5. Denting

69 34 1
                                    

Aku lupa, kapan terakhir kali aku berusaha cuek karena perilaku Pak Pram yang kadang-kadang suka agak-agak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku lupa, kapan terakhir kali aku berusaha cuek karena perilaku Pak Pram yang kadang-kadang suka agak-agak. Sepanjang jalan pulang tadi malam, dia tak berkata-kata. Aku pikir dia marah atau malu padaku, rupanya dia tertidur pulas.

Angkot berjalan perlahan, memecah kemacetan yang mendadak mengular di depan sebuah swalayan. Langit malam sudah gelap sempurna, suasana jalanan terasa sedikit berbeda. Baru kali ini aku pulang semalam ini. Pandanganku beralih pada pak guru yang terlelap sambil menyilangkan tangannya di dada.

Sebenarnya, kalau mau, aku bisa pulang bersama Paman Rendi nanti. Namun, hari ini aku merasa lelah. Pikiranku masih terganggu dengan sosok wanita bermantel bulu itu. Mantel yang dia pakai tidak biasa. Bulu-bulu panjang bergoyang pelan ditiup angin yang entah datang dari mana. Lagi pula, kota ini panas, siapa juga yang memakai mantel klasik itu sekarang!

"Pak," panggilku pelan saat kami akhirnya sampai di gang depan rumah.

"Hm?" Dia menoleh, masih dengan mata merahnya. Sesekali dia menguap, menghancurkan imej keren yang selama ini menempel padanya.

"Tadi, Hana melihat sesuatu di sana." Kata-kata itu menyangkut di tenggorokan, pasalnya jalanan yang ada di depan kami sekarang begitu gelap. Aku berjalan tepat di sampingnya, memegangi ujung tali ranselnya.

Dia menoleh, "kamu nempel-nempel, nanti nyaman, geser ah!" sentaknya.

Kami sudah berada di depan rumah Ayah, dia langsung bebelok dan mengeluarkan kunci rumah dari dalam sakunya.

"Bapak gak anterin Hana?"

"Udah jalan sana, saya liatin dari sini."

Dia menatapku sambil memegangi gagang pintu. Aku segera pulang ke rumah paman. Sesuai dugaanku, dia langsung masuk dan loncat ke sofa ruang tengah. Tirai jendelanya belum tertutup sempurna, sepertinya dia memang sengaja tak menutup tirai itu.

"Dasar jahat!" desisku pelan. 

Aku lari terbirit menuju rumah paman.   
.....

Pagi-pagi sekali bibi sudah berdiri di dapur untuk memasak. 

"Mandi, Hana, cepet, nanti telat, loh!" katanya padaku. 

"Bibi seumuran kamu, jam enam pagi udah keluar dari rumah, berangkat sekolah. Kok, ya kamu ini santai banget, sih. Udah cepet sana mandi."

Omelannya setiap pagi sudah kuhapal dengan baik, aku selalu mengikuti perkataannya dengan menggerakkan bibirku setiap pagi. Namun, walau begitu, bibi selalu membuatkan bekal untukku. 

Dia menyerahkan tas bekal untukku"Ini sarapanmu, Hana." Aku membukanya dan menemukan dua kotak bekal di dalamnya. Aku tahu ini pasti untuk Pak Pram. 'Laki-laki dewasa itu, pasti tak sempat menyiapkan makanan, sudah kamu kasih saja, itung-itung balas budi, karena sudah mau ngajarin kamu matematika,' begitu kata bibi, setiap kali aku menolak memberikan bekal ini untuknya.

Cafe Jasuke Just Okay (Complete Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang