26 ; Malu

836 95 14
                                    

Hay Hay

Btw HAPPY BIRTHDAY BRIGHTT 🤍

•••
"Shh, sakit!" rintih Khao dengan suara serak, sambil menahan rasa perih yang menjalar di wajahnya ketika First dengan hati-hati membersihkan luka yang menganga di pipinya.

"Lagian, lo ngapain sih sampai berantem sama Fluke? Lo lupa dia kan bekas ketua OSIS? Kalau dia sampai lapor ke guru BK, lo bisa kena skors, tau gak?" First mengomel dengan nada setengah kesal, sambil tetap telaten mengusap luka Khao menggunakan kapas yang dibasahi antiseptik.

Khao kembali meringis, menahan rasa sakit yang menusuk. "Dia nggak ngatain lo! Jadi gue gak terima diperlakukan kayak gini," jawabnya dengan nada tegas, sedikit membela diri.

First terdiam sejenak, matanya menatap tajam ke arah Khao yang sedang kesakitan itu.

"Lo gak punya masalah apa-apa sama dia, kenapa dia harus melibatkan lo? Itu kan bodoh banget," ucap Khao dengan nada kesal yang jelas terdengar dari suaranya, menunjukkan betapa frustrasinya dia.

First menghela napas panjang, seolah menahan beban yang selama ini ia pendam. "Ada," jawabnya singkat.

Kening Khao berkerut, penuh rasa penasaran dan sedikit bingung. "Apa? Kok bisa ada masalah?" tanyanya dengan nada ingin tahu.

First mengangguk pelan, lalu meletakkan kapas yang sudah dipakai ke atas meja kecil di samping tempat tidur. "Dulu, gue sama dia itu deket banget."

Khao terkejut, sedikit terdiam karena selama ini dia tidak terlalu mengenal kehidupan First secara mendalam. "Deket gimana? Temenan biasa aja, ya?" tanyanya, mencoba memahami.

First mengangguk lagi, wajahnya berubah menjadi sedikit muram. "Awalnya iya, cuma temenan. Tapi tiba-tiba dia nembak gue."

Khao terkejut, matanya membulat. "Terus? Kok lo masih bisa hidup setelah itu?" tanyanya dengan nada bercanda, tapi penuh rasa ingin tahu.

First dengan sengaja menekan lebam di pipi Khao, membuat Khao mengeluh kesakitan. "Anjing, sakit banget!" umpat Khao, sambil mengerutkan wajah.

"Gue kaget lah, tiba-tiba banget dia nembak gue," cerita First dengan suara pelan, seolah mengingat kembali momen yang membekas itu.

Khao mengangguk sambil tersenyum kecil. "Sama gue juga kaget, lo neken lebam gue tadi," balasnya sambil menyindir.

First mengendus kesal, merasa terganggu dengan ocehan Khao yang tak berhenti. "Mau gue lanjutkan ceritanya atau enggak sih?" tanyanya dengan nada sedikit memaksa.

Khao tertawa kecil, lalu mengangguk antusias. "Iya, lanjutkan dong."

"Makanya, diam dulu!" perintah First dengan nada tegas, dan Khao pun menurut, menahan diri untuk tidak mengganggu cerita.

"Bayangin aja, gue sama dia udah sahabatan lama banget. Tapi gara-gara kejadian itu, persahabatan kita jadi renggang," kata First dengan suara penuh penyesalan.

"Lo nolak dia, kan?" tanya Khao, matanya menatap penuh perhatian.

"Iya lah. Gue sayang sama dia, tapi cuma sebatas teman. Gak lebih dari itu," jawab First dengan suara pelan, seolah menyembunyikan luka di hatinya.

"Kok bisa jadi asing banget kaya gini sekarang?" tanya Khao lagi, penasaran dengan perubahan hubungan mereka.

First menggeleng pelan, wajahnya menunjukkan kebingungan. "Gue juga gak ngerti. Mungkin dia masih marah karena gue nolak dia, atau mungkin ada alasan lain. Gue gak tau," jawabnya dengan nada pasrah.

"Tapi bener sih, harusnya kayak gini. Nanti gue malah cemburu kalau lo masih deket sama dia," Khao menyela dengan nada jahil, mencoba mengalihkan suasana.

INTERACTION | KHAOFIRSTWhere stories live. Discover now