23. Exaggerating

424 68 4
                                    

"Makan dulu, Kak, lo belum makan dari pagi tadi. Entar sakit lagi," Celetuk Taufan dengan berkacak pinggang.

Sementara Halilintar hanya menatapnya datar. "Enggak usah. Gue masih kenyang, gak mood makan juga." Balas Halilintar.

"Kenapa sih lo tuh ya kaloh dibilangi selalu aja ngeyel,"

"Tau tuh udah tau penyakitan masih aja banyak ulah, banyak maunya. Giliran dia yang kenapa–kenapa kita yang ribet,"

"Harus bawa dia kerumah sakit lah, jagain dia semalaman lah, bikin Mama Papa khawatir juga, ngerepotin tau gak," Terang Solar.

'Gak usah sok kesakitan, lo gak lupa kan adek gue meninggal gara–gara lo, hah?'

'Makan! Saya tidak ingin kamu sakit dan ujung–ujungnya merepotkan saya saja! Kamu kan sudah tau kaloh semisalnya cari uang itu susah bukannya mudah!'

'Halah, palingan juga pura–pura sakit aja biar bisa caper ke Mama Papa. Lagian sih udah tau penyakitan malah telat makan, dasar beban keluarga,'

"Shhhh...awww," Halilintar meringis saat tiga potongan ingatan tak asing masuk dalam benaknya.

Taufan dan Solar hanya diam. Memerhatikan Halilintar yang kesakitan.

Detik berikutnya kedua insan itu lantas saling pandang dan pada akhirnya mengangguk kecil. "Ck, gak usah banyak drama deh lo pusing gue liatnya," Celetuk Solar kesal.

"Nih, ambil makanan lo, jangan lupa dimakan! Tuh juga ada obat dimeja belajar lo jangan lupa diminum juga ya! Biar lo gak ngerepotin orang terlalu lama lagi," Dengan kasarnya Taufan memberikan semangkuk bubur ayam itu pada Halilintar yang hanya diam saja.

"Kaloh udah selesai makan, jangan lupa taruh sendiri dibawah, jangan lupa dicuci juga piringnya," Setelah mengatakan itu, keduanya lantas pergi dari kamar Halilintar.

Membiarkan Halilintar menatapnya bingung. "Mereka beneran keluarga gue bukan sih? Kenapa sifat mereka tiba–tiba berubah gitu ke gue?"

"Dan.... Ingatan apa tadi ya Tuhan? Kenapa gue ngerasa dejavu gitu ya pas denger omongan Solar tadi?"

15 menit berlalu, setelah Halilintar menyelesaikan makannya, cowok itu benar–benar pergi ke bawa hanya untuk sekedar mencuci piring bekas makannya tadi.

Sementara dibawah sana juga ada Vano, Beliung dan juga Gentar yang sedang asik berbincang–bincang hangat.

"Ekhem, bukannya tidur malah nyuci piring, entar kaloh tiba–tiba jatuh sakit lagi nanti ngerepotin orang lagi," Celetuk Beliung mencoba memanas–manasi keadaan.

"Tau tuh, buang–buang duit aja cuman gara–gara apa? Gara–gara ngobatin seorang pem–" Gentar menghentikan ucapannya, sepertinya cowok itu sudah kelewatan batas dalam ucapannya.

Sementara itu Beliung langsung dengan sengaja menyenggol kaki Gentar. Dengan tatapan yang mengatakan 'Bodoh anying, ngapain lo sampe kelewatan manas–manasinnya?!'

"Pem?" Gumam Halilintar yang baru saja menyelesaikan acara mencucinya.

Sementara itu, Beliung dan Gentar dengan tidak tau malunya, langsung pergi begitu saja dari meja makan. Meninggalkan Vano yang menghela nafasnya disana.

"Lupain aja apa yang kamu dengar tadi," Ujar Vano lalu bangkit dari acara duduknya. "Dan ingat satu lagi, jangan menyusahkan orang tua kamu lebih dalam. Kamu gak kasihan apa dengan mereka?"

"Jangan nambah ulah lagi. Setidaknya sudah cukup dengan amnesia kamu itu," Lalu setelah mengatakan itu, Kakek tua bangka itu pergi meninggalkan Halilintar yang masih terdiam.

'Udah buat adek kamu meninggal, sekarang kamu juga mau buat susah Mama sama Papa kamu, iya?'

'Mati aja sana kamu! Kamu itu gak pernah berguna di keluarga ini! Dasar pem–'

'KALIAN SEMUA BISA DIEM GAK SIH?! SEMISALNYA JUGA KALOH CUCU BUNGSU KU TIDAK MATI, APA KALIAN AKAN MEMPERLAKUKAN CUCU PERTAMA KU BEGINI, IYA HAH?! DASAR BODOH! BAJINGAN!'

