#9

16 7 0
                                    

     Mega oren nampak begitu indah dari balkon rumah Kara, meskipun begitu ia tetap diselimuti rasa takut. Ia mendongakkan kepala cukup lama, matanya terpejam turut menikmati hawa sejuk sore itu. Tak lama sebuah dering telfon terdengar dari ponselnya yang ia letakkan diatas nakas kamarnya,
"hallo, Ra.. Ini gue Alvin.. Gue dibawah, bisa kita ketemu?" Kara terhenyak cukup lama membuat Alvin kembali menyeru namanya, "aa.. Em.. Gu.. Gue kebawah sekarang. ." jawab Kara sebelum sambungan terputus, dengan langkah ragu ia merih cardigan cream miliknya dan mengenakannya.
Gerbang terbuka dan perlahan memperlihatkan sosok Alvin dengan jaket hitamnya,ia tersenyum kearah Kara hangat.
"sorry ya ganggu" ucap Alvin memulai percakapan, Kara menggeleng
"gue lagi santai kok,, "
Alvin menghela nafas panjang, "Ra, gue harap kejadian lo kemaren bukan gara gara gue ya.. " ujar Alvin, Kara langsung menggeleng cepat, "noo.. Lo ga salah kok,itu karna gue lalai, dimasalah ini ga ada yang perlu disalahin.. " tukas Kara tak ingin Alvin memosisikan dirinya bersalah.
"emm... Tania di drop out, 2 temennya diskors satu tahun,..  Mungkin harusnya mereka tahu akibat kalo kaya gitu.. " Kara menatap wajah Alvin, ia sudah menduga bahwa semua orang akan tahu insiden kemarin tanpa penjelasan darinya.
"oiya Ra, sebenernya gue kesini mau minta maaf" Kara mengernyitkan dahi dalam, "maaf karna?"
"gue udah bawa lo buat jadi pembicara bu Vika, gue tahu lo kesusahan... Sorry gue udah nahan lo" jelasnya
"gue gapapa, justru gue berterima kasih sama lo karna semenjak gue jadi pembicara bu Vika nilai gue ga anjlok anjlok amat.... Thanks ya Vin" kini keduanya saling bertemu senyum, merasa tak ada yang perlu dipermasalahkan.
"ehm... Btw bu Vika udah dapet guru pengganti, jadi kita bisa balik keposisi masing masing.." ujar Alvin memberi tahu,
"oh ya? Siapa? "
Alvin mengangkat bahu tanda dirinya tak tahu, "I think her friend " jawab Alvin sekenanya, Kara memetikkan jari setuju, "I'm agree with you " lalu keduanya tertawa bersama.
Merasa cukup dengan percakapan keduanya, Alvin pamit pulang. Ia naik keatas motornya dan mengenakan helm hitam miliknya,
"oiya Vin, gue denger lo masuk tim basket ya? " seketika Kara teringat pesan yang Aldi kirimkan, mungkin saatnya untuk menyudahi rasa penasaran nya. Alvin tersenyum kecil, "kayaknya beritanya udah nyebar ya? Gue ikut tanding Ra.. My reason just wanna make my rival suffer with this competition" jawab Alvin, "rival? Who is that? " Kara mengulang kata rival yang ia ucapkan.
"lo bakal tau nanti,, gue minta dukungannya ya" ucapnya sebelum akhirnya benar benar menghilang dari hadapan Kara dengan kuda besi miliknya.
Dalam hati Kara bicara banyak hal, ia percaya Ahza datang dan memaksa Alvin agar Kara berhenti menjadi pembicara dan mungkin kedatangan Alvin adalah hasil dari caranya.

   Kara duduk didepan meja riasnya,wajahnya mungkin lebam tapi kondisinya sudah lebih dari cukup untuk dikatakan membaik. Ia tak lagi takut untuk kembali menapaki lapangan sekolah, lorong sekolah, ramainya kantin dijam istirahat dan riuhnya kelas saat jam kosong menyapa. Bukan karna Tania yang takkan ia dapati disekolah tapi karna ia tak ingin Membuat Ahza jatuh terlalu dalam pada kekhawatiran. Pagi itu sudah ada seseorang yang menunggunnya diruang tamu, ya siapa lagi kalau bukan Ahza Syahreza.
"hhh,,, ga hari ini juga ga papa kok.. Bu Angget pasti ngizinin" Ahza kembali mengingatkan Kara jika bukanlah sebuah masalah bila ia izin tak masuk kelas, Kara menggeleng cepat.
"ini udah jauh lebih baik, sekarang apa yang mau lo khawatirin Za? I'm okay.. "Kara berusaha tuk menenangkan Ahza, dan laki laki itu tak bisa mengelak kali ini ia harus menuruti ucapan sahabatnya.
   Ahza mungkin tak sadar jika dirinya sudah berhasil membuat Kara kalang kabut, pasalnya sepanjang lorong sekolah ia tak melepaskan genggamannya untuk Kara. Seakan ada ketakutan yang menghantuinya,
"Za,, enough .. I'll be fine," bisik Kara, tapi sayangnya laki laki itu tak menghiraukannya, Kara memutar bola matanya kesal.
Tak disangka kedatangan Kara disambut hangat oleh Desyca dan beberapa temannya. Nampak jelas kekhawatiran diraut wajah mereka, Desyca menatap wajah Kara begitu akurat seolah tengah menginterogasi Kara secara tersirat.
"Desyca, stop it.. Gue ga kenapa kenapa... Gue baik baik aja" ujar Kara sebal.
"lo yakin baik baik aja,,?" Lyrea mencoba meyakinkan ucapan Kara, dengan percaya diri Kara mengangguk mantap.
"Buktinya gue sekarang ada disini kann? " Kara kembali meyakinkan teman temannya . Niena memegang dagu runcingnya sambil mengangguk pelan,
"okee.. Kalo gitu lebih baik lo duduk dan ceritain kejadian yang sebenarnya sama kita" tukas Niena yang langsung disetujui Desyca dan Lyrea. Kara tak dapat menolak, ia duduk dibangkunya dan mulai menceritakan kronologi  kejadian yang ia alami beberapa hari yang lalu.
Disisi lain Aldi terus menanyakan Alvin yang tiba tiba saja mengajukan diri untuk masuk kedalam tim basket yang harus maju 2 minggu kedepan, Ahza melempar pandangannya kearah meja Alvin dan ia tak mendapati sosoknya disana
"kita harus bicara dulu sama orangnya, sejujurnya kita bisa aja nerima dia, dulu dia pernah jadi kapten di sekolah ini kan? "ujar Ahza dengan nada santai, "tapi lo tau kan Azzam sama yang lain? Mereka cadangan pasti mereka sakit hati kalo tiba tiba ada orang baru masuk dan langsung ikut tanding.. " Aldi menimpali, benar kalimat Aldi, semua harus dipertimbangkan secara matang. Tak mungkin mereka menerima orang baru begitu saja sekalipun kekuatannya diakui siapapun,karna ada yang sudah lama hadir dan mengharapkan posisi indah itu.
Ahza:
Vin, bisa ngomong bentar?

Tak ada cara lain selain berbicara pada Alvin dan menanyakan kejelasannya.

   Ahza harus merelakan jam latihannya untuk menemui Alvin yang sudah mennunggunya sedari tadi dipinggir lapangan.
"sorry ya gue lama" ujar Ahza yang sudah duduk disamping Alvin.
"It's okay" ,
Setelah terdiam cukup lama Ahza mencoba untuk mulai angkat bicara,
"mmm... Vin, gue boleh nanya alasan lo kenapa tiba tiba masuk tim basket? Ya.. Gue dan Aldi bukannya ga mau nerima lo, tapi kita harus tau alasan lo biar nanti bisa jelasin ke anak anak yang jadi pemain cadangan. " ujar Ahza panjang lebar. Alvin mengangguk tanda faham ,ia menghirup udara banyak banyak dan menghembuskannya perlahan.
" It's just about my rival,, " jawab Alvin singkat, "maksud lo?" tanya Ahza bingung
"gue cuma mau main dipertandingan besok, karna ada orang yang harus gue buat kalah dipertandingan besok" jelas Alvin, "ya gue tau itu keputusan yang egois karna banyak orang yang nentang itu.. Tapi gue mohon Za.. Sekali aja.. Dan abis pertandingan ini gue bakal bener bener pergi, " sambung Alvin. Ahza mengangguk faham, "mm... Gue tetep harus musyawarah dulu sama Aldi.. " ucap Ahza,
"it's okay, that's no problem for me" balas Alvin. Ahza melirik kearah jam tangannya, pukul 5 sore.
"udah sore gue duluan ya, nanti gue kabarin lewat chatt" ujar Ahza pamit, Alvin mengangguk mengiyakan lalu membiarkan laki laki itu meninggalkannya sendiri dipinggir lapangan.
Kini Alvin faham, setelah banyak berujar alasan hanya akan ada satu pilihan yang akan menjadi akhir perdebatan dan pertandingan esok adalah pilihannya untuk mengakhiri masalahnya dengan Mike musuh bebuyutannya

On Your Smile Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang