Aku Di Sini

120 8 1
                                    


I know a place
It's somewhere I go when
I need to remember your face
We get married in our heads
Something to do while we try to recall how we met

About you

-The 1975-

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 00.30 malam, ketika Iqbal teringat bahwa hari ini dia belum menanyakan kabar bunda. Tiga hari yang lalu Iqbaal mendapat kabar dari kakaknya, Teh Odi, bahwa bunda sedang di rawat di rumah sakit. Kata teteh, bunda ga kenapa - kenapa, hanya kelelahan dan butuh istirahat. Syukurlah, ia sempat khawatir bunda terjangkit covid, mengingat kasus covid di Indonesia sempat naik lagi beberapa bulan belakangan, karena masuknya varian virus baru yang baru - baru ini terdeteksi di Indonesia.

Iqbaal menutup laptopnya setelah memastikan materi lagu barunya sudah tersimpan apik di folder New Songs. And yes, ia sedang meramu musiknya yang baru, yang lebih segar, yang berbeda, yang ia tidak tahu apakah nanti akan di publish atau nasibnya akan sama saja dengan lagu - lagu ciptaannya yang terdahulu. Tidak pernah di realease, tidak berani memperdengarkan lagu - lagunya kepada si objek inspirasi. Entah karena malu atau karena takut. Takut jika reaksi yang ia terima tidak sesuai dengan ekspektasinya. Ia tidak siap. Belum.

Iqbaal mengambil poselnya, lalu menekan nomor telepon bunda. Tidak perlu menunggu lama sudah terdengar suara yang sangat ia rindukan dari seberang sana. Suara bunda.

"Assalamuaikum sayang" sapa bunda. Alhamdulillah suranya sudah terdengar lebih bersemangat.

"Walaikumsalam bunda, bunda gimana kabarnya hari ini?, Udah enakan? Bunda udah makan? Bunda mau makan apa? Nanti aku pesenin dari sini".

"Satu - satu nanyanya dek, udah ga usah repot - repot, bunda udah enakan kok, udah jauh lebih baik, ini juga bunda baru selesai makan, tadi di anterin sama suster, teh Odi juga bawa makanan banyak banget" jelas bunda

"Alhamdulillah, maaf ya bun, Ale baru sempet nelpon bunda". Ujarnya

"Ga apa - apa, bunda tau kamu sibuk, banyak tugas, target lulus tahun depan kan dek?" Tanya bunda lagi

"Insyaallah bun, doain Ale ya" katanya tersenyum.

Bunda selalu bisa mengingatkannya tanpa perlu menuntut.

"Pasti nak" tegas bunda

"Makasih bun. Anyway, siapa yang jaga bunda di RS?" Tanya iqbaal memastikan bahwa bunda tidak sendirian. Tentu saja ia khawatir. Malah seharusnya ia yang berada di sana. Menjaga bunda, selalu dekat dengan bunda. Tapi entah kenapa setiap kali bunda sedang sakit, ia jarang sekali ada di dekat bunda. Entah karena sedang bekeraja di luar kota atau seperti saat ini, sedang berada jauh di negri orang untuk menempuh pendidikan. Dan itu selalu membuatnya merasa bersalah pada bunda.

"Ini ada ayah sama teh odi, katanya mau nginep di sini, biar ga bolak balik, besok pagi kan bunda udah boleh pulang". Jelas bunda.

"Alhamdulillah, maaf ya bun, ale ga bisa jaga bunda" katanya dengan perasaan muram.

"Sudah, ga usah minta maaf, di sini banyak yang jaga bunda, kamu ga usah khawatir, yang penting kamu fokus sama kuliah kamu, jangan mikirin yang lain - lain, biar cepet lulus" kata bunda mengingatkan.

"Iya bunda, Ale janji"

"Ya udah kamu istirahat, di sana pasti udah malem banget, kamu jangan begadang, istirahat yang cukup, makannya juga harus bener"

"Iya bunda"

"Jangan tinggal sholatnya"

"Iya bunda"

"Jangan lupa pesen bunda"

"Jangan menyesali yang udah terjadi" Katanya bersamaan dengan bunda

"Pinter"

"Ya udah bunda tutup ya, assalamualaikum"

"Walaikumsalam"

Iqbaal menutup teleponnya. Bicara dengan bunda selalu membuatnya lebih tenang. Bunda selalu tahu apa yang di rasakannya tanpa ia perlu mengatakan apapun. Bunda tidak pernah memaksanya untuk menceritakan masalahnya jika ia belum siap. Bunda selalu memberi nasihat di waktu yang tepat. Bunda yang keren, bunda yang kuat, bunda yang selalu ada bahkan ketika semua orang meninggalkannya. Bunda adalah manusia terbaik yang di berikan Tuhan kepadanya. Sungguh ia bersyukur dilahirkan sebagai anak bunda.

