjak dengan membawa sebuah susu kotak rasa coklat, dua buah roti isi coklat, dan permen yang terbungkus kantong plastik bening. Koperasi yang baru saja ia kunjungi memang selain menjual alat tulis, mereka juga menjual jajanan ringan.

Istirahat kali ini Kevia malas berdesak-desakan di kantin. Maka dari itu, roti dan susu menjadi menu makan siang yang ia pilih hari ini. Kurang membuat kenyang seperti saat memakan bakso, soto, dan kawan-kawannya memang. Tapi setidaknya roti dan susu yang ia beli bisa mengganjal perutnya sampai nanti pulang sekolah.

Kevia berjalan dengan langkah ringan. Rencananya, ia akan makan di taman. Dita sendiri hari ini tidak berangkat karena sakit. Itulah mengapa Kevia malas ke kantin karena tidak ada teman.

Ia melewati koridor demi koridor yang sepi karena semuanya pasti sedang mengisi perutnya di kantin. Hanya ada sesekali murid yang melintas.

Saat melewati lapangan basket, tempat tersebut terlihat ramai. Kevia berhenti sejenak dan mengamati. Ah, rupanya ada murid laki-laki yang bermain.

Sementara, di pinggir lapangan ada banyak murid perempuan yang menonton. Mereka terus bersorak menyemangati para pemain.

Mata Kevia tak sengaja melihat Reynal yang menjadi salah satu pemain. Wajah santainya seketika berubah sinis.

"Pantes pada nonton, orang ada Reynal. Sok tebar banget pesona banget, sih!"

Entah untuk alasan apa, Kevia jadi sensi sendiri. Entahlah, di masa sekarang segala tentang Reynal selalu membuatnya tak suka. Mungkin itu karena ia masih sangat membenci cowok itu.

Merasa tak penting berlama-lama di sini, Kevia berniat melanjutkan langkahnya. Namun, baru berjalan satu langkah, sebuah teriakan entah dari siapa yang seolah ditujukan olehnya, membuat ia terkejut.

"Hei, awas!!!"

Dan sebelum menyadari apa yang terjadi, Kevia terbelalak melihat sebuah bola basket melayang ke arahnya. Tanpa sempat menghindar, Kevia refleks terhuyung ketika bola basket itu menghantam keningnya dengan keras. Ia sempat mendengar teriakan beberapa orang dan langkah kaki yang berjalan ke arahnya, sebelum semuanya gelap.

****

Kevia membuka matanya, lalu mengerjap beberapa kali saat cahaya yang ada membuatnya silau.

"Kevia, syukurlah lo udah sadar."

Suara itu membuat Kevia menoleh dan mendapati ada Reynal yang duduk di sampingnya. Lalu ia menatap sekeliling, rupanya dirinya sedang berada di UKS. Kevia memejamkan mata, mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi.

Namun, bukannya ingat, sakit kepala justru menderanya. Kevia mengerang, membuat Reynal bangkit dan memegang bahu gadis itu.

"Kev, lo kenapa? Biar gue panggilin dokter, ya?"

Kevia menggeleng. "Nggak usah, gue nggak papa," sahutnya, mencoba ketus meski suaranya lemah. Ia tak mau terlihat lemah di depan Reynal.

Selanjutnya, ia mencoba bangkit tapi langsung ambruk di detik berikutnya. Kepalanya benar-benar sakit.

Wrong ChanceWhere stories live. Discover now