02. Permintaan yang berat

6.4K 299 3
                                    

"Kamu sudah memikirkan permintaan Nenek, Dit?" Fatma berkata sambil menatap cucu pertamanya itu.

Radhit terdiam sejenak setelah mendengar ucapan Fatma yang terdengar lemah, "Radhit siap, nek tapi apa Oci mau?" tanyanya dengan suara ragu.

Meski ia baru mengetahui bahwa gadis yang akan dijodohkan dengan dirinya adalah Oci, namun sejak beberapa hari yang lalu ia sudah mantap menerima permintaan Fatma dan kenyataan bahwa Oci yang akan menjadi istrinya tidak membuat keputusannya goyah. Ia malah bersyukur setidaknya ia sudah mengenal dan tau sedikit tentang pasangannya. Namun, yang menjadi permasalahan adalah apakah Oci mau menerima permintaan Fatma?

"Radhit nggak mau, nek kalau harus ada paksaan."

"Oci banyak mengalami masa lalu yang menyakitkan bersama laki-laki yang Oci sayang." Fatma menjeda kalimatnya untuk menarik napas. "Jadi susah untuk dia menerima laki-laki baru di hidupnya."

Radhit sudah menerka sejak lama bahwa Oci pasti memiliki suatu ketakutan terhadap lawan jenis. Saat awal Oci masuk menjadi karyawan magang di kantor tempatnya bekerja, ia sudah melihat gelagat Oci yang menghindar untuk berbincang dengan laki-laki di sana. Ia hanya bisa berbincang dengan Radhit, itu pun karena Radhit terus memaksa dan pekerjaan membawa mereka untuk terus berkomunikasi. Makanya banyak laki-laki di kantor bilang bahwa Oci itu wanita tak tersentuh.

"Kamu janji, ya, kalau Oci bersedia kamu harus jaga dia, jangan sakiti dia." Fatma memohon, ia sudah banyak mendengar sakit hati seorang Oci, namun ia benar-benar berharap Oci bisa menjadi pendamping hidup Radhit. Keduanya sama-sama memiliki masa lalu yang berat dan dengan menyatukannya harapan mereka sembuh bersama-sama akan semakin besar.

"Insyaallah, nek." Radhit tersenyum setelah mengucapkan kalimat itu. "Tapi nenek janji, ya, habis ini mau dioperasi."

Fatma menggeleng, "Nenek sehat kok."

"Iya, nenek sehat tapi biar lebih sehat, tumornya diangkat dulu."

Sejak beberapa bulan yang lalu, Fatma memang mengidap hipertensi yang menyebabkan ia diharuskan untuk kontrol dokter setiap bulannya. Namun, beberapa hari yang lalu, Fatma jatuh sakit dan pada awalnya semua mengira Fatma hanya masuk angin biasa hingga pagi ini wanita tua itu ditemukan pingsan di teras rumahnya.

Setelah beberapa tes yang harus dijalani, Fatma divonis mengidap tumor kepala. Beruntungnya tumor itu segera diketahui dan bisa langsung dilakukan tindakan operasi. Sayangnya Fatma menolak karena alasan takut.

"Nenek takut."

"Takut kenapa? Kan ada Radhit sama Rendra di sini." Radhit mengelus punggung tangan Fatma.

"Nenek masih pengen lihat kamu dan Rendra sampai kalian menikah." Fatma berkata dengan suara lirih. Ia benar-benar takut tidak bisa menepati janji dengan mendiang anak dan menantunya untuk selalu mendampingi kedua cucu kesayangannya hingga keduanya menikah.

"Makanya nenek harus sehat biar bisa lihat kita nikah bahkan sampai kita punya cucu." Radhit berusaha menghibur Fatma sekaligus membujuk wanita kesayangannya tersebut.

Fatma terdiam sejenak, "Dit, nenek mau menjalankan operasi tapi nenek mau lihat kamu dan Oci menikah dulu, boleh?"

"Maksudnya, nek?" Radhit mengerti maksud Fatma tapi menurutnya permintaan nenek yang satu ini tidak mungkin terjadi. Fatma harus segera dioperasi dan tidak mungkin jika harus menunggu dirinya dan Oci menikah. Untuk melanjutkan ke pernikahan juga butuh sebuah proses.

"Entah kapan kalian akan menikah nenek akan menunggu."

"Tapi nenek harus segera ditindak," ujar Radhit. "Nggak mungkin harus nunggu Radhit sama Oci nikah."

Our Traumas [End]Where stories live. Discover now