Lembaran Baru

75 11 0
                                    

Lia tersenyum senang kala lelaki yang masih mengenakan setelan kerjanya itu melambai di seberang trotoar, balas tersenyum lebar hingga kedua matanya menghilang. Senyum samoyed, begitu Lia menyebutnya. Lalu dia tertawa pelan saat lelaki tersebut berlari kecil menyebrangi jalan ketika lampu lalu lintas berubah merah, dengan kedua tangan terentang seakan sangat siap menerjang Lia menggunakan pelukan hangatnya.

Dan begitu saja, cowok itu menubruk Lia, mendekap erat tubuh mungilnya disertai kecupan-kecupan kecil yang membuat Lia lantas terkekeh geli sambil membalas pelukannya tak kalah erat.

"Kita lagi di pinggir jalan, Juan."

"Biarin, aku nggak peduli."

Cowok yang dipanggil Juan itu mengurai pelukannya, menatap mata teduh berlapis kacamata bulat itu dengan tatapan begitu hangat dan penuh cinta.

"Padahal baru beberapa jam nggak liat kamu, tapi kok rasanya aku kangen banget."

"Lebay deh." Lia terkekeh.

Juan kembali tersenyum senang, lalu meraih tangan kekasihnya dan mulai berjalan beriringan menuju sebuah toko bunga yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Hari ini toko kamu ramai?" Tanya Juan saat mereka sudah memasuki toko.

"Lumayan, walaupun nggak seramai kemarin."

Juan mengangguk, menyimpan tas kerjanya di meja lalu membiarkan Lia melonggarkan dasi miliknya yang selama seharian ini sudah mencekik kerah kemejanya. Selelah apapun Juan karena bekerja, apalagi harus berdesakan di dalam busway setiap berangkat atau pulang, tetapi ketika melihat Lia yang selalu tersenyum dan sangat memperhatikan dirinya, rasa lelah Juan seakan hilang dan selalu membuatnya tak berhenti memperlihatkan senyum manisnya.

"Minggu kedua kamu kerja gimana, capek nggak?"

"No, nggak capek sama sekali." Kata Juan sambil menyelipkan sejumput rambut Lia di belakang telinga.

"Bosku baik, dan nggak pernah menyulitkan aku sama sekali. Makanya aku selalu menyelesaikan tugasku dengan baik dan pulang tepat waktu."

"Kalo pulang tepat waktu itu, harusnya kamu langsung pulang ke rumah. Bukan malah mampir ke tokoku."

Juan nyengir.

"Kan aku kangen kamu."

Lia hanya tertawa, lalu ikut duduk di sebelah Juan.

"Oh iya sayang, kamu tau nggak. Bosku walaupun jabatannya udah cukup tinggi di kantor, tapi dia itu sederhana banget. Masa ke kantor cuma pake vespa matic merah yang warnanya udah pudar sama helm bogo kayak punya kita yang harganya nggak sampe 300 ribu itu, padahal rekan-rekan kerjanya yang lain pada pake mobil keren."

"Hm, vespa merah?"

Lia sedikit memajukan tubuh, merasa tertarik dengan cerita Juan karena hal itu sedikit mengingatkannya pada seseorang.

Seseorang yang sudah bertahun-tahun menghilang dari hidupnya. Seseorang yang sampai kapan pun, tidak akan dia hapus dari ingatan dan hatinya meskipun saat ini Lia sudah memiliki Juan.

Juan mengangguk, merasa sangat bersemangat ingin menceritakan tentang bosnya yang sangat baik dan sangat berwibawa itu kepada Lia. Yah walaupun, bosnya itu terlihat seperti tidak terlalu menyukai berinteraksi dengan banyak orang jika bukan menyangkut pekerjaan. Terlihat dari bagaimana bosnya yang selalu menyendiri di dalam ruangan dan makan sendirian saat makan siang di kafetaria kantor.

"Iya, padahal kalo lihat dari gaji, dia kayaknya sangat mampu buat beli mobil paling mahal sekali pun."

"Mungkin dia emang nggak terlalu suka naik mobil?"

1 to 14 (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang