Aku dan Ayam

12 5 0
                                    

20 November 2022

Pentigraf

“Wen, kamu sebelah sana.” Aku meminta Weni, sepupuku yang berusia 12 tahun menyapu bagian selatan halaman rumah nenek ini. Kemarin sore aku begitu terkejut ketika sampai. Daun-daun kering yang berasal dari pohon rambutan tua memenuhi sebagian besar halaman. Rumput juga mulai tumbuh dengan liar. Rumah ini terlihat seperti sudah lama tidak di huni.

Nenek dan paman, adik bungsu mama sibuk menanam sayur di kebun belakang rumah. Mungkin itu sebabnya halaman depan jadi terbengkalai. Aku berinisiatif mengajak Weni untuk membersihkannya, meskipun masih lelah karena perjalanan dari luar kota kemarin. Rumah nenek yang memang menjadi tempat kami berkumpul saat lebaran, harus terlihat rapi dan bersih, pikirku.

Aku menoleh mendengar suara berisik Weni. Ia mengayunkan sapu lidi, berlari mengejar induk ayam yang mengacak sampah daun yang sudah dikumpulkan. Lalu aku kembali menunduk, mengayunkan sapu yang terbuat dari pelepah aren. Bisa aku rasakan keringat mengalir di punggung. Meskipun masih pagi, matahari sudah cukup terik. Apalagi dalam keadaan berpuasa seperti ini, lelah lebih cepat menghampiri. Aku menyeka pelipis dengan lengan baju, ketika Weni tiba-tiba lari terbirit sambil berteriak, “Mbak Sari, tolong! Aku dikejar ayam.”

Short Story' DwisurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang