1. Abang penjual kanvas

337 31 1
                                    

Rumah yang dibangun sepuluh tahun lalu itu menjadi saksi bisu bagaimana kehidupan Dimas dan Kanaya berjalan. Lika-liku kehidupan yang tidak mudah, serta rintangan yang sejauh ini dapat dilewati dalam bahtera rumah tangga keduanya. Mereka bahagia. Dimas dan Kanaya.

Ditambah lagi, kehadiran tiga buah hati yang menambah warna kehidupannya. Mereka benar-benar merasa menjadi manusia yang  cukup sempurna.

Dan seperti biasanya, Kediaman Ardamas Minggu pagi ini ramai oleh beberapa tamu dadakan. Sampai-sampai garasi mobil yang luasnya dua kali lipat dari garasi pada umumnya itu full mobil dan motor yang berjajar rapi.

Bukan arisan, bukan demo, pun bukan hajatan. Hanya beberapa para remaja yang menghabiskan waktu liburnya. Scorpio.
Geng motor yang diketuai Cakra Ardamas itu sudah berkumpul di kediamannya sejak satu jam yang lalu seperti rencana awal mereka dari jauh-jauh hari.

Di satu sisi, Venus yang baru saja keluar dari kamarnya hanya mendengus sebal saat netranya sudah mendapati beberapa teman Cakra yang berisik. Namun, tak ayal langkah kakinya tetap mendekat keruang tamu. Karena tujuan awalnya keluar kamar adalah hendak menagih sesuatu miliknya yang belum Cakra penuhi.

"Cak!!" Panggilnya keras-keras. Lalu laki-laki yang menggunakan kaos oblong putih itu menoleh padanya.

"Eeeh ada neng Venus" itu bukan suara Cakra yang menyahuti nya. Namun laki-laki tampan dengan Hoodie maroon menyapanya. Namun hanya delikan mata yang Venus berikan pada laki-laki itu.

"Pagi Mbak Venus cantik" Kali ini suara bariton kembali menyapanya. Laki-laki yang ia ketahui bernama Dito itu tersenyum lebar padanya.

"Apa?" Cakra menjawab malas akhirnya.

"Kanvas gue mana?!"

"Nanti Ti. Gue masih sibuk nih"

"Lo jangan remehin ya. Ini gue besok pagi udah berangkat ke Jakarta bego! Lomba gue nggak dibuat main-main"

"Astaga ... Gue ngerti. Udahlah Lo nggak usah khawatir. Ntar malem tuh kanvas udah ada sama Lo!"

"Nggak! Gue mau sekarang!"

"Ya elah emangnya Lo udah ganti stik ps gue hah?!"

"Udah anjing! Sekarang gue minta kanvas gue. Nggak mau tahu gue!"

"Nggak bisa. Tuh kanvas bisa gue dapetin ntar sore. Lo kira cari kanvas modelan punya Lo gampang apa"

"Ya itu derita Lo. Lo kudu tanggung jawab!"

Cakra berdecak kesal. Laki-laki itu kini berdiri dari duduknya. Menghampiri gadis yang lebih tua lima menit darinya itu, "Siniin hape Lo!"

"Buat apa?"

"Udah siniin aja. Lo mau dapet kanvasnya sekarang kan?"

Dengan lugu, Venus mengangguk. Gadis itu memberikan ponselnya pada sang adik. Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan Cakra pada ponselnya yang jelas, laki-laki itu mengetikkan sesuatu yang entah apa dan sesaat kemudian Cakra mengembalikan ponselnya.

"Tuh"

Venus mengerutkan keningnya ketika ponselnya menunjukkan aplikasi Chatnya yang berjalan. Ditambah lagi, adiknya itu sudah mengawali Chat dengan nomor asing entah milik siapa.

"Ini apa bangsat! Lo chat siapa?"

"Ya itu Lo chat dia. Lo bilang mau ambil kanvas yang dibeli Cakra gitu aja. Udah gue bayar tinggal ambil"

"Lah kenapa gue yang harus ambil. Enak aja! Ya Lo lah. Lo harus tanggung jawab enak aja Lo nggak tanggung jawab sepenuhnya"

"CK gini ya Titi ku sayang, Lo sendiri tadi yang bilang kalau lo mau kanvasnya sekarang. Jadi Lo chat dia kalau mau. Kalau Lo mau gue tanggung jawab sepenuhnya ya udah Lo harus sabar karena saat ini gue masih sibuk"

VENUS IS WORLDWhere stories live. Discover now