CHAPTER 3

64 9 2
                                    

"Jadi, Zane ini si Sulung. Lalu di mana si Bungsu? Dia tidak jadi ikut?"

"Oh, dia tiba-tiba tadi bilang ada sedikit urusan lagi dengan temannya yang kebetulan ada di sini. Ia akan menyusul nanti."

"Begitu rupanya. Ayo, kita mengobrol di dalam saja. Biarkan anak-anak saling mengenal dulu."

"Lea? Lea? Lea! LEA!"

Aku tersentak. Apa yang kulakukan tadi? Bengong? Syok?

Otakku kembali menganalisis. Z, perenggut keperawanan, Zane, perjodohan. Astaga. Takdir konyol macam apa ini?!

Aku harus bagaimana? Memasang wajah ramah dan tersenyum bahagia?

"Lea!" Kali ini Mom mengguncang bahuku. Tatapannya seakan-akan aku telah berbuat sesuatu yang memalukan. "Temani calon tunanganmu mengobrol dulu. Mom akan menyiapkan makan malam."

Usai berkata itu, dia melangkah pergi tanpa peduli bagaimana responsku. Kulihat Dad telah asyik berbincang dengan Tuan Nathan di ruang tamu.

Zane masih berdiri di hadapanku. Ia menatap seakan aku adalah sesuatu yang menakjubkan baginya.

Atau mungkin saja dia tengah menertawakanku saat ini. Dia pikir aku tak mengingatnya sebagai si Pencuri!

"Jadi, ini maksud tulisan di memo?" tanyaku dengan suara bergetar. Aku mengepalkan tangan seraya mengatupkan rahang.

Mata birunya mengerjap. "What?"

Oh, pura-pura bermain licik rupanya. Dasar bajingan pengecut!

"Kau tidak merasa malu ya sudah melakukan perbuatan kotor, lalu muncul di hadapanku sebagai ... apa tadi?" Mataku menyorot ke arahnya. "Calon tunangan?"

Entah dia sangat pintar berakting, atau memang jiwa aslinya adalah raja iblis. Ia menunjukkan ekspresi seakan tak mengerti dengan apa yang kukatakan.

"What?"

"Dengar, Keparat," desisku pelan. "Jika kau tak mau aku membunuhmu, jaga mulutmu. Jika kau membocorkan soal kejadian semalam, aku bersumpah akan bekerja sama dengan para penyihir gipsi mana pun untuk mengutukmu seumur hidup."

Mulut Zane membuka tutup, tanpa sepatah kata pun keluar. Sepertinya ia cukup syok melihat keberanianku. Dia pikir aku gadis patuh, penurut, dan mudah diperdaya begitu saja?

"Aku tak mau diingatkan lagi tentang kejadian semalam. Anggap saja aku memang sangat sial. Batalkan perjodohan ini dengan cara apa pun. Jika tidak, aku akan membuat hidupmu dalam neraka." Aku bisa saja melaporkannya sebagai pelecehan seksual atau perkosaan, tetapi bagaimana menjelaskannya pada mama dan papa soal aku berbohong dan bahkan melanggar larangan mereka untuk tidak mabuk di pesta?

"What ...." Dia semakin menatapku penuh kebingungan.

Sebuah mobil biru metalik memasuki halaman dan parkir di dekat kolam air mancur. Seseorang turun, lalu berjalan santai menuju teras, tepatnya ke arahku dan Zane.

Ia memakai kemeja putih yang dipadu dengan jas hitam tanpa kancing, sama seperti Zane. Bedanya, dia memakai kaca mata gelap.

Lelaki itu membuka kaca matanya begitu tiba di hadapan kami. "Maaf, aku terlambat."

Tatapan mata biru tajam yang cekung itu seketika menyadarkanku tentang perbedaan antara dia dan Zane. Selain itu, semua tampak begitu sama. Aku tercengang seketika.

"Zander, kau ke mana saja? Tuan Edward terus mencarimu. Nyonya Martha juga menanyakanmu tadi. Omong-omong, kenapa kau meniru penampilanku lagi, huh? Biasanya kau tak suka berpakaian formal atau memakai gel rambut sepertiku."

WILD AND CRAZY (END) Where stories live. Discover now