'AKU BERSUMPAH, SUATU HARI DIMASA DEPAN NANTINYA, KALIAN SEMUA BAKALAN DIHANTUI DENGAN RASA BERSALAH! MENYALAHKAN SESEORANG YANG TIDAK TAU APAPUN ITU ADALAH HAL TERBODOH YANG SELALU MANUSIA LAKUKAN PADA MANUSIA LAIN!'

'TIDAK CUKUP KAH KALIAN MENYIKSA LISAN DAN FISIK NYA? KINI KALIAN JUGA INGIN MENYIKSA BATIN DAN MENTAL ANAK BERUSIA 8 TAHUN YANG TIDAK TAU APAPUN DISINI? DASAR BODOH!'

.
.
.

"Oma.... Mereka siapa?"

"Oma... Sakit," Gumam Halilintar seraya menunjuk bagian hatinya.

"Sesak, Oma. Oma dimana? Elon butuh Oma sekarang,"

"Itu tadi apa Oma?" Halilintar, cowok itu hanya mampu menyenderkan punggungnya pada pintu kamarnya, dengan foto Mesya yang sedari tadi dipeluknya.

Pipinya yang banjir akan air mata, dan juga bibir ranumnya, yang masih saja bergetar kecil, dengan gumaman yang selalu menanyakan hal–hal yang pastinya hanya bisa didengar oleh angin saja.

Halilintar kembali dibuat bungkam, dengan semua ingatan yang mulai kembali memutar sesuatu dalam otaknya.

'Mama.... Elon sakit, Elon demam, Elon mau dipeluk sama Mama, badan Elon panas, Mama juga belum ngasih aku obat,'

'Ngapain saya harus ngurusin anak yang bisanya pembawa sial saja di keluarga ini? Ngaca deh kamu siapa disini sekarang. Bahkan sekalipun kamu mati, saya akan tertawa atas kematian kamu, dasar gak berguna.'

'Papa, Papa! Tadi disekolah Elon–'

'APA–APA INI?! KENAPA BISA KAMU DAPET NILAI SEMPURNA HAH?! ANAK SIALAN KAYAK KAMU SEHARUSNYA ITU SELALU DAPET RENDAH! SAYA MUAK LIAT SEMUA PENGHARGAAN KAMU YANG MENUMPUK DIKAMAR KAMU ITU! MENUHIN BARANG GAK BERGUNA AJA!'

'Tabiatnya gini ya, seharusnya adek itu dilindungi bukan malah melindungi, ahaha,'

'Kenapa lo diem aja hah? Gue bilang ambilin gue minum. Lo disini cuman pembantu sekarang.'

'Oma.... Bangun, kaloh misalnya Oma tidur buat selama–lamanya, terus aku sama siapa Oma? Oma kan tau sendiri, disini, didunia gak ada yang sayang sama aku selain Oma,'

'Lun.... Kaloh boleh kenapa waktu itu kita gak mati sama–sama aja? Biar nanti kamu yang disurga dan Kakak yang di neraka.'

'CIEEEE YANG GAK DIANGGEP LAGI SAMA KELUARGA NYA HAHAH!'

'YA SALAH SENDIRI LAH, KENAPA HARUS JADI PEMBUNUH ADEK NYA HAHA!'

'MASIH HIDUP LO? GUE KIRA UDAH MATI AJA, PADAHAL MAKANAN YANG LO MAKAN TADI KAN UDAH DIKASIH RACUN TIKUS AHAHA!'

"Oma... Kaloh benar mereka keluarga aku, kenapa tidak ada satu pun ingatan baik tentang mereka didalam pikiran ku?"

"Kenapa selalu saja ingatan yang selalu masuk dalam otakku hanyalah keburukan tentang mereka, kenapa Oma? Kenapa Tuhan? Kenapa?"

"Sakit..." Keluh Halilintar seraya memegangi kepalanya.

Lalu didetik berikutnya, semuanya berubah menjadi gelap. Yang Halilintar tau dirinya hanya bisa merasakan aliran merah panas yang menjalar menuruni pipinya lalu mengalir menodai lantai putih tempat ia berbaring sekarang.

••••

LONN KASIAN ELONN😭 EH ANJIR SALAH DIALOG GUE BEGO BHAHAHA😭

YANG GAK NGAKAK DOSA WIRR😭✋🏻

PENULIS – @GANTARAREY.

Forgive Us Brother | S2Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz