"Paman... soal kuliahku, aku sudah memikirkannya."
"Iya?"
"Aku ingin mengambil pelayaran seperti kakek."
"A-apa?"
"Iya, aku ingin mengambil pelayaran seperti kakek. Aku sudah melihat apa saja syarat dan ketentuan masuk pelayaran, dan jurusan – jurusannya, aku rasa aku mampu untuk masuk dan cocok."
Aku berujar semangat karena sungguh, membayangkan aku memakai seragam dan berdiri membawa kapal laut, wah luar biasa.
Bukan karena itu saja, kakek pernah bilang kalau ia ingin punya keturunan yang mengikuti jejaknya tapi ternyata paman Renjun memilih menjadi dosen.
"Jisung... kau, sungguh ingin menjadi pelayar, maksud paman, paman tidak ingin kau memilih karena kakek."
"Tidak, aku juga ingin."
Paman Renjun terlihat gusar, sendoknya ia taruh di sisi piring, padahal lauk dan nasinya belum habis.
"Coba kau pikirkan dulu, karena... paman sedikit tidak setuju jika kau –"
"Kenapa?!", potongku cepat.
"Paman hanya kurang suka, dan juga pendidikannya menurut paman sulit sekali."
"Paman ragu padaku? Aku bisa dan aku yakin aku mampu!"
"Bukan begitu, paman yakin kau bisa tapi –"
"Aku akan tetap masuk pelayaran. Tanpa bantuan paman aku bisa!"
"Bukan itu masalahnya!" paman Renjun membentakku untuk pertama kalinya.
Bisa aku lihat dia menahan kata – kata selanjutnya yang akan keluar. Paman Renjun menunduk mencoba menenangkan diri.
"Ada pilihan lain selain pelayar, kau... paman mendukung kau mengambil jurusan lain tapi kalau pelayaran ... coba kau pikirkan matang – matang." Suaranya kembali melembut.
"Paman bilang, paman akan mendukung dengan jurusan apa saja yang aku ambil. Tapi kenapa sekarang begini!"
"Pelayaran, pilot atau apapun yang mengharuskan pergi jauh paman kurang setuju Jisung."
"Terserah! Aku hanya akan meminta izin Ayah!"
"Jisung... tolong pertimbangkan lagi."
"Apa alasannya!"
"Jisung!"
Si tampan pulang... rahangnya mengeras melihat aku meninggikan suara pada paman Renjun.
Aku tidak mengerti mengapa paman begitu melarangku menjadi pelayar, padahal itu juga jurusan yang diambil kakek dulu. Harusnya paman senang, aku bisa meneruskan keinginan kakek untuk berlayar sampai...
"Jangan suka meninggikan suaramu Jisung... bisa dibicarakan pelan – pelan, duduk dan bicara."
Aku menatap heran Ayah yang baru datang, si tampan tidak tahu permasalahannya tapi sudah membentak aku.
Ayah selalu begitu, membela paman Renjun terus!
"Ayah kenapa si?! Membela paman Renjun terus, aku ini anak Ayah bukan?!" pecah sudah emosiku hari ini.
"Apa yang kau bicarakan Jisung?!"
"Ayah selalu membela paman Renjun, apa – apa paman Renjun, sedikit -sedikit paman Renjun. Dulu waktu ada ibu aku selalu dibela! Tidak pernah juga Ayah membentak dan memarahi aku! Kenapa Ayah berubah? Karena si pengganti ini, iya?!"

KAMU SEDANG MEMBACA
famILY | NOREN + Jisung
Fiksi PenggemarIni kisah mereka. Dengan sudut pandangan yang berbeda tapi berakhir bersama.