Strength II

733 121 19
                                    

~Happy Reading~

***

Hari-hari berikutnya, Jeongguk memang pulang ke apartemen yang ditempati olehnya bersama Jimin. Tapi dia mengabaikan pria manis itu, tidak sekalipun dia membuka suara untuk Jimin.

Sementara itu, pria kecil yang malang tidak berhenti berusaha menarik hati Jeongguk. Dia selalu membuatkan Jeongguk makan malam yang selalu diabaikan tanpa disentuh sedikitpun, begitu juga saat sarapan. Jimin menyiapkan pakaian untuk Jeongguk hanya untuk pakaian pilihannya dibuang di keranjang pakaian kotor.

Jimin tidak lelah berusaha membuat percakapan dengan suaminya, tapi selalu diabaikan.

'Jeongguk, kamu harus bersama Jimin setidaknya selama satu bulan. Jangan beraninya kau meninggalkan Jimin sendirian selain di hari kerjamu atau namamu akan kucoret dari surat warisan,' Jeongguk berteriak kesal setiap dia mengingat perkataan ayahnya yang sedari awal tidak menyukai istri pertamanya, Kwon Aera. Dia tidak mengerti kenapa ayahnya membenci wanita yang dia cintai, Aera merupakan wanita baik, juga asal-usulnya jelas meski bukan dari keluarga terpandang tapi masih bisa dikatakan keluarga kaya.

Jeongguk sekali lagi mengabaikan Jimin saat pria itu berlari menuju toilet, dia berlalu keluar dari apartemen untuk pergi ke kantornya. Dia membuka ponselnya saat benda itu bergetar, dia mendapatkan pesan dari istri pertamanya yang membuatnya kepalang bahagia.

'Sayang, aku hamil!' Jeongguk bahagia, dia ingin berlari ke rumahnya tapi lagi dan lagi, dia tidak diijinkan pergi selain ke kantornya. Ayahnya pasti saat ini menyuruh orang untuk mengawasinya, dia tidak bisa mengambil resiko kehilangan warisannya jadi dia menahan diri. Setidaknya suasana hatinya sedang baik saat ini.

Jeongguk mengerjakan berkas di mejanya dengan sedikit senyuman, yang membuat sekretarisnya kebingungan. Ada apa gerangan yang membuat atasannya merasa senang setelah beberapa hari dalam suasana hati yang buruk? Yah, dia tidak peduli. Yang terpenting berkas-berkas itu selesai jadi dia bisa pulang lebih awal.

Sementara itu dengan Jimin, pria itu tampak berjalan terhuyung-huyung menuju kamarnya. Kepalanya terasa berputar setelah dia menghabiskan beberapa waktu di toilet, membuang semua isi perutnya yang bahkan belum dia isi sejak kemarin, hanya air yang keluar.

Jimin menatap pantulan dirinya di cermin, sangat pucat dan tidak ada tanda kehidupan yang layak. Jimin menghela nafas lelah, dia mungkin membutuhkan istirahat.

Jimin membaringkan tubuhnya di ranjang kecilnya, perutnya masih sedikit mual tapi dia masih bisa menahannya. Sudah tiga minggu sejak dia resmi menyandang marga Jeon, tapi Jeongguk sama sekali tidak menunjukan bahwa dia mulai menerima kehadirannya. Bahkan sikap Jeongguk semakin kasar dari hari ke hari.

Dia mengelus pipinya yang sedikit memar, hasil dari tamparan Jeongguk karena memasuki ruang kerjanya tanpa ijin. Dia hanya ingin memberikan secangkir kopi untuk Jeongguk yang sibuk bekerja bahkan di hari libur, tapi dia mendapatkan tamparan karena memasuki 'kawasan' pria itu, secangkir kopi panas juga sedikit melukai kulit perutnya yang masih sedikit memerah dan perih.

Jimin tidak menyadari air mata yang mengalir dari sudut matanya, dia menggigit bibir bawahnya mengingat tidak ada satu hal baik yang dilakukan Jeongguk padanya.

Dia ingin pergi, tapi kemana dia akan pergi? Dia tidak memiliki rumah, dia tidak memiliki kerabat atau teman, dia tidak memiliki uang untuk bertahan hidup. Alih-alih keluar dari siksaan Jeongguk, dia yakin akan berakhir di tempat pelacuran. Jadi, dia menguatkan diri untuk tetap bersama Jeongguk sekalipun dia merasa sakit. Setidaknya disini dia tidak akan disentuh orang lain selain Jeongguk, itu lebih baik, kan?

KookMin Story [Requested]Where stories live. Discover now