38

313 83 3
                                    

***

Jennie sedikit terkejut ketika bangun. Lisa ada di karpet ketika ia bangun, tidur bersamanya di kamar dengan pintu yang dikunci dari dalam. Tahu kalau pintu kamarnya dikunci, Jennie sadar kalau Jiyong menginap. Setelah merapikan rambutnya di cermin, gadis itu melangkah turun dengan masker di wajahnya. Sial sekali karena tidak ada kamar mandi di kamar Lisa, dan lebih sial lagi karena kamar mandinya ada di lantai satu. Meski sudah punya kekasih, meski ia tidak menyukai Jiyong, ia tetap tidak ingin terlihat jelek di depan pria manapun.

Sembari menunduk, gadis itu pergi ke kamar mandi. Ia basuh wajahnya di sana, menghilangkan sisa-sisa tidurnya semalam. Dari dalam kamar mandi, ia dengar suara jam weker berbunyi. Mungkin alarm yang Jiyong bawa, sebab Lisa tidak memakai suara weker sebagai suara alarmnya.

Begitu keluar dari kamar mandi, Jennie lihat Jiyong masih terlelap di karpet, dengan selimut tebal juga bantal dari kamar tidur utama. Kamar orangtua Lisa. "Kenapa dia tidur di bawah?" heran Jennie, ia berdiri menghampiri meja, melihat handphone Jiyong berbunyi nyaring namun tidak berhasil membangunkan pemiliknya.

"Aaa!" Jennie berteriak, tepat di tempatnya berdiri. Ia buat Jiyong terkejut, terduduk kaget kemudian menangkap handphonenya yang Jennie lempar ke pangkuannya. "Waktunya bangun," santai gadis itu, menunjuk handphone Jiyong yang masih berbunyi.

"Heish, sialan," umpat Jiyong, yang kembali berbaring setelah mematikan alarmnya. Karena teriakan Jennie, ia pikir ada bahaya, pencuri atau sesuatu seperti itu.

"Huh? Sialan? Kau bilang sialan?!" protes Jennie, yang kemudian berlari ke lantai dua, memangil Lisa sembari mengadukan umpatan Jiyong padanya. "Lisa! Dia menyebutku sialan!" seru Jennie, mengganggu temannya yang masih tidur.

"Balas saja," hanya itu tanggapan yang Lisa berikan, bersamaan dengan pindahnya ia ke ranjang. Menarik selimutnya ke ranjang untuk kembali tidur. "Beri dia sarapan, ada lauk di kulkas, kau juga sarapan dulu sebelum pergi," suruh Lisa, kali ini sembari menutupi kepalanya dengan selimut.

Sembari menggerutu, Jennie kembali melangkah turun. Ia pergi ke dapur, melihat nasi yang sudah matang di dalam penanak nasinya, kemudian membuka lemari es dan melihat beberapa kotak lauk di sana. "Huh? Dia tidak membuat sup?" komentar Jennie, membuka juga menutup panci yang ada di atas meja dapur, siapa tahu dia bisa menemukan sepanci sup di sana.

Karena tidak menemukan makanan yang ia inginkan, Jennie akhirnya membuat mie instan untuk dirinya sendiri. Mie instan dalam kemasan mangkuk yang hanya perlu ia beri air panas. Gadis itu hanya perlu kuah mienya. Ia menikmati nasi hangat dengan beberapa makanan pendamping dan kuah mienya. Sendirian menikmati sarapannya kemudian membersihkan sisanya.

Jennie terus bergerak di sana, menonton video lewat handphonenya, tertawa dan menikmati kopi paginya. Seolah tidak peduli pada seorang pria lelah yang ada di ruang tengah. Ia terus begitu sampai akhirnya Jiyong bangun dan melipat selimutnya kemudian pergi ke kamar mandi.

"Aku tidak menyukaimu," serang Jennie, tepat begitu Jiyong keluar dari kamar mandi.

"Aku juga tidak," Jiyong membalas serangan itu. Ia bahkan tidak melihat Jennie ketika melangkah ke lemari es, mengambil sebotol air mineral di sana.

"Maksudku, aku tidak suka kau dekat-dekat dengan temanku dan memanfaatkannya. Kau membentaknya di tempat kerja lalu datang ingin dipeluk? Apa menurutmu itu masuk akal? Kalau memang membutuhkannya, perlakuan dia dengan baik. Persertan dengan rating, kalau Lisa terlanjur sakit hati karena ucapanmu, apa yang akan kau lakukan? Dia masih bersabar karena menghargai hubungan kalian sebelumnya. Tapi kalau kau terus bersikap begitu, dia akan meninggalkanmu," omel Jennie, yang langsung menutup mulutnya ketika handphonenya berdering. Telepon dari sepupunya. "Tunggu diluar, jangan masuk. Oppa tidak boleh menemui Lisa lagi. Augh! Kenapa hari ini aku dikelilingi pria-pria jahat? Kasihan Lisaku," cibirnya, lantas mematikan panggilan itu dan meninggalkan Jiyong untuk naik ke kamar di lantai dua.

"Augh... Kata-katanya sangat menyakitkan," gumam Jiyong, yang kemudian duduk di meja makan. Mencoba menepuk-nepuk dadanya dengan tempo yang sama seperti yang biasa Lisa lakukan. Hanya saja, rasanya tetap berbeda. Tepukan gadis itu jauh terasa lebih nyaman dibanding saat dia melakukannya sendiri.

Baru sepuluh menit sejak Jennie meninggalkan rumah, Lisa melangkah keluar dari kamar tidurnya. Gadis itu turun, menyapa Jiyong yang masih duduk di meja makan lantas menghilang dibalik pintu kamar mandi. Lama gadis itu berada di sana, seolah tidak ada Jiyong di rumahnya. Lisa mandi, lalu kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian.

"Oppa tidak pergi kerja hari ini?" tanya Lisa, setelah ia siap dengan kemeja dan celana jeans-nya, siap pergi kerja.

"Inginnya tidak," gumam Jiyong, yang masih duduk menikmati air mineralnya.

"Kenapa? Syuting sudah selesai, kita hanya perlu mengedit beberapa episode lagi. Oh dan membuat laporan, tentu saja itu bagian paling menyebalkannya," tanyanya, namun Jiyong tidak punya jawaban atas pertanyaan itu. Ada saat-saat dimana ia enggan melakukan apapun dan kali ini perasaan itu bertahan lebih lama dari biasanya.

"Sepertinya aku harus cuti setelah ini," gumamnya, yang kemudian bangkit. Berterima kasih, lantas melangkah pergi meninggalkan rumah itu. Meninggalkan Lisa seorang diri di sana yang menatapnya dengan sedikit prihatin.

Kasihan Jiyong, hidupnya jadi berantakan karena kehilangan— nilai Lisa.

***

Traffic Light Where stories live. Discover now