21. Ujian Sekolah pertama

18 6 2
                                    

Ternyata kebahagiaan itu tidak terbagi dengan rata. ada salah satu yang tersakiti.

......

"Sebelum Kita melaksanakan ujian alangkah baiknya kita berdoa terlebih dahulu, berdoa sesuai kepercayaan masing-masing dimulai." Ruangan 05 itu hening, semuanya menunduk berdoa didalam hati sesuai dengan kepercayaan masing-masing.

"Berdoa selesai." Instruksi pengawas. Tegang, itulah yang mereka rasakan sekarang. Waktunya ujian, hari ini adalah hari pertama ujian. Mereka sudah memaksimalkan diri belajar dari semalam untuk menghadapi ujian hari ini. Bahkan dari jauh-jauh hari. Mereka berdoa semoga apa yang mereka pelajari ada dalam soal sekarang.

Komputer menyala didepan mereka. Soal-soal ada di dalamnya, diberikan kunci sandi untuk membunya maka soal-soal akan keluar.

"jangan tengok kiri tengok kanan. Ketahuan menyontek, silahkan keluar."

"Siap, pak!"

Ujian sudah dimulai, sandi diberikan. Pertama mereka harus mengisi data diri terlebih dahulu disusul dengan mengisi nomer ujian. Setelahnya mereka akan dibawa kelaman yang berisikan soal-soal. Ujian mengunakan komputer sedikit memusingkannya dan banyak sekali kesalahan, entah itu komputer yang harus fokus, mengejar waktu. Ada juga kendala saat tiba-tiba komputer itu mati. Tidak boleh gegabah, harus dengan hati-hati membaca soalnya.

Seperti murid lain, Tamara yang duduk di bangku tengah-tengah sama deg-degannya. Tapi dia mencoba fokus. Berfikir positif pasti dirinya bisa melewati soal-soal yang banyak ini. Dari semalam bahkan jauh-jauh hari sudah belajar, ya, pasti bisa. Pasti bisa.

"Absen tetap berjalan."

"Ya, pak."

Ketat pengawasan ujian. Pengawas mondar-mandir kesana kemari melihat-lihat, banyak mata yang mengintip, menyontek. Mendapat teguran menunduk takut. Kamera cctv terpajang disudut ruangan, di ruangannya yang menjaga cctv merekapun melihat, mengawasi. Sungguh, ujian kali ini sangat ketat.

"Jangan terburu-buru, baca dengan teliti, pikirkan jawabannya matang matang."

"Itu yang dipojok tidak boleh mengobrol apalagi meminta jawaban!"

"Siap, maaf, pak."

"Jangan mudah memberikan jawaban pada orang lain. Saat seperti ini kalian harus pelit. Pentingkan diri sendiri, mereka yang diberikan contekan jika sukses tidak akan mengajak kamu yang belum tentu sukses."

Contohnya;

Ada dua anak bersahabat. Kita bilang saja A dan B. Mereka sudah bersahabat sangat lama, apa-apa bersama. Suatu saat salah satu dari dua orang itu di tanya.

Begini.

Yang ditanya A, "jika kamu sukses sedangkan teman mu-B tidak sukses apakah kamu mau menemani temanmu yang tidak sukses? Atau kamu mau memberikan kesuksesan itu pada temanmu?"

A menjawab, "tidak."

"Kenapa tidak bukankah B adalah sahabat mu?"

A pun berkata, "memang aku sahabatnya. Tapi jika mengenai masa depan aku tidak bisa membantunya."

Suatu saat nanti tidak akan ada yang menolongmu saat dirimu tidak sukses. Teman bahkan sahabat pun akan acuh padamu, mereka lebih peduli kesuksesannya.

Bicaranya gini, "tidak ada yang mau bertaruh kesuksesannya untuk orang lain."

.....

"Gila sih ujian pertama bikin kepala gue mau pecah. Selesai ujian kayaknya gue bisa-bisa geger otak deh!" Dengan heboh Adista memegang kepalanya, rambutnya yang tadinya rapi sekarang berantakan bahkan jepitannya hilang entah kemana.

TAMARA; Ugly and Selfish [Selesai]Where stories live. Discover now