• be cool

682 87 3
                                    

Haechan berjalan dengan lemah menuju rumah keluarga Park. Menekan bel di pintu kemudian menunggu sang pemilik untuk membukanya. Haechan melakukan peregangan terlebih dahulu sebelum menghadapi bocah iblis Park Jisung itu.

Ia sudah tau kok setiap hari pasti ada saja kejutan yang menanti. Haechan jadi merasa di setiap waktu itu adalah ulang tahunnya. Sebab semua jebakan itu seperti kejadian dimana dirinya ketika berulang tahun.

Hanya melangkahkan kaki ke sana dan membayangkan bagaimana nanti sudah membuat batinnya lelah.

Ketika telah di bukakan pintu oleh orang yang sama seperti kemarin, Haechan langsung saja menuju ruangan Jisung. Tak ingin menguras waktu lagi dengan perbincangan yang lain.

Haechan menggenggam knock pintu itu dengan kuat. Mengingat kejadian hari lalu selalu membuat kepalanya mulai mengepulkan asap.

Baiklah! Haechan anggap itu adalah sapaan hangat dari si bocah.

Klek


Cratk

"Ah... telur" jemari Haechan terangkat guna menyentuh bagian rambutnya. Ketika menyentuh cairan yang mulai meluber ia mendapati kuning telur yang sudah pecah.

Begitu ia menciumnya, itu terasa sangat busuk.

"PARK JISUNG!!"

Dan adegan itu terulang lagi. Seorang ibu memberikan hukuman yang pantas pada anaknya. Pukulan hangat dari sebuah sapu ijuk yang mendarat tepat di pantat Jisung.

"AAAAAAAA ibu!!!! iyaa aku bersalah!"

Haechan mencoba menetralkan nafasnya kembali. Tubuhnya sudah bergetar sebab rasa kesal yang memuncak. Haechan mencoba untuk tenang. Menggumamkan sebuah kalimat penenang untuk dirinya sendiri.

Kedua mata yang terpejam itu kembali terbuka. Haechan mencoba untuk tersenyum "Bibi, boleh lain kali saya saja yang memberikan hukuman?" sarannya.

"Hah? oh boleh! boleh sekali nak" ibu Jisung nampaknya juga sudah lelah pada putranya itu. Jika orang lain ingin turun tangan maka si ibu pun sangat mengijinkan.

Titisan iblis seperti Jisung ini memang pantas di berikan balasan yang setimpal.

Setelah Ibu Jisung keluar, Haechan pun masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti baju dan mengeramasi rambutnya. Kali ini  Haechan membawa baju ganti. Ia tak ingin lagi mengenakan pakaian Jisung yang membuat dirinya sedikit merasa masuk angin karena longgar. Tenang saja, ia juga sudah mendapatkan ijin langsung dari nyonya rumah ini.

Begitu Haechan keluar, Jisung lagi lagi langsung kembali tenang. Salah satu tangan bocah itu menyodorkan buku.

Ketika Haechan menerima buku dan membukanya, ia tak mendapati soal. Hanya materi, itu pun Haechan tak yakin jika Jisung menuliskan keseluruhan selama pelajaran.

Sebab yang tertulis di sana tidak sampai setengah halaman!.

Haechan ingin rasa mencubit ginjal bocah itu.

'Apa aku bisa membuat anak ini menjadi apa yang ibunya inginkan?'

Haechan sudah pernah melihat beberapa lembar nilai ulangan harian milik Jisung. Tak usah di beritahu berapa nominalnya, yang jelas reaksi Haechan adalah mengelus dada.

"Jisung" panggil Haechan dan mendapatkan hanya sebuah gumaman singkat dari lawan bicaranya.

"Apa kau ingin membuat dirimu lebih keren dari pada teman temanmu? jika iya, aku bisa memberikan tips" ujar Haechan berusaha memberikan sebuah bujukan.

Jisung mengangkat salah satu alisnya kemudian terkekeh geli "Aku sudah lebih keren dari mereka"

Haechan menatap bocah di hadapannya dengan kening yang hampir menyatu. Keren apa yang di maksud Jisung.

"Maksudku selain visualmu" lanjutnya.

"Iya, aku juga tidak membicarakan visualku yang sempurna ini. Aku lebih keren dari mereka ketika bertarung" jelas si bocah.

"Kau suka berkelahi?"

"Sebenarnya tidak, tapi mereka yang memulainya"

Tatapan datar Haechan berikan pada bocah iblis yang menampilkan sikap tengil itu lagi. Jika boleh Haechan ingin memberikan kopi yang telah di campur sianida pada Jisung.

"Bukan keren itu maksudku"

"Apa ada keren yang lain selain memenangkan sebuah pertarungan?" tanya Jisung dengan sedikit minat.

"Actually, ya"

"Apa?"

"Materi yang belum pernah di ajarkan di sekolah. Aku bisa mengajarimu materi belajar lebih cepat dari mereka"

"Oh"

Haechan mengangkat salah satu alisnya "Oh? apa kau tidak menginginkannya?"

"Ku pikir itu bukan hal keren. Lagi pula di sekolah juga akan di ajarkan ulang. Akan lebih membingungkan jika materi les ku berbeda dengan yang di sekolah"

"Bagaimana jika materi sekolah yang mengikuti materi les mu. Bukankah itu hal yang berbeda?"

Jisung menatap pemuda di hadapannya. Tanda keterdiaman itu adalah peluang bagi Haechan berharap jika Jisung tertarik dengan sarannya.

Ia selalu menawarkan itu kepada anak anaknya. Dan mereka berpikir juga keren, jadi mereka memilih cara Haechan.

"Oke"

Kata singkat itu membuat Haechan langsung tersenyum. Pemuda manis itu bergegas mengambil buku tebal yang biasa ia bawa kemudian membukanya tepat di atas meja Jisung.

Dan karena kali ini bukan pelajaran kimia, Haechan kira Jisung juga akan lebih menerimanya.

Haechan mulai dengan bab yang telah Jisung tulis di buku catatan. Kemudian Haechan menjabarkannya menjadi lebih rinci. Setelah melihat Jisung paham dengan materi itu, maka Haechan akan lanjutkan dengan materi setelahnya.

"Tunggu, bagaimana cara membedakan nama nama struktur itu agar gampang di ingat. Nama ilmiah begitu menyulitkan"

"Pertanyaan bagus, aku biasanya tidak mengingat menggunakan nama ilmiah. tapi menggunakan nama yang mudah ku pahami lalu menyingkat sesuai dengan nomor yang ku buat. Jadi yang pertama..." bla bla bla dan seterusnya.

Pelajaran biologi siapa yang tidak menyukainya? belajar mengenai kerincian makhluk hidup dan seisinya. Lebih mudah di pelajari dari pada pelajaran astronomi, karena astronomi mempelajari tentang sesuatu yang tidak bisa mereka gapai. Contohnya seperti planet dan tata surya di dunia ini.

Hari itu terasa sedikit lebih damai dari biasanya. Mungkin karena Jisung juga mudah untuk di ajak diskusi.

Haechan menghembuskan nafas lega ketika jam terlewat begitu cepat. Merasakan ototnya yang pegal, Haechan mulai melakukan peregangan lagi. Hingga menimbulkan suara pada tulangnya.

Suara pintu terbuka membuat Haechan langsung kembali dengan postur tubuh tegaknya.

"Nak Haechan, ini bibi memotong buah. Dimakan sama sama ya" ujar ibu Jisung yang kemudian langsung keluar ruangan kembali.

Haechan menatap wadah yang ia terima berisikan bermacam buah yang telah di potong dan di kupas dengan bersih kemudian menaruhnya di atas meja.

Pergerakan itu membuat fokus Jisung teralihkan. Si bocah menatap buah di hadapannya tangannya terangkat untuk menyuapkan dua potong sekaligus ke mulut sang empu.

"Bo- boleh aku memakannya juga?" ucap Haechan lirih.

Jisung bergumam singkat untuk mempersilahkan apapun yang ingin Haechan lakukan. Dan kembali pada sebuah gambar yang harus ia jawab dengan nama dan fungsinya.

Sebuah kemajuan besar dalam tiga hari ini. Dari yang Jisung sangat pecicilan sampai sedikit menurut di hari ini.

Tanpa sadar Haechan mengelus puncak rambut berwarna hitam kecoklatan milik Jisung dengan lembut. Sebagai bentuk apresiasi yang sebelumnya tak pernah Haechan tunjukkan.

"Apa yang kau lakukan"

Haechan tersentak mendapati Jisung dan langsung menjauhkan tangannya dari kepala bocah itu.

Night Fireflies (jihyuck)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang