wən

533 27 0
                                    

_____________________

Langit senja mulai tampak menggantikan teriknya sang surya yang telah bekerja hari itu. Warna jingga, merah, dan ungu yang berkolaborasi menjadikan langit tampil begitu indah di atas sana. Jalanan kota yang mulai gemerlap akan lampu-lampu kios dan sinar kendaraan menambah keindahannya.

Dari salah satu sudut keramaian, terlihat tiga pemuda berjalan beriringan dengan tas yang masih bertengger apik dibahu mereka masing-masing. Ketiganya tampak tertawa akan gurauan mereka. Entah apa yang mereka bicarakan, mereka terlihat senang.

"Apa kalian ingat bagaimana Pak Shin terjatuh tadi? Wajahnya benar-benar lucu," ucap salah satu pemuda yang tertua sembari merangkul kedua bahu temannya di kanan dan kirinya.

"Tentu saja, bagaimana bisa aku melupakannya. Aku tidak mengerti mengapa ia bisa terjatuh seperti itu. Bukankah lantainya terlihat baik-baik saja?" sahut pemuda berkelahiran bulan Desember itu.

"Ya! Kau pikir lantainya sakit?" sahut pemuda lainnya mengundang tawa.

Mereka terus berjalan menyusuri jalanan yang tak pernah sepi itu dengan pembahasan yang sama.

Masih memakai seragam sekolah mereka, diketahui ketiganya pulang sedikit lambat dari biasanya karena adanya jam tambahan. Mereka adalah siswa SMA tahun akhir.

Menghentikan langkah kakinya, ketiganya kompak berdiri di sisi jalan setelah melihat traffic light  yang mana tengah menampilkan warna merah untuk pejalan kaki pada tiang tinggi di sana. Bersama dengan pejalan kaki lainnya, ketiganya menunggu dengan sabar sembari menatap sekitar mereka.

Bahkan malam baru saja akan dimulai tetapi jalanan kota ini sudah tampak ramai. Terlihat dari kios yang mulai menampakkan bagaimana fisiknya, tak hanya kios malam tetapi kios yang memang buka kurang lebih dua puluh empat jam juga turut serta mewarnai keramaian malam itu.

Banyak kendaraan, khususnya mobil, berlalu-lalang di jalan kota itu. Berhenti, lalu kembali melaju. Lurus, lalu berbelok. Semuanya tampak rapi sampai suara memekakkan telinga terdengar di tengah kota itu.

BRAK!

Sesaat suara keras menggema memenuhi rungu semua orang di sana. Secara bersamaan menengok ke arah suara yang tak lain berasal dari perempatan jalan kota itu.

Tak jauh di depan mereka, sebuah mobil sedan hitam terhenti di tengah-tengah jalan empat arah itu setelah sebelumnya tertabrak truk yang memuat es batu di dalam kontainernya.

Semuanya kompak berfokus pada titik yang sama, termasuk ketiga pemuda SMA tadi yang tampak membeku di posisinya menyaksikan secara langsung kejadian mengejutkan itu di depan mereka.

Terlebih pemuda kelahiran bulan Desember itu, ia seolah tak dapat bergerak atau bahkan untuk sekedar mengeluarkan suaranya. Ia diam sampai rasa pening mulai menguasai kepalanya. Netranya bergerak tak tentu arah dan buram.

Sudah dua hari sejak kejadian sore itu terjadi, sejak itu pula Hong Jisoo, pemuda kelahiran bulan Desember, menjadi lebih banyak diam dan tidak fokus.

Hal itu tentu disadari oleh teman-temannya. Kedua pemuda yang lahir ditahun yang sama dengan Jisoo itu menyadari ketika mereka beberapa kali harus mengulangi suatu pertanyaan hanya untuk Jisoo.

Bagaimana Jisoo yang hanya merespon seadanya ketika mereka bergurau atau membicarakan sesuatu. Bahkan ketika di kelas ia terlihat tak benar-benar memperhatikan gurunya di depan.

ashən [completed]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora