Four

61 8 3
                                    

Hari menjelang siang saat Zitao naik ke atas pohon paling tinggi yang ia temukan di sekitar kastil. Dia melakukannya dengan mudah, bahkan dalam sekejap mata ia sudah berada di atas sebuah ranting besar dan duduk di sana dengan kaki menjuntai ke bawah.

Semilir angin menyapa wajahnya dan bermain dengan helai rambutnya. Zitao tertawa kecil, sesekali ia harus menyingkirkan rambutnya yang mendarat di wajahnya, dan ia berkata diantara suara tawanya yang berderai lembut.

"Oke oke, aku mengerti kalau kalian merindukanku" Ia tertawa lagi. Angin dan pohon tempatnya duduk sedang bicara padanya, menyapa dengan suka cita dan beberapa burung kecil yang terbang mendarat di dahan-dahan pohon itu.

Zitao mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar cerita burung-burung kecil itu, dan beberapa detik kemudian ia tampak terkejut. Ia pun mendongakkan kepala, mencoba mencari sesuatu pada dahan-dahan yang lebih tinggi, hingga ia menemukan sebuah sarang burung.

Dengan hati-hati ia bangkit berdiri, berpegangan dari satu dahan ke dahan lain, Zitao mulai memanjat dengan sangat lihai. Setelah ia berada di dahan yang sama dengan sarang burung itu, ia menemukan seekor bayi burung yang kedua matanya belum terbuka.

"Oh, anak malang. Dimana ibumu, hm?" Suaranya begitu manis, sembari meraih bayi burung tersebut dan meletakkannya di atas telapak tangannya.

Bayi burung itu menangis, mengeluarkan suara seperti cicitan yang bernada tinggi. Ekspresi Zitao seketika berubah sedih.

"Sepertinya ibumu di luar sana sedang mengalami kesulitan. Bagaimana kalau kau ikut denganku agar aku bisa merawatmu?" Bibirnya kini tersenyum kecil mendengar suara bayi burung itu lagi.

Zitao pun dengan hati-hati meletakkan bayi burung itu di saku bajunya, lalu bergerak turun dengan hati-hati. Dirinya harus segera kembali ke kastil untuk merawat bayi burung tersebut dengan segera karena kondisinya yang sangat lemah.

Begitu kedua kakinya kembali menginjak tanah dengan suara debuman kecil, Zitao dikejutkan dengan suara seseorang yang berada tidak jauh dari pohon tersebut.

Jongdae memegangi dadanya dengan ekspresi terkejut. Zitao menyeringai, memberikan tatapan permintaan maaf.

"Zitao? Apa yang kau lakukan di sini?" Jongdae tampak bingung.

"Ah, tadi aku sedang bersantai di atas pohon, dan aku menemukan seekor bayi burung yang membutuhkan pertolongan. Lihat" Zitao mengikis jarak diantara mereka, dan membuka saku pakaiannya untuk menunjukkan bayi burung itu pada Jongdae.

"Kau akan merawatnya?"

Zitao mengangguk. "Dia tidak akan bertahan seorang diri di atas sana"

Muncul kerutan di dahi Jongdae ketika pria itu menengadah untuk melihat bagian atas pohon yang dimaksud Zitao, kemudian ia menatap tak percaya nymph di hadapannya.

"Kau memanjat pohon ini?" Jongdae mengarahkan jari telunjuknya pada pohon yang dimaksut.

Zitao sempat menoleh pada pohon itu sebelum akhirnya mengangguk kecil. "Uh-uh"

"Bagaimana caramu memanjat pohon setinggi ini?"

Zitao menyeringai geli melihat ekspresi Jongdae. "I'm nymph afterall. Kau sendiri apa yang kau lakukan di sini?"

Jongdae menunjukkan keranjang rotan yang ia bawa. "Aku membantu Xiumin mencari beberapa tanaman obat" keranjang itu memang terisi dengan beberagai daun dari berbagai jenis tanaman.

"Xiumin?" Dahi Zitao berkerut samar. Jongdae mengangguk.

"Dia tabib istana, kau belum pernah bertemu dengannya karena dia tidak pernah meninggalkan ruang kerjanya. Dia jarang sekali keluar dari ruangannya"

DEMIGOD AND THE NYMPHWhere stories live. Discover now