Bab 1 : Tujuan

20 17 7
                                    

Alice Walley, seorang gadis berparas cantik, amat sangat cantik. Kecantikan itu membuat dirinya menjadi sangat sukses di usia muda sebagai seorang aktris juga model. Alice memiliki kepribadian yang baik, baik itu di depan atau saat berada dibelakang kamera. Sifatnya yang ramah dan mudah berbaur dengan orang-orang membuat Alice cukup diminati oleh sesama aktris dan aktornya, bahkan membuat beberapa aktor jatuh cinta walau tahu Alice tak bisa balik mencintai.

Karena Alice mati rasa.

Bukan tanpa alasan, tapi karena masa lalu yang masih menghantui. Gambaran kebencian orang-orang terhadapnya membuat Alice sangat sulit mempercayai makhluk bumi. Bahkan Alice berharap suatu saat nanti ia bisa memberikan balasan yang lebih menyakitkan kepada orang-orang yang telah menyakitinya di masa lalu.

Alice mengemasi barang-barangnya, ditemani sang assisten ia akan segera pindah dari apartemen lamanya.

"Nona, apa kita akan benar-benar pindah?" Assisten itu memandangi ruangan Alice, hatinya terlalu berat untuk pergi dari rumah yang sudah mereka tempati bersama selama 10 tahun.

Alice sadar itu, sejujurnya ia juga berat tapi mau bagaimana lagi. Agency incarannya sangat jauh dari apartemen karena berbeda kota, butuh waktu sekitar 4 jam untuk pulang pergi. Tentu saja itu akan melelahkan untuknya.

"Kemasi saja dulu, Ella. Kalau aku berhasil kita bisa membawa barang-barang ini pindah."

Elle, sang assisten mengangguk, "Baik, Nona."

Mereka melakukan aktivitas bersih-bersih selama hampir satu hari penuh. Alice hanya membersihkan bagian kamar dan ruang kerjanya sementara Elle semua ruangan. Setelah barang selesai dipindahkan dan beberapa di antaranya sudah masuk kedalam kardus, Elle segera membungkus semua sofa, kasur, dan lemari dengan kain putih agar tidak berdebu selama ditinggalkan sampai mendapatkan penghuni yang baru.

Alice merebahkan tubuhnya di kasur dengan lengan sebagai bantalan, menatap langit-langit kamar dan menarik napas perlahan-lahan. Rasa lelahnya sangat terasa, kedua pundaknya pun begitu berat. Mengemasi barang yang cukup banyak tentu bukan hal yang mudah, apartemennya juga cukup luas dan hanya ada Elle yang membantu.

Ini hanya karena tujuannya Alice harus segera pindah dari tempat yang sudah menjadi saksi perjuangannya selama bertahun-tahun.

Dan sekarang dengarkanlah dering ponsel yang tergeletak disampingnya, terus menganggu dan Alice sudah cukup muak. Diraihnya benda itu lalu menyapa seseorang diseberang sana.

"Aku sudah bulat dengan keputusanku. Aku tidak akan memperpanjang kontrak kita."

"...."

"Tidak, dan terima kasih masih menunjukkan rasa pedulimu. Aku juga sudah berbicara secara langsung dan sopan pada atasanmu."

Alice menutup panggilan lalu membanting ponselnya. Jika saja tidak sedang menunggu telepon dari sang manager, Alice akan mematikan dayanya.

Yang benar saja. Kenapa Alice harus bertahan dengan perusahaan yang hanya membayar 5% dari sekian banyak keuntungan? Bahkan terkadang tidak membayar sama sekali. Kalau bukan kontrak yang mengharuskannya untuk tetap tinggal, Alice sudah tentu pergi sejauh mungkin.

Alice juga berharap ini tidak akan memperngaruhi tujuan utamanya.

*******

Sementara di tempat lain, seorang pria sedang duduk dikursi kebesarannya. Hari ini ia merasa sangat lelah karena terlalu banyak menandatangani berkas juga beberapa kontrak bersama actress dan actor baru. Jarinya seperti akan patah setelah menulis begitu banyak tanpa bantuan mesin. Dirinya ini seorang CEO atau OB? Mungkin keduanya.

Darren Hadley, pria yang cukup terkenal karena memiliki sebuah agency ternama dan sukses. Tangannya seperti sebuah magic yang ketika sudah berada dibawah kendalinya akan menjadi lebih bersinar. Oleh karena itu perusahaannya adalah perusahaan yang cukup diminati banyak publik figur, baik yang sudah senior maupun yang masih pelatihan.

