CHAPTER 2

12.8K 2.2K 112
                                    

"Syaratnya cuma satu, Day. Lo harus kencan dengan seseorang."

Dayu tidak segera menjawab. Pikirannya agak kurang jernih. Apa mungkin karena pengaruh hangover? Bisa jadi.

"Maksudnya?" tanya Dayu, setelah berusaha memahami syarat Hilda, dan gagal.

"Iya, lo boleh pegang apartemen itu setahun, dengan syarat lo harus coba pacaran sama cowok." Hilda terdiam sebentar. "Atau cewek. Bebaslah. Tergantung orientasi seksual lo apa."

"What?!" Dayu terkejut.

Hilda menyeringai. "Ya kali gue kasih cuma-cuma. Cuan itu, cuan!"

"Kenapa harus kencan??" Dayu tidak terima. "Aneh banget! Ini nggak apple to apple, tauk!"

"Ya suka-suka guelah! Apartemen gue, syaratnya ya terserah gue!"

"Eh! Apa sih untungnya buat lo kalau gue pergi kencan? Hil, yang namanya tantangan itu harus sepadan. Harus saling menguntungkan!"

"Apa yang menguntungkan itu kan sifatnya subyektif, Daydayy! Yang penting ... pokoknya gue maunya itu! Just take it or leave it."

Dayu terus mencak-mencak, sementara Tine dan Winny hanya tergelak. Bagi Dayu, syarat dari Hilda sama sekali tidak masuk akal. Ibarat timbangan, itu sudah anjlok ke salah satu sisi. Oke, memang Dayu tidak ingin pacaran atau menjalin hubungan romantis apa pun dengan lawan jenis. Namun, jika itu berarti uang dalam jumlah besar, dan tanpa syarat ketentuan lainnya, prinsipnya itu bisa mudah dia tepikan. Toh, Hilda menyertakan kata "mencoba". Masalahnya, syarat itu jelas supertimpang bila dibandingkan dengan apa yang dia dapatkan. Di sisi lain, Hilda justru tidak mendapatkan keuntungan apa pun dari tantangan ini. Dan Dayu sudah belajar bahwa hal-hal baik yang terlalu banyak, biasanya justru membawa pisau tajam di baliknya. Kebahagiaan itu tidak akan bertahan lama. Apa Hilda punya maksud dan tujuan lain?

"Cuma kencan doang?" tanya Dayu memastikan.

Hilda mengangguk. "Enjoy your life. Mumpung masih muda. Rasakan gelora cinta, seks yang panas, sensasi naik turun perasaan, dan gairah yang meledak-ledak. Lo, kan, miskin pengalaman kayak gitu."

"Woi!" Dayu melotot kesal, Hilda hanya tertawa. "Tapi kencan sama siapa pun, kan?"

Hilda tersenyum. "Of course not, Baby."

"Jangan bilang lo nyuruh gue nikah?" Dayu bertanya curiga. "Ogah!"

Hilda tergelak. "Enggak, Sayangku, enggaaaak. Gue mau lo coba menjalin hubungan dengan orang-orang tertentu, nggak cuma asal."

"Orang-orang tertentu?"

"Orang-orang yang gue, Winny, dan Tine setuju," jawab Hilda. "Gue bakal siapin calon pacar potensial buat lo, yang gue jamin bibit, bebet, bobotnya oke. Tugas lo cukup satu atau dua kali kencan aja. Kalau cocok ya lanjut, kalau nggak ya ... next!"

Dayu terdiam sebentar. Lantas dia mengumpat. "Anjir! Ini gue berasa kayak pelacur yang dijual sama mucikari! Lo bertiga mucikarinya!"

Winny tersenyum geli. "Jelek, ah, ngomongnya. Lo tuh nggak paham maksudnya Hilda."

"Kenapa kalian yang nyariin gue cowok? Kan gue yang bakal kencan!"

"Hilda cuma pengin lo ketemu cowok yang baik, Dayyy," sambung Tine. "Kalau lo punya calon sendiri, ya, nggak apa-apa. Ya kan, Hil?"

Hilda mengangguk. "Dengan syarat, gue, Tine, dan Winny setuju. Listen, Beb. Lo tuh kadang nggak paham sama diri lo sendiri, semacam ... gimana gue bilangnya ya?"

"Dayu nggak tahu apa yang dia butuhkan?" bantu Winny.

Hilda menjentikkan jari. "Nah! Itu dia! Dan lo tuh kadang-kadang ... ya begitulah pokoknya. Makanya, soal pilihan pacar ini, harus ngelewatin persetujuan gue, Winny, dan Tine."

DIHAPUS - Parafrasa Rasa Where stories live. Discover now