Bab 17: The Confession

210 37 22
                                    

Polisi membawa Martha ke dalam ruangan lain. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Ketika pintu ditutup, ruang tertutup lagi, napas Martha mendadak sesak.

Tidak ... tidak ... . Ia ingin lari. Ruangan terkunci dengan tembok tinggi tanpa ventilasi membuat Martha panik.

Tenang ... tenang ... tell them the truth. I can go home. Martha menarik napas dan menghembuskannya pelan-pelan, berusaha ingat cara mengatur napas yang diajarkan di Birth preparation Class. Konsentrasi Martha terputus ketika petugas lain masuk dan menutup pintu dengan suara kencang.

Seorang polisi sibuk mengetik di laptopnya, sedangkan polisi lain mengawasi Martha bak singa yang siap menerkam. Martha meletakkan kedua tangannya yang diborgol ke atas meja. Matanya sakit, tetapi Martha sudah bertekad, ia akan menuntaskan ini.

Singapura bukan Indonesia. Di Singapura hukum ditegakkan. Menjual permen karet di Singapura saja bisa didenda, apalagi memalsukan dokumen negara?

Seorang polisi membacakan laporan dari Universitas yang mengatakan bahwa Martha memakai dokumen palsu ketika memasukkan aplikasi beasiswa. Beasiswa Martha dari pemerintah Singapura, beasiswa yang dibayar dari hasil pajak WN Singapura. Martha tahu ia dalam bahaya.

"Is that true?" tanya polisi itu tajam.

"Yes ..." jawab Martha lirih.

"What document?"

"My birth certificate."

Polisi tadi berhenti mengetik, ia melirik temannya.

"Anything else?" gertaknya galak.

Martha menggeleng. "That's all."

"TOEFL score, High school diploma? IELTS?" pancing si polisi tukang ketik.

"I only faked my birth certificate."

"Why on earth are there people who fake their birth certificate?" gumam si polisi tukang ketik. Ia terus bertanya apa yang Martha lakukan dengan akta lahirnya.

"I put my father's name inside," bisik Martha.

Polisi tukang ketik menggebrak meja. "Hei! Don't lie!"

Mengapa kebenaran ditentukan oleh berapa banyak orang yang melakukannya? Mengapa karena banyak orang memalsukan ijazah, maka hanya itu yang mungkin terjadi?

"My birth certificate ... " Paru-parunya megap-megap mencari udara. " I was ... I was born ... No, it was written ..." Kalimat Martha kacau balau. Kurang tidur, otot-otot tubuh yang nyeri, terangnya sinar lampu dan tawa para petugas yang meledek Linda 20 tahun yang lalu bercampur baur.

Sebelum polisi di hadapannya menggebrak meja lagi, buru-buru Martha mengangkat tangan. Meminta supaya ia diberi kesempatan untuk mengatur napas.

Martha memejamkan mata dan menjerit dalam hati.

Tenang! Tenang! Bahunya berguncang hebat. Tiba-tiba wajah Daniel dan Sari terlintas di benak Martha.

Aku harus pulang! Ia menarik napas panjang, menghembuskannya perlahan. Martha membuka mata dan menatap polisi tukang ketik tanpa berkedip.

" I was born out of wedlock. My father was stateless." Dada Martha kembali sesak tetapi ia memaksa dirinya menatap polisi di depannya tajam-tajam. "I tried to defend my birthright, to have my father's name written on my birth certificate."

Jika ini adegan film, mungkin ada suara biola menyayat hati mengiringi pengakuan Martha. Namun di dalam ruangan interogasi tanpa ventilasi yang terdengar hanya suara ketikan keyboard dan gumaman pelan polisi tukang ketik.

PERKUMPULAN ANAK LUAR NIKAHWhere stories live. Discover now