"Minum dulu tehmu, kau bahkan belum makan seharian."

Seorang gadis, yang memiliki jabatan sebagai sekretaris itu meletakkan secangkir teh di meja kerja bosnya. Darren menatap sekilas cangkir di depannya lalu kembali fokus memijat keningnya. Darren tinggal menunggu mimisan, sejak tadi kepalanya terus berdenyut.

Darren ingin berteriak sekarang!

Damian kaparat, pria itu justru pergi berlibur bersama kekasihnya dan membebankan semua pekerjaan pada Darren. Jika saja pria itu tidak memiliki peran penting dalam perusahaan, Darren akan memastikannya berhenti bekerja dan menjadi gelandangan diluar sana.

"Bianca, ambilkan map yang harus aku periksa? Aku ingin melihat calon aktris dan aktor kita," Pinta Darren.

Bianca, sekretarisnya mengangguk lalu berjalan ke arah lemari penyimpanan berkas dan kembali dengan membawa salah satu map. Memberikan map itu pada Darren.

Darren menatap map di depannya, namun belum banyak yang ia lihat Bianca berdeham, mencoba menarik perhatian Darren dan Darren peka dengan itu, ia kemudian menatap Bianca seolah bertanya ada apa.

"Kau tahu tentang Alice Walley?

Darren mengalihkan atensinya dari berkas lalu menatap Bianca. " Aku tahu, gadis itu cukup terkenal. Ada apa?"

"Dia menekan kontrak dengan perusahaan kita."

Sebelah alis Darren terangkat. Ia tentu tahu tentang Alice karena namanya sering kali trending, juga film dan dramanya. Bahkan Alice memiliki banyak peminat internasional dan penggemarnya berasal dari semua kalangan usia. Bagaimana tidak, wajahnya memang tipe kecantikan masa sekarang.

Dan gadis itu menekan kontrak dengan perusahaannya.

"Apa ada masalah?" Tanya Darren.

Bianca menggeleng, "Tidak. Dia bersih dari skandal bahkan rumor kencan sekalipun."

Darren mengetuk dagunya, seolah berpikir. "Apa karena dia tahu pemilik perusahaan ini sangat tampan?"

Bianca mengangkat tangannya, nyaris menampar kepala Darren jika saja tidak sadar sedang bekerja. Diraihnya dengan kasar map yang ada ditangan Darren lalu menyimpannya kembali.

Darren terkekeh, Bianca sangat mudah dibikin emosi dan Darren suka mengerjainya.

"Keluarlah," Ucap Darren.

"Huh." Segera Bianca meninggalkan ruangan itu dengan mulut penuh umpatan. Kalau saja Bianca tidak memerlukan uang untuk membayar hutang peninggalan kedua orang tuanya, sudah pasti ia akan mencekik Darren. Tapi akan sulit juga, sebab Darren adalah sepupu dan satu-satunya orang yang Bianca punya.

Sepeninggal Bianca, muncul lagi satu orang yang lebih memusingkan. Darren melongos, terlalu malas melihat orang yang berdiri di depannya.

"Ayolah, dua hari saja. Aku benar-benar membutuhkannya."

"Kau Damian! Kau ingin aku stress karena setumpuk pekerjaan?" Darren menggeleng, "Kau bahkan menghabiskan waktu 3 hari hanya untuk kencanmu."

"Ini berbeda." Damian menyatukan kedua tangannya dan terus memohon. Tapi seakan tuli, Darren hanya diam dan tidak merespon sedikitpun. Berpura-pura sibuk dengan ponselnya dan Damian sangat tahu itu.

Damian jadi bingung harus memohon bagaimana lagi. Tidak biasanya Darren sulit untuk dibujuk. Sepertinya ia sudah kelewatan sekarang.

"Aku hanya ingin putus dengan Clara."

Darren mengangkat kepalanya, menatap Damian dengan mulut menganga.

Putus? Mereka bahkan baru kencan tiga hari yang lalu! Bisa-bisanya Damian melakukan hal itu. Tidak bisakah Damian jadi seperti Darren?

Darren bisa mengencani gadis selama satu bulan lalu mencari gadis lain lagi. Setidaknya Damian bisa sepertinya atau mungkin lebih lama darinya.

Pria brengsek memang seperti itu. Darren akhirnya mengangguk. Mengizinkan Damian bolos lagi selama dua hari.

Lily of the walleyWhere stories live. Discover now