Satu hari lagi terlewat

91 12 2
                                    

Pagi baru, hari baru, keseharian yang melelahkan lagi.

"Hah..."

Rasanya sesak. Matahari bahkan belum sepenuhnya terlihat dan dia sudah kelelahan. Kadang dia bertanya-tanya apakah itu hal yang wajar.

Shinonome Akito, itu namanya. Jika ada orang yang bertanya apa keahliannya, dia hanya akan menjawab satu hal, melukis. Tapi jika dilanjutkan apakah melukis itu hobinya, dia akan menjawab tidak tahu.

Sesungguhnya dia bahkan tidak tahu apa dia menikmati kegiatannya atau tidak. Dia hanya melakukannya karena hanya itu hal yang dia bisa.

"Sarapan mungkin sudah siap sekarang, aku harus pergi."

Dia bangun dari tempat tidurnya dengan rasa enggan. Bagaimana pun juga, dia melakukan rutinitas paginya tanpa masalah dan pergi ke sekolah.

Atau itu hanya skenario yang dia inginkan. Semua orang ada di meja makan sekarang. Dia tidak masalah dengan ibunya, tapi apa dia bisa menghadapi ayahnya dan Ena?

"Kenapa harus hari ini?" Batinnya tidak terima.

"Heh, sepertinya ada yang terlambat bangun," Ena menggodanya.

"Aku tidak terlambat, bahkan nasi belum dibagikan."

"Ya, ya."

Ena masih saja bertingkah seperti biasa. Tapi entah apa yang akan terjadi jika ayah mereka yang terlalu mengagungkan bakat itu-

"Apa kamu sudah memutuskan karya seperti apa yang kamu ikutkan dalam perlombaan nasional?"

-berbicara tentang sesuatu hal yang tidak Ena kuasai.

Sialan.

"Ck..," dia mendengar Ena menggumamkan sesuatu.

Dilihatnya Ena diam-diam. Alisnya sebentar lagi mungkin akan menjadi satu. Ini tidak bagus.

"Belum, aku bahkan belum memulai," tidak ada gunanya berbohong. Lagipula dia memang belum memulainya sama sekali.

"Kamu tidak boleh meremehkan hal ini, jika kamu memang serius."

Jangan. Dia menahan apa yang akan dia keluarkan di dalam mulutnya. Ena masih disini, dia tidak perlu mengatakan hal yang tidak-tidak juga.

"Ya, aku hanya masih bingung ingin membuat yang seperti apa."

Sepanjang sisa waktu sarapan itu, tidak ada yang berbicara lagi. Itu adalah kelegaan tersendiri bagi Akito. Syukur saja dia bisa membuat Ena setidaknya ada di meja makan sampai semua orang selesai.

"Aku sudah selesai, terima kasih atas makanannya," dia merapikan bagiannya dan kembali ke kamar.

Akito segera saja memasukkan semua buku yang dia butuhkan hari itu. Tidak lupa juga dibawanya buku sketsa. Yah, lebih baik dibawa saja meski tidak menggambar apapun.

Tanpa mempedulikan hal lain lagi, dia berangkat menuju sekolah.

🥞

"Yak, pemeriksaan di sini!"

Dia dengan santai melewati pemeriksaan yang dilakukan OSIS. Menurutnya, lebih baik menaati peraturan yang berlaku jika tidak ingin harimu direpotkan dengan ini itu. Berbeda dengan dua orang yang terkena masalah di belakangnya sekarang. Sebenarnya cuma satu orang sih, tapi dia juga menyeret anak lain dalam aksinya itu.

"Kamishiro-senpai, sudah kubilang berkali-kali bukan? Jangan membawa peralatan seperti ini ke sekolah..."

Gadis berambut biru gelap itu mendesah lelah sembari menyita "peralatan" seseorang.

Moonlight After MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang