Fire

350 27 0
                                    

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.






"Naren, udah lama ngga ketemu".
Senyuman manis gadis itu berikan pada Naren. Naren tidak membalas. Cowok itu hendak berlalu pergi sebelum gadis itu kembali menahannya.

"Tunggu dulu. Tangan kamu kenapa?"
Gadis itu berusaha memegang gips di tangan kanan Naren yang segera Naren tepis. Cowok itu menatap tajam pada gadis itu.

"Kamu masih marah ya? Aku minta maaf. Semua hal yang terjadi bukan kehendak aku. Aku minta maaf atas semua hal yang menimpa kamu".
Gadi itu menundukkan kepala. Rasa bersalah muncul lagi dalam diri Naren. Dia tetap saja tidak tega melihat gadis itu bersedih.

Melihat tidak ada respon dari Naren, gadis itu kembali tersenyum membuang rasa sedihnya. Dia mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya dan menyodorkan ponsel itu kehadapan Naren.

"Boleh aku minta nomor telepon kamu?".
Naren tidak menanggapi. Cowok itu terlihat sulit untuk berbicara dengan gadis di depannya itu.

"Tolong jangan berbicara dengan saya. Saya hanya orang asing di hidup kamu".
Perkataan Naren itu mampu membuat Sara, gadis yang sejak tadi berbicara pada Naren itu terdiam.

Setelah mengatakan itu, tanpa menunggu respon dari Sara, Naren pergi dari hadapan cewek itu. Dia keluar dari toilet dan akan kembali lagi menuju bioskop.

Selama perjalanan dia merasa ada yang berbeda. Hingga suara yang muncul membuat Naren terkejut bukan main.

Tringgg

Tringgg

Suara sirine itu adalah tanda adanya kebakaran di gedung tempat Naren berada. Beberapa orang mulai berlarian dan keluar dari bioskop. Bahkan ada yang sampai menyenggol tangan Naren hingga membuat Naren meringis merasakan sakit.

"Keluar, keluar!!"

"Asapnya makin banyak!"

Teriakan teriakan itu membuat Naren tersadar. Dia berjalan cepat untuk keluar dari gedung itu. Karena lift tidak bisa digunakan, jalur evakuasi beralih melewati tangga. Jumlah manusia yang terlalu banyak membuat tangga darurat semakin penuh.

Beberapa orang terdorong bahkan terjatuh karena berebut untuk keluar.

Bughh

Naren terdorong hingga tangan kanannya tanpa sengaja menabrak dinding pembatas. Sakitnya luar biasa. Naren merasa tulangnya patah kembali. Dia menghentikan sebentar langkahnya karena nyeri yang dia rasakan.

"Woii itu ada cewek di dalam bioskop kejebak. Gue ngga tau siapa!"
Ucap seseorang yang mengalihkan perhatian Naren.

"Tolong woii. Apinya makin gede".
Teriakan itu kembali terdengar di telinga Naren.

Naren berjalan mendekati cowok yang berteriak itu. Terlihat wajah panik dan keringat bercucuran di sekujur tubuhnya.

"Uhuuk dasar manusia. Kalo ada yang butuh pertolongan gini pada ngga mau bantu".
Cowok itu terbatuk karena asap yang semakin besar. Dia bahkan tertunduk karena semakin sulit bernapas.

Naren yang melihat itu mempercepat langkahnya. Perasaannya tidak nyaman seperti ada yang membuatnya khawatir.

"Di mana?!"
Pertanyaan yang langsung dilontarkan Naren membuat cowok itu terkejut. Dia segera menunjuk arah bioskop tempat di mana tadi Naren menonton film bersama.

Tanpa banyak kata, Naren segera berlari masuk ke dalam. Dia harus melawan asap yang semakin mengepul tidak terkendali.

"T-tolong".
Suara yang terdengar lirih itu membuat Naren segera berlari mencari sumbernya. Di sana terbaring lemah seorang perempuan yang Naren kenal. Naren segera menghampiri perempuan itu.

"Mbak Kila. Mbak!"
Teriaknya berusaha menyadarkan perempuan itu. Wajahnya pucat dan tubuhnya sudah dipenuhi keringat.

Naren menoleh ke sekitar dan melihat api menyebar ke seluruh bangku penonton. Dia harus bertindak cepat.

