44. Pingitan

54 6 3
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

"Zach, kita mau kemana sebenarnya? Kenapa ke bandara?" tanya Zani dengan nada tak percaya. Dia lupa kalo Zach itu memiliki banyak ide gila, bahkan apapun bisa dia lakukan tanpa sepengetahuan Zani.

"Let's Go to Bali Zani. Aku jamin Mama gak bisa ganggu kita. Just two of Us Honey."ujar Zach dengan senyum lebar di wajahnya.

"Zach, are you Crazy? Kita Cuma mau menghabiskan waktu seharian loh, kenapa harus ke Bali sih. Buang-buang duit aja kamu tuh. apalagi kita gak persiapan apapun. Aku gak mau Zach." Zani memasang wajah marahnya lalu dia berbalik menjauh dari Zach.

"Ya gimana dong, ini udah aku beli Zani. Mubadzir nanti." Ujar Zach bersikeras mengajak Zani. Dia harus berlari kecil untuk mengikuti langkah Zani yang cepat.

Zach pikir Zani akan senang dengan rencananya tetapi ternyata semuanya tak seperti yang ia bayangkan. Perempuan itu malah marah kepadanya. Dia sendiri tak tahu dimana letak kesalahannya itu.

"Zan, please stop. Kita bicara dulu." Ujar Zach lalu menahan tangan Zani.

Perempuan itupun berhenti di tempatnya. Dia sadar bahwa tak seharusnya dia tak bersikap seperti itu.

"Zan, niat aku Cuma ingin quality time bareng kamu. Udah lama kita gak ketemu. I miss u a lot. Maaf kalo cara aku ini bikin kamu kesal, atau kamu gak suka." Ujar Zach tulus. dia menggenggam tangan Zani agar perempuan itu tak kabur lagi.

"Maaf Zach, bukannya aku tak menghargai usaha kamu ini. tapi,aku pikir kita gak perlu sampai ke Bali hanya untuk seharian ini. aku gak masalah kita menghabiskan waktu Cuma di Kafe, di taman atau di bioskop, yang terpenting kita menikmati waktu kita bersama." Ujar Zani dengan nada lembutnya. Mereka memulai komunikasi dengan baik kembali setelah pertikaian kecil tadi.

"I just try to make you happy Zan, I'll treat you as good as I can."

"I know Zach. tapi perlu kamu tahu Zach kalau kebahagiaanku itu tak perlu dicari jauh, dia ada disini." ujar Zani sembari menunjuk Zach. sontak saja lelaki itu tersipu malu. Zach tiba-tiba jatuh terududuk ke lantai membuat Zani terkejut.

"Zach, kamu kenapa?" tanya Zani panik, apalagi mereka sedang berada di keramaian.

"Kalau zaman sekarang ini namanya mleyot Zan, kata-kata kamu bikin aku mleyot kek gini." Ujar Zach dengan senyum jahil di wajahnya. Sontak saja Zani tertawa kecil mendengar ucapan lelaki itu. dia langsung menarik tangan Zach agar kembali berdiri. Dia sudah malu diperhatikan banyak orang.

"Udah ah kita nonton aja atau ke kafe aja." Ajak Zani pada akhirnya.

"Tiketnya gimana dong?" Tanya Zach dengan nada kecewanya.

"Refund aja udah. Lagian aneh-aneh aja deh kamu tuh." omel Zani tak ada hentinya. Tapi Zach selalu senang mendengarkan omelan Zani. Dia tak tampak kesal tapi menggemaskan.

Akhirnya mereka menghabiskan waktu untuk nonton kemudian mengobrol santai di Kafe. Dengan seperti itu mereka lebih bisa menikmati waktu mereka bersama. Tak ada gangguan dari siapapun karena ponsel mereka diubah ke mode silent.

Benar kata Zani, tak perlu tempat jauh untuk membahagiakan pasangan. Dimanapun tempatnya, asalkan itu nyaman dan bersama orang yang disayang pasti akan terasa lebih membahagiakan dari liburan di tempat yang jauh dan menghabiskan banyak uang. Walau hanya duduk di rooftop kafe sembari menikmati pemandangan malam itu, tapi mereka menikmati waktu berharganya itu.

