5

323 51 1
                                    

''Aku lelah, Donghae...''





Suara lirih Jisoo membuat Donghae yang sedang berada di puncak kemarahannya mendingan seketika. Dia berbalik dan melihat istrinya itu menangis ter duduk di ranjang. Hatinya terasa sakit juga melihat cinta pertamanya itu terluka. Terluka karenanya.





''Jisoo...''





''Aku lelah. Lepas kan saja kami. Jika bukan karena Mark, aku tak akan mau bertahan lagi. Tapi kalian membuat Mark nyaman disana dan memisahkannya dariku. Aku lelah. Kau juga tak menginginkan putri ku ini kan?''







''Bukannya begitu, Jisoo...aku hanya ingin kau-''




''Tak kalah dari istri kedua mu itu? Keluargamu lah yang sengaja membuatku kalah, Donghae. Dan kau mendukung mereka. Kau membiarkan mereka merebut Mark dariku saat Mark lah satu-satunya kunci ku bertahan di keluargamu...''




''Putriku tak pernah di inginkan. Seorang putri bagaikan tak berguna di keluargamu nanti. Apa itu yang mereka pikirkan?'' tanya Jisoo lirih sambil mengelus perutnya.




''Aku selalu berdoa, Donghae. Suatu saat, putriku akan menjadi salah satu wanita terhebat yang pernah ada dan namanya dikenal seantero negeri ini. Untuk membuktikan pada keluargamu kalau seorang wanita juga bisa menjadi seorang yang hebat!''





Dengan mata sebabnya, Jisoo memberanikan diri menatap nanar suaminya itu. Tak ada cinta. Hanya kebencian lah yang ada pada pandangan wanita cantik itu. Cukup untuk membuat Donghae sedikit menggeleng kan kepalanya.





''Dan kalaupun ada putri yang tak berguna dan memalukan di keluargamu, putri itu akan lahir bukan dari rahimku...''






























''Itu dia!''


Suara Junhoe membuat Donghae tersadar dari lamunan nya dan menoleh ke arah yang ditunjuk rekan bisnisnya itu. Mark yang juga ada disana pun menoleh juga. Iya, Donghae sebelumnya sudah mengajak Junhoe berbincang untuk membantu Mark dan dengan senang hati Junhoe menyetujui nya. Toh mereka rekan bisnis yang baik sebelumnya.





''Maaf pa, aku terlambat. Ada urusan sebentar tadi di lapangan...''





Mata Donghae dan Mark ter kunci tatkala gadis itu meletakkan tasnya dan melepaskan maskernya.







Posturnya, senyumnya, matanya, bahkan rambutnya mengingatkan mereka dengan seseorang...








''Jisoo...''









''Mama....''













''Tak apa sayang. Kami juga baru tiba. Kenalkan. Ini tuan Donghae dan putranya Mark, yang papa ceritakan tadi...''








Lia menoleh dan tersenyum memberi salam dengan sedikit membungkuk.






''Persis Jisoo...''






''Dia benar-benar membuatku merasakan kehadiran mama...''




''Jadi kamu kak Mark?''






Pemuda itu kaget gelagapan dan bangkit dari duduknya.




''Ah...iya. Maaf merepotkan mu, senior...''



''Emm....panggil Lia saja. Kau lebih tua dariku,kan? Teman-temanku sudah menceritakan bahwa ada seorang mencari ku. Tapi aku benar-benar minta maaf, aku tak sempat datang ke kampus beberapa hari terakhir...'' ucapnya merasa bersalah.




''Em...tak masalah. Sekarang kita sudah bertemu...''


''Haha...ayo duduk dulu. Kita pesan makanannya....''



Junhoe memanggil pelayan dan merekapun memesan makan siangnya.



''Carbonara-''


Donghae dan Lia saling menatap saat kemudian setelah mengucapkan pesanan mereka yang sama. Junhoe yang mendengar itu cukup kaget lalu tertawa pelan.

''Wah... Bisa bersamaan seperti itu rupanya...''




Lia menoleh dsn tersenyum.

''Kau mau carbonara juga?'' tanya Donghae pelan yang diangguki Lia.

''Oke... Dua carbonara berarti...'' ucap Donghae yang tentu saja di catat oleh pelayan.



''Jus semangka-''




Kini Mark dan Lia yang saling bertatap an karena ketidak sengajaan lagi. Junhoe bahkan kini bertepuk tangan pelan mendengarnya.



''Wah...kebetulan macam apa ini?''


Mark dan Lia sama-sama tersenyum simpul.

''Jus semangkanya dua...'' ucap Lia sambil mengembalikan menu pada pelayan. Yang lain pun melakukan hal yang sama setelah memesan.





''Jadi kak Mark. Apa yang bisa aku bantu?'' tanya Lia to the point.


''Emmm...begini. Pak Xiumin memberi saran untuk meminta bantuanmu dalam hal menyelesaikan skripsiku. Katanya ide skripsi kita mirip, jadi...''

''Aku akan membantumu...'' jawab Lia segera memahami maksud Mark. Mark pun menoleh dan menatapnya tak percaya. Tapi nampaknya senyum gadis itu tak nampak bercanda.


''Kau serius mau membantuku?''



Lia mengangguk pelan.

''Tapi aku tak bisa datang setiap harinya ke kampus...''


''Kau datang saja ke kantor, Mark. Lia sudah punya ruangan sendiri disana. Kalian bisa menyelesaikannya disana...'' ucap Junhoe memberi saran.




''Wah...benarkah? Apa dia sudah menjadi pegawai tetap di kantor mu, Junhoe?''



Junhoe yang mendengar itu pun tertawa pelan dan mengusap rambut putrinya lembut.


''Bisa dibilang begitu? Dia sudah sejak awal masuk kuliah aku perkenalkan tentang bisnis. Jadi yah, dia selalu membantuku sejak saat itu. Hasilnya sangat baik...'' jawabnya santai.



Donghae dan Mark kagum dengan Lia. Di usianya yang masih sangat muda, dia bisa membantu perusahaan papanya. Bukankah itu luar biasa? Bagi seorang wanita apalagi. Pasti Lia sudah berusaha sangat keras.





''Nampaknya dosenmu menunjuk orang yang tepat, Mark...'' ucap Donghae yang diangguki oleh Mark. Pemuda itu menoleh pada Lia yang nampak tengah kesal dijahili oleh papanya. Sungguh, wajahnya benar-benar mengingatkan nya dengan mamanya. Tatapan penuh cinta dan menenangkan. Rambutnya yang tertiup angin menutupi wajahnya benar-benar membawa nya pada bayangan wanita yang sudah melahirkannya itu.


Tak jauh berbeda dengan Mark, Donghae juga nampaknya merasakan hal yang sama hingga tanpa sadar sudut bibirnya terangkat melihat senyum tawa di wajah gadis itu. Sungguh, auranya benar-benar membuat Donghae merasakan bahwa istrinya itu masih hidup sekarang.





''Jika dia masih hidup, bukankah dia akan seusia dengannya?''















.
.
.

Black On White.    || EndWhere stories live. Discover now