Chapter 8

487 88 6
                                    

~~~ Happy Reading ~~~


Sampailah mereka di tempat terakhir, sebuah ladang singkong dengan sebuah saung di atasnya. Tidak ada yang istimewa dari tempat itu, kecuali suburnya lahan untuk singkong yang menjadi landasan sumber mata pencaharian warga desa. Tapi semua orang teralihkan pada sebuah papan dengan gapura tunggal. Di sana terdapat pemandangan tak lazim.

Lagi-lagi Widya dan yang lain melihat sesajen. Kali ini, Widya merasa bahwa
hal ini seakan-akan menunjukkan bahwa area ini begitu keramat.

"Saya tahu, kalian pasti bertanya-tanya untuk apa benda ini di sini," ucap Pak Prabu seakan
mengetahui isi kepala mereka. "Sebenarnya, di belakang gapura ada sebuah jalan yang langsung menuju ke hutan belantara. Karena itu, gapura ini dipakai sebagai penanda saja, dan ingat, saya mohon, jangan ada dari kalian yang melewati batasan ini ya. Karena tidak ada yang tahu apa yang bisa kalian temui di hutan sana. Saya ingatkan sekali lagi, jangan ada yang berani melewati batas gapura ini apalagi nekat berjalan menuju ke sana."

Pak Prabu menunjuk sebuah lereng jalan setapak yang mengarah ke hutan. Jangankan berjalan menuju
sana, membayangkannya saja sudah membuat Widya merasa ngeri.

"Nama lereng ini adalah Tapak Tilas," lanjut Pak Prabu memecah keheningan.

Dari semua informasi yang mereka dapat, Widya dan yang lain sudah dapat memetakan, mana saja tempat yang bisa mereka jadikan proker untuk individu maupun kelompok. Mereka menandainya dengan lingkaran merah dan membagi tugas.
Mereka juga menyusun mana saja yang layak mereka kerjakan terlebih dahulu. Proker Sinden yang akan
menjadi proker utama mereka. Setelah berunding, mereka kembali ke penginapan masing-masing. Widya, (Name) dan Ayu segera mendatangi Nur.

Gadis itu masih tampak lemas,
tapi sudah bisa untuk duduk. Widya dan Ayu segera menjelaskan hasil observasi bersama Pak Prabu dan
ia siap dengan proker apa yang menjadi tanggung jawabnya. Widya dan Ayu pergi untuk melakukan diskusi bersama yang lainnya, sementara (Name) meminta izin untuk menemani Nur yang masih merasa lemas.

"Nur, kamu lihat sesuatu kan?"

Nur terkejut dengan penuturan (Name). "Maksud kamu, (Name)?"

"Aku tahu, karna aku juga sama sepertimu. Hanya saja aku tidak punya khodam sepertimu."

"Darimana kamu tau?"

"Aku bisa melihatnya. Dia nenek-nenek kan? Namanya Mbah Dok." Nur seketika terdiam. "Tenang saja, lagipula kau ini capek gara-gara benturan energi dari para penghuni di sini."

(Name) mengeluarkan semacam keris berwarna keemasan lalu menempelkannya ke dahi Nur. "Merasa lebih baik?"

Nur merasa tubuhnya perlahan mulai membaik. "Iya, lebih baik. Memangnya apa yang kau lakukan (Name)?"

"Hanya membuang energi jahat yang menempel padamu. Tenang saja, ini tidak sakit kok."

"Matur nuwun nak," ucap Mbah Dok.

"Sami-sami Mbah." jawab (Name) dengan senyuman kecilnya.

Di saat siang hari telah tiba, Widya, Ayu, dan Nur akhirnya memutuskan untuk melepas lelah dengan tidur. Sementara (Name) diam-diam pergi menuju ke ladang singkong tadi. Dia penasaran apa yang ada di sana. Lagipula dia juga tidak takut kalau ada makhluk halus di sana.

(Name) membuka pintu portal menuju ke sana. Tak butuh lama akhirnya sampai juga dia di depan sebuah gapura. (Name) berjalan masuk ke dalam hutan melewati lereng yang bernama Tapak Talas. Ketika dia berjalan menginjakkan kakinya ke lereng tersebut, suasananya berubah menjadi seram.

"Wah pantasan di larang, ternyata banyak dedemitnya."

(Name) belum melihat satupun hantu ataupun jin di dalam hutan tersebut. Tapi dia bisa merasakannya dan itu bukan cuma satu saja. (Name) kembali melanjutkan perjalanannya, tetapi di tengah perjalanannya dia merasakan ada sesuatu yang sedang mengikutinya. Dia pun langsung berbalik ke belakang dan melihat ada seorang pria yang umurnya sekitar 25 tahunan. Tetapi pria itu bukanlah manusia, melainkan hantu karna kedua kakinya tidak menginjak tanah tapi malah melayang di atas tanah

(Name) heran dengan penampilan hantu pria itu. Biasanya dia melihat hantu itu seram, tapi hantu yang dia lihat ini seperti manusia pada umumnya. Dia juga melihat wajah dari hantu pria itu bukan seperti wajah pria laki-laki Indonesia pada umumnya. Lebih tergolong wajah orang luar negeri.

"Kau bisa melihatku?" tanyanya.

(Name) memalingkan wajahnya dan kembali melanjutkan perjalannya. Tetapi hantu pria itu malah terbang mengejarnya.

"Kau bisa melihatku kan? Aku mohon, biarkan aku ikut bersamamu. Aku tidak ingin berada di sini, aku merasa kesepian di sini," katanya.

(Name) terdiam sejenak, lalu menghela nafasnya. Kemudian dia berbalik ke belakang. Bisa dia lihat hantu itu ekspresi sedihnya.

"Baiklah kau boleh ikut denganku. Tapi dengan syarat, jangan sampai menyusahkanku."

"Benarkah! Terima kasih!"

(Name) mengangguk pelan. "Lalu, namamu siapa?"

Hantu itu mencoba mengingat namanya siapa. "Aku tidak mengingat dengan baik kehidupanku saat aku masih hidup dulunya."

(Name) berpikir sejenak. "Bagaimana dengan Alex?"

"Alex? Aku suka dengan nama itu!"

~~~ Bersambung ~~~

For SurviveWhere stories live. Discover now