Bab 14

1.9K 456 136
                                    

Selamat Membaca











Bakar dulu supaya panasssss 🔥🔥🔥🔥🔥🔥













Sastra beranjak berdiri setelah melihat mobil milik Cia yang memasuki garasi rumah yang tidak tertutup itu. Lelaki itu menghela napas lega tanpa sadar begitu matanya menatap langsung Cia yang turun dari mobil, meski dalam keadaan kurang baik.

“Mbak, lo ke mana aja, sih? Gue nungguin lo dari tadi,” ujarnya ketika Cia berjalan mendekat ke arahnya yang berdiri di depan pintu masuk rumah. Dari jarak sedekat ini, meski lampu rumah ini gelap, Sastra masih bisa melihat mata sembab dan jejak air mata di wajah Cia.

Sejak pagi tadi, Sastra sudah menghubungi Cia, namun gadis itu tidak menjawab sama sekali. Seusai kelas sore tadi, lelaki itu langsung menuju rumah Cia untuk memastikan. Jujur saja pikiran buruk langsung menyerbu kepalanya begitu tidak menemukan Cia di rumah.

“Gue hampir mau lapor polisi tadi,” kata Sastra lagi yang tidak mendapat sahutan dari Cia. “Mbak,” panggilnya sembari memegang lengan gadis itu lembut, “Lo kenapa?” tanyanya yang membuat Cia terisak pelan di depannya.

“Sas...” Dengan isak tangis dan air mata yang meluruh di wajahnya, tangan Cia yang gemetar meraih kaus depan yang dikenakan Sastra, mecengkramnya erat. “Gue... gue bukan orang baik. Gue jahat, Sas. Gue udah buat hidup seseorang hancur...” Cia terus menangis, meski begitu ia tetap berusaha berbicara meski terbata-bata. “Gue jahat, Sas.”

Tanpa mengatakan apapun, Sastra membawa tubuh Cia ke dalam dekapannya. Entah apa yang dimaksud gadis itu, tapi Sastra hanya ingin memastikan jika meski menjadi jahat sekali pun, ia tidak akan meninggalkan Cia begitu saja.

“Gue orang jahat, Sas.” Itu adalah gumaman terakhir Cia, sebelum gadis itu kehilangan kesadaran di dalam dekapan Sastra yang membuat lelaki itu terkejut.

***

Cia terbangun, dan hal pertama yang ia lihat adalah Sastra yang duduk di samping ranjang dan menatapnya lurus. Gadis itu mengerjab perlahan dan menatap sekelilingnya, ini bukan kamarnya. Ini adalah tempat yang sama ketika lelaki itu menyelamatkannya yang hendak lompat dari jembatan. Kamar di atas bengkel milik Sastra dan teman-temannya.

“Mau minum?” Seperti biasa, lelaki itu tidak langsung bertanya permasalahan yang Cia alami. Anggukan pelan yang diberikan Cia, membuat Sastra meraih air mineral di nakas, membantu Cia bangkit duduk dan menyerahkan minum tersebut.

“Gue sengaja bawa lo ke sini. Di rumah lo, sepi. Gue nggak bisa masuk berdua dengan lo yang nggak sadarkan diri. Jadi, pilihan teraman adalah kamar ini,” ujar Sastra yang dijawab anggukan pelan oleh Cia. Di luar sana tampak ramai dengan sahutan suara teman-teman Sastra. Bukan hanya ada mereka berdua di sini. Lelaki itu menghormatinya.

“Sekarang jam berapa?”

“Setengah sebelas.” Sastra meraih botol minum begitu Cia selesai meminumnya. “Tidur di sini aja, nanti gue bisa tidur di luar sama anak-anak. Cuman malam ini aja. Biar gue tenang.”

Cia tersenyum tipis, sebelum mengangguk pelan. “Makasih,” gumamnya yang tidak mendapat jawaban apapun dari Sastra.

“Lo perlu sesuatu? Mau makan? Gue sama anak-anak tadi beli nasi bakar. Lo mau?” tanya Sastra yang dijawab gelengan oleh Cia. “Yaudah, sekarang lo istirahat lagi. Kalau perlu sesuatu, panggil aja. Gue di luar.” Lelaki itu bangkit berdiri, hendak berjalan menjauh namun Cia menghentikannya.

“Sas.”

“Hmm?” Sastra menoleh dan memberikan Cia tatapan penuh tanya.

“Lo nggak mau tanya apapun tentang hari ini?” Beberapa saat keduanya terdiam, sebelum Sastra kembali duduk dan menghela napas pelan.

Melcia JahanaraWhere stories live. Discover now