"Mbak, saya mohon tetap sadar. Kita harus keluar dari sini".
Shakila yang mendengar suara Naren segera membuka matanya. Dia berusaha bangkit tetapi sulit. Kakinya terkilir saat berusaha keluar dari sini.

"Uhuuk uhuuk".
Shakila semakin sulit untuk bernafas. Dia memegangi dadanya yang terasa sesak.

"Mbak naik ke punggung saya. Cepat mbak".
Naren membantu Shakila bangkit. Dia berusaha untuk menggendong perempuan itu meskipun terasa sangat sulit.

Shakila yang sudah tidak memiliki banyak tenaga segera mengikuti instruksi Naren. Dia tidak ingin berdebat dan malah membuat keduanya terjebak di sini.

"Pegangan ya mbak. Pegang erat bahu saya. Tetap sadar. Kita harus keluar dari sini".
Setelah merasa Shakila sudah menaiki punggungnya, Naren berusaha berdiri. Dia menahan badan Shakila yang berada di punggungnya menggunakan tangan kirinya.

Setelahnya keduanya berusaha keluar dari bioskop itu. Naren melihat bioskop itu yang sudah dilahap habis oleh api. Langkahnya semakin cepat. Tangan kirinya menahan tubuh Shakila sekuat tenaga. Dia harus bisa menyelamatkan Shakila.

"Uhuuk".
Beberapa kali suara batuk terdengar dari perempuan itu. Nafas Shakila pun membuat Naren merasa tidak tenang. Kepulan asap membuat pandangannya sulit. Akhirnya dia menemukan tangga dan segera turun dengan langkah pasti.

Bruuk

Keduanya terjatuh. Shakila tidak sanggup memegang bahu Naren dengan kuat.

"Sa-ya ngga ku-at Naren".
Ucap Shakila terputus putus. Sulit sekali rasanya bernafas. Dia merasa tercekik.

"Mbak tahan sebentar lagi. Kita harus keluar".
Naren kembali memposisikan Shakila di belakang punggungnya. Tubuh Shakila yang semakin lemas mmebuat Naren terpaksa melepas gendongan tangan kanannya. Dia butuh tangan kanannya untuk menopang tubuh Shakila. Dengan paksa Naren mengangkat Shakila dan meletakkan kedua tangan perempuan itu di bahunya.

Rasa nyeri menjalari tangan kanannya. Walaupun hanya menjaga agar tubuh Shakila tidak jatuh, tetap saja tangan kanannya belum sekuat itu.

"Mbak bertahan. Saya mohon. Dengar suara saya".
Naren segera menuruni tangga dengan cepat. Beberapa kali harus terhenti karena rasa sakit yang mendera, akhirnya mereka bisa keluar dari gedung itu.

Polisi dan pemadam kebakaran terlihat memenuhi bagian depan gedung. Melihat kehadiran keduanya, petugas kesehatan segera mengambil alih Shakila dan meletakkan nya di brangkar. Naren yang ingin mengikuti perempuan itu harus tertahan karena seseorang tidak sengaja menyenggolnya.

"Shakila!! Hei wake up!"
Laki-laki itu tampak sangat khawatir dengan keadaan Shakila. Naren segera menyingkir. Dia berjalan pergi menjauh dari keramaian.

"Uhuuk".
Beberapa kali Naren terbatuk merasakan sesak di dadanya. Dia menatap tangannya yang seperti mati rasa. Kemudian pandangannya tertuju pada kedua orang yang selalu ada saat dia membutuhkan.

"Lo gila ya! Kenapa nekat nolongin Kak Sha!"
Ucap Erlan terlihat marah. Sedangkan Dante segera mengecek tangan temannya itu.

"Ini bisa makin parah Ren. Kita ke rumah sakit sekarang".
Dante menarik tangan kiri Naren tetapi cowok itu menolak.

"Saya ngga papa kok".

"Kalo Lo mati baru ngomong ngga papa!"
Teriak Erlan menarik paksa Naren.

°°°°

Bagian 19

Baiknya Naren itu udah di level nyakitin diri sendiri. Jadi setelah ini kalo Naren makin bego ya harap sabar.

Happy Reading

Ziii

Falling Into You [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora