"Ayah..."
"hm?"
"Paman Renjun kemana?"
Hebatkan, aku menanyakan keberadaan seseorang yang aku benci, dulu. Karena rasanya aneh sejak pagi tidak menemukan paman Renjun yang selalu mondar mandir ke sana kemari jika hari libur seperti sekarang.
Ya, repot menyiapkan sarapan, pakaian kotor, cucian bersih. Aku heran, kita punya bibi yang membereskan rumah tapi paman Renjun selalu menjadi yang paling sibuk membereskan rumah.
"Ke rumah sakit..."
"Siapa yang sakit?"
"Ayahnya, dan di rawat. Tadi pagi paman Renjun baru di kabari makanya tidak sempat menyiapkan apa – apa. Tadinya Ayah mau ikut, tapi di larang katanya kau belum bangun, takut kau bingung sendirian di rumah."
"Kenapa?"
"tidak apa – apa hanya aneh saja tidak melihat paman Renjun pagi – pagi begini. Ayah mau ke rumah sakit nanti?"
"Iya, dua jam lagi."
"Aku... ikut boleh?"
Ayah tersenyum senang.
Kalian tahu perasaan aneh yang tiba – tiba menjalari hati kalian? Itu yang aku rasakan. Entah perasaan khawatir atau apa tapi aku ingin melihat paman Renjun.
"Kenapa ke sini?"
Sambutan khas seorang paman Renjun. Bukannya menyambut malah begitu pertanyaannya.
Wajah paman Renjun berantakan, maksudku seperti lelah sekali. Kotoran matanya juga masih menempel di mata, dan Ayah tanpa jijik membersihkannya.
Memeluk tubuh paman Renjun yang sekiranya butuh energi lebih dari Ayah. Tampak jelas paman Renjun menikmati pelukan serta elusan di punggungnya.
Pasti lelah sekali.
"kenapa ke sini? Nanti malam aku pasti pulang."
"Ayah mertuaku sedang sakit tidak mungkin aku tidak ke sini Sayang. Dan juga, ada yang rindu. Pagi – pagi sudah menanyakan mana paman Renjun..."
"Benarkah?!" paman Renjun memekik senang. Aku hanya mengangkat bahu saja, toh bukan itu nyatanya. Sepertinya.
"Paman sudah makan? Tadi aku beli nasi kepal untuk paman."
Dia tersenyum semakin lebar, tangannya semangat sekali membuka bungkusan nasi kepal yang aku bawa. Ayah meninggalkan aku dan paman Renjun di sofa ruang rawat.
Ayah sudah mengobrol dengan ke dua orang tua paman Renjun. Aku segan mendekat, tapi Ayah menyuruhku untuk mendekat.
Ya, mau tidak mau.
Aku hanyut dalam obrolan dengan kakek dan nenek. Mereka menyenangkan, sungguh. Apa lagi nenek, wah! Aku kenyang disuapi apel dan jeruk yang tadi Ayah bawa.
Kakek? Tidak kalah menyenangkan, lawakannya luar biasa dan sifat jahilnya sepertinya menurun pada paman Renjun.
"Jisung... ayo pulang."
"Sekarang? Tapi kakek masih cerita soal kapal pesiar yang dulu kakek bawa."
"Sudah malam loh, besok harus sekolah."
"Baiklah... kakek, nenek aku pulang, tapi kakek harus janji nanti kalau bertemu lagi lanjut ceritakan tentang kapal pesiar itu..."
Tapi si penuh penasaran ini esoknya datang ke rumah sakit tanpa memberi tahu siapa – siapa. Bermodal buah apel dan jeruk lagi, aku hendak masuk ke dalam ruang rawat kakek tanpa permisi.

YOU ARE READING
famILY | NOREN + Jisung
FanfictionIni kisah mereka. Dengan sudut pandangan yang berbeda tapi berakhir bersama.