11 - It's fine

734 52 0
                                    

Kendra sudah pulang, lebih tepatnya diusir secara halus. Kini apartemen yang punya ratusan kamar jadi sunyi. Bahkan tak ada desir angin dari jendela. Hening, hampa. Seolah hanya ada Elvano manusia terakhir di bumi. Oke, itu berlebihan.

Tapi sungguh, ini kelewat sunyi. Nyaris membuat pemuda itu terlelap apalagi posisi duduk yang sangat nyaman. Mungkin beberapa menit lagi kedua netra disana sudah tertutup.

Ia memutar kepala mengecek kamar yang masih tertutup rapat. Tidak ada suara apapun dari kamar. Apa adiknya tidur? Semoga saja benar. Begitu juga dengannya. Setelah pertimbangan yang lumayan lama, akhirnya ia memutuskan untuk mengikuti keinginan tubuhnya. Tidur, terlelap, istirahat.




Ting!

Suara notif membuka matanya. Ia merogoh malas ponsel di saku. Menyerngit membaca pesan.

Ah benar, ia tadinya bilang ingin pergi sebentar tapi sampai sekarang belum kembali lagi.

Persetan dengan pekerjaan. Adiknya lebih penting. Maka setelah itu ia beranjak. Perutnya keroncongan sedari tadi, membuka lemari dengan semangat. Kosong, giginya meringis hampa. Elvino bukan tipe yang suka memasak, jelas tidak ada apapun di dapurnya.

Ingin belanja tapi terlalu rumit. Tentu saja opsi terakhir adalah memesan makanan. Tidak butuh waktu lama, pesanannya sampai. Elvano menenteng plastik dengan wajah sumringah. Tergesa menatanya di meja, ia meletakkan ponsel di atas meja agar tidak menganggu.

Keheningan itu diganti dengan suara dentingan sendok dan plastik yang dibuka. Ia terlalu menikmati makannya, bahkan tidak sadar seseorang berdiri kaku tak jauh darinya.

Kebetulan sekali pemuda itu menoleh karena merasa ada yang memperhatikannya. Ia melotot, adiknya disana juga menatapnya dengan datar. Pandangan mereka bertemu tapi Elvino duluan mundur berniat menutup kembali pintunya.

"Eh bentar!" Elvano mengaduh karena sikunya terantuk gagang pintu. Menarik lengan adiknya menuju ruang tamu.

"Gue beli makanan," ia memberikan chopstick baru kepada Elvino. Menggeser makanan yang ia beli tadi. Selanjutnya kembali sibuk mengunyah makanan.

Elvino masih diam. Melirik kakaknya yang seakan tak terusik sama sekali. Ia mengalihkan pandangan ke depan dan hal itu di notice pemuda disana.

"Kenapa? Gak suka? Mau gue pesenin yang lain?"

"Lo ngapain?"

Raut bingung tercetak. Elvano menelan kunyahannya "Apa?"

"Lo ngapain disini??" Kali ini Elvino sedikit menaikkan oktaf suaranya.

"Iseng aja. Gue pulang kok abis ini, gak sampai nginep, tenang," jawabnya kalem.

Mendecih tak percaya. Elvino meletakkan kembali chopstick di meja. Berdiri dan berjalan menuju kamarnya. Derap langkah tergesa terdengar di rungu. Lengannya ditarik yang mana badannya otomatis terputar ke belakang.

"Lo---nangis?" Tanya Elvano heran.

"Diem anjing."

Dengan semerta-merta. Dia mengangkat kedua tangan kosongnya. "Kalem oke? Gue udah dapat 3 kali tonjok dari lo jangan di tambah lagi," ucapnya riang.

Tak menjawab tapi pemuda disana masih memalingkan wajahnya seakan sengaja agar sang lawan bicara tak melihat ekspresinya.

"Mau gimana pun lo tetep adik gue. Oke gue akui gue salah waktu itu karena gak mau bantu lo sama sekali dan sampai sekarang pun gue masih aja jadi pecundang," tersenyum simpul saat melihat Elvino diam mendengar ucapannya.

"Tapi gue jujur, gue gak pura-pura baik ke lo selama ini. Gue pure perhatian dan jagain lo ya emang tugas seorang kakak kayak gitu kan? So nevermind, bisa gak kita lupain yang udah berlalu? Kita bisa hidup akur lagi kayak biasanya terus----

Geminos ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang