"Bobby barusan bilang kalau dia enggak di kasih kue waktu ultah sama keluarganya, haha."
Pemuda bernama Raga itu berlari keluar dari kelas. Menghampiri sekumpulan siswa laki-laki sepertinya yang tengah berdiri di depan kelas mereka sambil bergurau.
"Hahaha, masa sih?" Katanya ikut tertawa.
Aksara menyahut lagi. "Tuh kan. Kolot banget nggak sih, haha."
Yang menjadi bahan olok-olok itu cuma bisa mendengus kesal. "Apaan, tai kuda?!"
"Bukannya nyemangatin temannya yang lagi sengsara," timpal Bobby menggaruk tengkuknya gemas. Kemudian melirik Raga. "Ga, tugas kelompok sejarah gimana?"
Kali ini Aksara mendengus. "Di ingetin, njirr! Padahal gue udah lupa."
"Kenapa harus di ingetin segala?!" Pemuda itu memukul perut Bobby dan sang pemilik langsung cepat-cepat menghindar dengan bersembunyi dibalik tubuh Raga. "Ngeselin banget sih lo jadi manusia. Jadi kadal aja sana!"
"Lo kali. Gue ganteng gini di suruh jadi kadal. Gak level, dude."
"Sok Inggris lo anak Javier."
"Sstt! Dilarang sirik."
"Geli bangsat, hahaha!"
"Soal tugas sejarah biar gue yang ngerjainnya," kata Raga tersenyum tipis.
Wajah kedua laki-laki berada disekitarnya lantas tersenyum begitu lebar.
"Thank you, maiprenn." Ucap Aksara tertawa geli sambil menenggelamkan satu tangannya ke dalam saku celana.
"Emang lo paling baik dari yang terbaik deh," timpal Bobby tidak mau ketinggalan.
"Dih, lebay lo!" Sembur Aksara.
"Yang bener?" Goda Raga bergeser sedikit menjauh dari Bobby. Pasalnya pemuda itu terus saja mendekat dan merangkul lehernya, dan ia cukup risih.
"Iyalah ya kali boong."
Raga mengangkat jempol tangannya hingga membuat kedua pemuda itu lagi-lagi tergelak menepuk-nepuk pilar dinding koridor.