Setelah selesai bicara dengan bunda, iqbaal pergi menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan menyikat gigi sebelum tidur. Kemudian menuju kamarnya yang ada di ujung ruangan, lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk, berusaha menutup mata walau sama sekali tidak mengantuk. Ia ingat kata - kata bunda barusan yang mengatakan bahwa "jangan menyesali yang sudah terjadi" membuat pikirannya melayang ke Jakarta. Ketempat di mana semuanya bermula dan berakhir. Ada begitu banyak kejadian hingga ia sulit mengingat mana yang pantas di kenang dan mana yang sebaiknya dilupakan.

Cinta, persahatan, penghianatan.

Semua masih dapat di ingatnya dengan baik. Rentetan kejadian, kronologi, semuanya.

Sial..

Jika bunda mengatakan jangan menyesali yang sudah terjadi, percayalah bahwa ia memang tidak pernah menyesal. Justru ia bersyukur mengalami kejadian - kejadian ini di usianya yang sekarang. Ia masih muda, dan masih ada waktu untuk memperbaikinya. Itu harapannya. Kalaupun ada yang harus ia sesali itu adalah bahwa ia tidak pernah berani menyatakan perasannya. Pada dia si objek inspirasi lagu - lagunya.

Tentu saja memikirkan semua itu membuatnya tidak bisa tidur. Sudah pukul satu dini hari, tapi ia memutuskan untuk bangun, lalu berjalan menuju balkon kemudian duduk disana sambil menikmati pemandangan malam kota tempat ia tinggal. Memperhatikan orang dan kendaraan yang masih berlalu lalang. Masih ramai. Tapi tetap saja ia merasa sunyi. Sendirian di tengah - tengah kota seperti ini. Iqbaal mengambil ponselnya, membuka kontak dan menatap satu nama yang ingin sekali ia dengar suaranya, tapi tidak pernah ia lakukan. Iqbaal menarik nafas, mengalihkan pandangannya dari lampu - lampu kota, kembali menyusuri ruang demi ruang dalam apartmennya.

Kalau saja kamu ada di sini..

Kemudian mendadak ia merasa bahwa apartmentnya berkali - kali lebih luas dari biasanya.

Apartmentnya berada di lantai 6, tidak Terlalu besar, hanya berukuran 6x10 meter, sangat cukup, bahkan terlalu besar untuknya yang hanya tinggal sendirian. Ruangannya terdiri dari dua kamar tidur, yang satu ia sulap menjadi studio dan ruang kerja tempat ia menciptakan musik. Tempat ia menjadi dirinya sendiri. Ada dua kamar mandi yang salah satunya berada di kamar utama, lalu ada satu living room, dan pantri. Juga ada balkon kecil menghadap gedung - gedung tinggi, dengan latar belakang pegunungan. Tempat favoritnya ketika sedang tidak ingin melakukan apapun. Hanya menikmati warna langit yang berubah dari oranye menjadi pink keunguan lalu barubah menjadi abu - abu gelap.

Ya, di sinilah ia. Di tempat dimana ia bebas jalan - jalan sendirian, mengantri untuk membeli kopi, belanja ke supermarket, jajan di toko - toko pinggir jalan, atau duduk sendirian di pinggir danau sambil membaca buku, bermain gitar bersama teman - temannya tanpa harus khawatir ada orang yang teriak - teriak memanggil namanya untuk minta foto atau tanda tangan. Tidak ada yang ia kenali atau mengenalnya kecuali teman - teman kuliahnya. Jauh dari jakarta, jauh dari spotlight, dan jauh dari dia.

Melbourne adalah tempat terbaik baginya untuk rehat sejenak dari hiruk pikuknya jakarta. Membebaskan diri dari semua tuntutan pekerjaan. Meninggalkan semua rutinitasnya yang padat. Di sini ia bisa hidup normal selayaknya mahasiswa pada umumnya yang kerjanya kuliah, mengerjakan tugas, dan sesekali bermain bersama teman seperti menonton bioskop atau mendaki gunung.

Selain itu semua, Melbourne adalah tempat tembaik untuk aku nungguin kamu.

Iya, kamu Sha..

***

Waiting For Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang