Lembar 13 : Hari Ini, Abang Bertambah Usia

849 80 4
                                    

Dua insan itu tengah melamun di kamar. Lagi-lagi, hujan mengguyur bumi. Meniupkan angin dingin dan aroma petrikor yang khas. Setiap helaan nafas mereka menjadi pertanda kalau mereka tengah dilanda kebingungan.

Tiga hari lagi adalah hari ulang tahun Abi. Hainan dan Nana sama-sama bingung harus menyiapkan apa. Yang jelas, harus berbeda dan harus spesial. Abi adalah orang paling berjasa di kehidupan mereka, dan yang lain.

Abi berhasil menjadi pengganti orang tua. Berhasil menjadi kakak yang baik dan disiplin. Berhasil pula mendidik dan membesarkan adik-adiknya.

"Bang"

"Na"

Bersamaan. Keduanya lagi-lagi menghela nafas.

"Abang dulu"

"Lo dulu deh"

Nana mengacak-acak rambutnya, frustasi. Lantas, pemuda itu berkacak pinggang lantaran Hainan tak kunjung bersuara lagi.

"Heh, ditanya malah diem!"

Hainan mengerjap. Memberikan ekspresi sok polos, dan sukses membuat Nana menjitak dahinya.

"Nggak usah drama. Gini deh, gimana kalau kita nanti kerjain aja semua pekerjaan rumah. Bang Abi biar santai-santai. Baru malamnya kita bawain kuenya" kata Nana, semangat.

Hainan nampak berpikir sesaat, setelah itu mengangguk.

Setiap ulang tahunnya, Abi pasti akan mengambil cuti jauh hari. Itu karena Abi ingin menghabiskan waktu dan hari spesialnya bersama adik-adiknya.

"Nanti sore kita bilang ke yang lain ya" sambung Hainan, mengasak-asak surai Nana, gemas.

"JEDUAR! ABANG!"

"EH TOKEK"

"HAH APA"

Di ambang pintu kamar, Langit tertawa terpingkal-pingkal. Sementara kedua kakaknya sama-sama mengelus dada. Berharap memiliki kesabaran lebih untuk menghadapi adik spek dugongnya itu.

"Gue sabar banget ya.." ujar Nana, di sela nafasnya yang terengah karena terkejut

Langit berjalan masuk, lalu merebahkan dirinya di kasur. Terpejam. Hening sesaat. Masih terdengar rintik hujan di luar.

"Jadi..."

"Rencananya gitu?" tanya Langit, masuk terpejam.

"Eh, lo nguping ya?" tanya Hainan, sinis.

"Ngga sengaja denger"

"Bohong"

"Kalo bohong, wajah gue jelek"

"Emang jelek"

Langit buru-buru bangkit dan memukuli lengan Hainan yang belum sempat melarikan diri. Nana yang melihatnya hanya bisa terkekeh, walaupun Hainan sudah meminta pertolongan darinya.

"Malam ini mau masak apa bang?" tanya Langit, sesaat setelah Hainan menyerah, jengah dengan pukulan dari si lumba-lumba.

"Maunya sih masak ayam teriyaki. Semalem liat-liat resepnya. Tapi, harus ke pasar dulu"

𝐓𝐮𝐣𝐮𝐡 𝐌𝐢𝐦𝐩𝐢 ✔ [ revisi ]Where stories live. Discover now