Part 23: What Supposed To Be

499 67 46
                                    

"Hah?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hah?"

Emerald mengernyit, melihat tenda hajatan di depannya. Bersamaan dengan kernyitan kasarnya, Sergio menoleh. "Ayo turun."

Perempuan itu agak ragu saat Sergio membuka seatbelt, tapi karena sudah terlanjur ikut, dia jadi membuka seatbelt juga.

Tadi pagi, dadakan sekali, Sergio menghubunginya untuk partner kondangan, setelah tiga hari berturut-turut laki-laki itu mendiamkannya di rumah sakit.

Hanya karena dia tidak masuk satu minggu awal untuk bekerja. Padahal Sergio nggak tahu apa yang terjadi dengannya, dengan keluarganya.

Yah, well... itu rahasia sebenarnya.

Minggu lalu, saat ia harusnya masuk, kakak keduanya menelepon, mengajaknya pergi ke Birmingham, ke rumah sepupunya di sana. Kakaknya terbukti HIV setelah got tested di salah satu rumah sakit di Jakarta, sengaja tidak test di Georival karena pasti akan menimbulkan masalah. Padahal Kakaknya hanya bercinta dengan satu pria, suaminya. Bisa-bisanya dia HIV? Kakaknya juga nggak pernah donor darah, menjaga kebersihan karena menyalami orangpun dia memakai sarung tangan (sungguh, banyak sekali koleksi sarungtangan kakaknya, nyaris mengalahkan Kate Middleton mungkin).

Kalau kakaknya sudah menjaga sedemikian rupa seperti itu. Pasti dari suaminya lah yang membuatnya terkena penyakit menjijikkan itu.

Makanya, Emerald membantu kakaknya kabur, dengan ikut pergi ke Birmingham diam-diam.

Tahu fakta apa yang membuat Emerald mau membantu kakaknya pergi? Karena kakaknya sedang hamil 2 bulan saat mengetahui bahwa dia HIV. Entah janin yang dikandungnya itu positif juga atau tidak, yang jelas kakak perempuannya memilih Birmingham sebagai tempat dia aborsi. Case closed.

"Disuruh turun malah ngelamun."

Sergio sudah membuka pintu di sampingnya, menunggunya turun. Emerald melihat pijakannya di bawah kaki, becek. Ya Tuhan!

"Kalau tahu kondangan di tempat kayak gini, mending lo nggak usah ajak gue," ketusnya. "Ngapain sih lo dateng ke hajatan mereka gini. Bokap lo juga gue yakin nggak akan pernah sudi dateng ke tempat kayak gini."

"Ya gue bukan bokap gue." Sergio hanya memutar bola mata malas. Yakali dia mau disamakan dengan iblis macam Ari Sanjaya? "Cepet loncat aja, i got your back. Nggak usah bawel."

Emerald pasrah, menurut. Akhirnya mereka meninggalkan Minicooper Sergio di lapangan parkir (lapangan bola yang dijadikan lapangan parkir oleh yang punya hajat). Sontak, ketika ia melihat sekeliling, hanya ada motor dan beberapa mobil, membuat mobil Sergio dan dandanan mereka berdua jadi pusat perhatian.

Seperti pakai kostum aneh, padahal ya mereka pakai kostum proper untuk acara. Sergio pakai tuxedo rapi berwarna merah maroon dan dia mengenakan gaun sparkling sequin Sapphira berwarna pink, keluaran A&N.

Emerald baru sadar kebanyakan dari tamu undangan memakai kebaya untuk perempuan atau pakai batik untuk lelaki.

This shit never happened to her life. 24 tahun dia hidup, dia nggak pernah merasa sesalah kostum ini. Emerald menunduk, melihat sepatu Christian Louboutin milik Sergio agak kotor. Lapangan becek tersangkanya. Terang saja, high heelsnya juga kotor.

ForecastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang