04. Menawarkan sebuah keputusan

4.2K 263 2
                                    

Radhit menghela napas pelan melawan kegugupan setelah berhasil menjelaskan semuanya dengan Liliana. Ia melihat Liliana terdiam setelah mendengar penjelasan Radhit. Meskipun Liliana mendukung keputusan Fatma untuk mendekatkan Radhit dengan Oci, namun untuk memutuskan pernikahan keduanya bukanlah sesuatu yang mudah bagi Liliana.

"Sejujurnya bukan bunda belum siap melepaskan Oci untuk menikah tapi dia susah untuk dekat dengan seorang laki-laki. Bunda yakin kamu itu laki-laki yang baik dan bertanggung jawab tapi Oci sudah menanamkan mindset di otaknya bahwa semua laki-laki sama seperti ayahnya." Liliana terlihat menghela napas.

"Selama ini bunda nggak pernah memaksa Oci untuk menikah karena bunda tau dia trauma dengan pernikahan bunda dan ayahnya yang berakhir perpisahan. Bunda pun juga sudah ikhlas kalau Oci memutuskan untuk tidak menikah tapi melihat kamu dan Oci cukup dekat, itu pertama kalinya bunda lihat Oci ngobrol sama laki-laki dan nggak bohong kalau bunda mengharapkan kalian jadi pasangan."

"Aku akan berusaha membuat Oci nyaman, bun." Radhit menatap Liliana yang masih menampilkan wajah penuh keraguan.

Liliana mengangguk, "Jangan sampai ada  keterpaksaan di antara pernikahan kalian berdua, ya, Dit."

"Iya, bun. Aku udah mutusin ini dari sebelum tau kalau Oci anak bunda, insyaallah nggak ada keterpaksaan."

~~~

"Kenapa, mas? Kata bunda Mas Radhit mau ngomong hal penting."

Oci cukup bingung saat bunda mengatakan bahwa Radhit ingin mengatakan sesuatu yang penting. Masalahnya Oci masih canggung jika berbicara berdua dengan Radhit apalagi membicarakan hal di luar pekerjaan.

"Lo tau kan kalau nenek harus cepet di operasi?"

Oci mengangguk, "Iya, bunda udah bilang."

"Waktu itu udah gue kasih tau juga kan kalau nenek nggak mau operasi sebelum gue nikah." Oci mengangguk dengan ragu, perasaannya tidak enak.

Radhit menghela napas panjang, "Mau nikah sama gue nggak, Ci?"

Oci terdiam, sibuk mencerna apa yang ia dengar dari Radhit beberapa detik yang lalu.

"Gue tau kalau keputusan ini terlalu mendadak buat lo tapi dua hari ini gue udah mikirin mateng-mateng sebelum akhirnya gue ngomong ke bunda dan lo." Sorot mata Radhit menunjukkan kesedihan.

"Kenapa nggak Mbak Hani aja?" Oci tiba-tiba teringat seorang perempuan yang menjabat sebagai Senior Editor di tempatnya bekerja. Banyak rumor yang beredar bahwa Radhit dan Hani memiliki hubungan khusus ditambah lagi postingan di media sosial Hani yang memperkuat rumor bahwa mereka memiliki hubungan khusus.

"Hani? Kenapa Hani?" Radhit menatap Oci bingung.

"Mbak Hani kan pacar Mas Radhit nanti saya bantu bilang ke Nenek Fatma pasti nenek paham."

Radhit bertambah bingung, "Kata siapa gue pacaran sama Hani?"

"Emang enggak?" Tanya Oci secara hati-hati.

Radhit menggeleng, "Gue nggak ada hubungan apa-apa sama Hani selain rekan kerja. Sama kayak gue ke lo."

Oci sedikit terkejut. Berarti selama ini semua orang di kantor salah mengira. Oci yakin rumor tersebut sudah tersebar tetapi kenapa Radhit dan Hani tidak mengklarifikasi, perempuan itu malah sering membuat postingan entah itu sedang makan siang bersama Radhit atau sedang berada di ruangan Radhit.

"Banyak yang bilang kalau gue pacaran sama Hani, ya?"

Oci meringis tidak enak, "Maaf, mas, saya kira Mas Radhit ada hubungan sama Mbak Hani."

Our Traumas [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang