Pada hari sabtu pagi ini, Dian dan kelompoknya di prodi biologi berkunjung ke kebun durian milik kakeknya Alfian. Seperti kesepakatan waktu itu, mereka akan meneliti tentang pohon durian mulai dari akar, batang, hingga daunnya. Tak lupa juga mencicipi buahnya seperti janji Alfian yang akan memberi mereka cuma-cuma.Maklum, durian kalo di Lombok tuh harganya melebihi beras sekilo. Dan susah banget dapetin buahnya kalo lagi gak musimnya.
Sekarang Dian cuma duduk-duduk di gazebo, yang kalo orang Lombok nyebutnya itu 'berugak'. Dian gak sendirian, ada Yaya di sampingnya yang sibuk minumin es kopinya. Dian bahkan sampai geleng-geleng lihat tingkah temennya itu, masih pagi udah minum es. Kopi lagi. Hadeh.
'Aman gak tuh lambung!' Dian menampilkan ekspresi tidak percayanya saat Yaya menoleh ke arahnya.
"Apa, Di?" tanya Yaya kini beralih memakani cikinya.
Dian menggeleng, sedang malas berbincang walau sebenarnya ingin bertanya sesuatu. Gadis berambut panjang itu mengalihkan pandangannya ke sekitar kebun. Melihat banyak tumbuhan, baik itu bunga maupun buah. Namun, gadis itu heran karena netranya tak menangkap pohon durian di sekitar gazebo. Di mana demikian si podur alias pohon durian?
"Ya, katanya ini kebun durian, tapi kok gak ada liat pohonnya ya?" tanyanya tak ingin penasaran sendirian.
"Pohonnya cuma satu, Di. Ada di bagian dalam. Maklum lah, durian di Lombok tuh malingnya banyak, jadi ya gitu," ungkap Yaya jujur.
Ya memang seperti itu. Di Lombok ini, durian dikenal sebagai makanan orang kaya, ya setidaknya karena harganya yang melampung tinggi di pasaran. Makanya bagi mereka yang punya pohon durian, sudah menjadi pohon keramat yang buahnya akan hilang sewaktu-waktu bila berbuah.
Dian mengangguk mendengar penjelasan Yaya. Gadis itu jadi berpikir mengenai tempat tinggalnya yang di kelilingi orang-orang yang tidak suka durian utuh kecuali itu bahan olahan. Bahkan Dian pun juga tak menyukai buah tersebut karena baunya yang menyengat. Tapi pernah sekali ia mencobanya saat bersama Fero, ternyata rasanya tidak buruk seperti yang dibayangkan. Maka dari itu, Dian tidak pernah menilai makanan lagi hanya dari rupanya. Melainkan dari rasanya.
Dian memilih mengecek hapenya, ternyata ada pesan dari sang kekasih yang jauh nun di sana. Dian segera membalasnya.
YOU ARE READING
Diary's Dian in Mataram✔ [TERBIT]
Teen Fiction[Campus Life 1.1] Kisah singkat tentang cewek bernama lengkap Dian Fanila Udya menjalani hari-harinya di kota orang. Tepatnya di Kota Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Cerita yang membekas dalam memori Dian sebagai mahasiswa pertukaran antar pr...