"Kita pulang yuk. Bisa-bisa diamuk Ayah kamu nanti kalo bawa pulang anaknya kemaleman." Ajak Zach setelah ia melihat kearah jam yang melingkar di tangannya.

"Ya, mungkin sekarang dia sedang menunggu di halaman rumah sembari bersedekap dan siap mengomelimu ketika sampai nanti." Zani mencoba untuk menakut-nakuti lelaki itu.

"Biarlah. Aku tak takut dimarahi Ayahmu, karena sebentar lagi aku akan menikahimu dan aku bebas membawamu kemana saja tanpa takut diomeli oleh Ayah lagi." ujarnya dengan optimis. Zani pun hanya tertawa kecil mendengar ucapan Zach barusan.

Usai berbincang mereka pun bergegas pulang. jam sudah menunjukkan jam sebelas malam. Mereka benar-benar menghabiskan waktu seharian ini, tanpa memikirkan pekerjaan dan hal lainnya.

"Wow, ternyata dugaanku sedikit melenceng." Gumam Zani ketika melihat di halaman rumahnya, disana tak hanya pak Reino yang berdiri menunggu kedatangan mereka namun Bu Riana juga ikut serta.

"You have double trouble Zach. poor you." Ejek Zani pada calon suaminya itu. lelaki itu hanya menghela napasnya pelan.

Mereka keluar dari mobil dan menghampiri kedua orangtua Zani. Sebagai lelaki yang bertanggungjawab tentunya Zach meminta maaf karena membawa putri mereka pulang sampai larut malam.

"Tak apa Zach, anggap saja hari ini sebagai hari kebebasan kalian untuk berduaan. Karena selama seminggu kedepan kalian tidak diperbolehkan bertemu sama sekali." ujar bu Riana dengan senyum penuh arti di wajahnya.

"Hah? Gimana maksudnya bu?" tanya Zach bingung.

"Karena seminggu lagi kalian akan menikah, jadi Zani harus dipingit. Kalian tidak boleh bertemu sama sekali. kamu mengerti Zach?" Tentu saja Zach menampakkan wajah memelasnya karena tak bisa kekasih hatinya itu. tapi apa boleh buat, itu demi kebaikan mereka.

"Seminggu lagi? kalian sudah memutuskan tanggalnya? Kenapa Zani gak tahu?" Tanya Zani kebingungan.

"Maaf Zani, aku yang meminta izin untuk mempercepat saja pernikahan kita. Lagipula tak ada alasan untuk menunda lebih lama. aku sudah membicarakan ini dengan Ayah dan ibumu dan mereka setuju." Jelas Zach pada Zani yang tak tahu menahu mengenai hal tersebut.

"Betul Zan, lagipula Ayah sama Ibu pengen cepet gendong cucu. Zach janji akan berusaha keras untuk membuatkan cucu yang lucu untuk kita jadi Ayah dan ibu setujui saja." Tambah bu Riana yang membuat Zani geleng-geleng kepala. Dia tak habis pikir alasannya bisa seperti itu.

"Kalian seharusnya melibatkan aku, gimana kalo aku gak setuju coba, mau nikah sama siapa kamu seminggu ke depan?" ancam Zani dengan nada kesalnya.

"Emang boleh nikah dulu ama orang lain?" Tanya Zach membuat Zani mencubit perutnya kesal. Zach pun merintih kesakitan, yang membuat kedua orangtua Zani tertawa puas.

"Becanda Zan, maap-maap." Ujar Zach meminta ampun.

"Yaudah gini deh, jadinya mau gak nih seminggu lagi nikah?" Tanya pak Reino pada putrinya agar mendapat kejelasan.

"Mau." Jawab Zani dengan polosnya yang membuat ketiga orang disana mendengus pelan. pada akhirnya kesimpulan yang di dapat sama saja.

Setelah semua selesai, Zach langsung berpamitan kepada mereka dengan raut wajah sedihnya karena harus menjalani pingitan. Dia tadinya ingin memeluk Zani namun bu Riana sudah menatapnya garang, jadi dia mengurungkan niatnya itu. dia tak ingin kena tampol oleh calon ibu mertuanya itu.

***

THANKS FOR READING GAISS

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENTARNYA

SEE U TO THE NEXT PART =>

Zani & Zach (Completed)Where stories live. Discover now